Kraton
Sumenep merupakan satu-satunya istana yang masih berdiri di Jawa Timur. Kraton
Sumenep terletak di Jalan Dr. Soetomo No. 5 Kelurahan Pajagalan, Kecamatan
Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur.
Kraton
ini dulunya merupakan kediaman Adipati yang sekaligus sebagai tempat untuk
menjalankan roda pemerintahan. Sejatinya, kraton ini hanyalah merupakan vassal atau kerajaan kecil setingkat
kadipaten yang masih tunduk di bawah kekuasaan kerajaan yang lebih besar. Mulai
dari Kerajaan Singasari, Majapahit hingga Mataram sebelum akhirnya jatuh ke
tangan VOC.
Berdasarkan
catatan sejarah, Kraton Sumenep didirikan oleh Panembahan Sumala, seorang
Adipati Sumenep ke-31, pada tahun 1781. Arsitek yang ditunjuk dalam pembangunan
kraton ini adalah seorang Tionghoa bernama Lauw Piango. Ia adalah cucu dari
Lauw Khun Ting. Lauw Khun Thing adalah salah satu di antara 6 orang Tionghoa
yang mula-mula datang dan menetap di Sumenep. Sedangkan, yang menjadi mandor
dalam pembangunan kraton adalah seorang Tionghoa bernama Ka Seng An. Secara
umum, gaya arsitektural Kraton Sumenep merupakan perpaduan antara gaya Eropa,
Arab, China dan Jawa.
Kompleks bangunan Kraton Sumenep yang berdiri di atas lahan seluas 8 hektar ini, lebih sederhana dari kompleks kraton peninggalan Mataram yang masih ada, seperti Kasunanan Surakarta maupun Kasultanan Yogyakarta. Bangunan Kompleks Kraton Sumenep sendiri tidak dibangun secara bersamaan namun dibangun dan diperluas secara bertahap oleh para adipati berikutnya.
Kompleks
Kraton Sumenep terdiri atas beberapa bangunan yang tersusun dari selatan ke
utara. Pendapa Ageng terletak di tengah kraton beratapkan joglo yang ditopang
oleh 10 soko (tiang penyangga). Dahulu,
Pendapa Ageng merupakan paseban
(tempat menghadap para kawula maupun tamu) yang kemudian hari juga difungsikan
sebagai tempat sidang yang dipimpin langsung oleh sang Adipati dan dihadiri
oleh seluruh pejabat tinggi kraton yang waktunya dilaksanakan pada hari-hari
tertentu. Dibelakang pendapa, terdapat Kraton Dhalem yang terdiri atas dua
lantai. Lantai atas merupakan tempat para putri sang adipati, sedangkan lantai
bawah dijadikan kediaman sang adipati di mana di dalamnya terdapat empat kamar
yang masing-masing diperuntukkan untuk kamar kamar pribadi raja, kamar
permaisuri, kamar orangtua pria dan kamar orangtua perempuan. Pada mulanya
antara Kraton Dhalem dan Pendapa Ageng letaknya terpisah. Namun, pada masa
pemerintahan Sultan Abdurrachman Pakunataningrat, kedua bangunan tersebut
dihubungkan dengan bangunan baru yang bernama mandiyasa.
Sedangkan,
di halaman belakang kraton, terdapat sisir
atau tempat para emban yang menjadi dayang para putri adipati, dan dapur. Namun
kini, telah berubah wajah menjadi Rumah Dinas Bupati Sumenep.
Di sebelah barat bangunan utama Kraton Sumenep, yaitu Pendapa Ageng dan Kraton Dhalem, terdapat Dhalem Kraton Lama. Dhalem Kraton Lama merupakan bangunan kraton yang dibangun oleh Gusti R. Ayu Rasmana Tirtanegara bersama R. Tumenggung Tirtanegara (Bindara Moh. Saud) yang memerintah pada tahun 1750 sampai dengan tahun 1762. Dulu di depan Dhalem Kraton Lama juga terdapat pendapa laiknya bangunan kraton pada umumnya, namun ketika Sultan Abdurrachman Pakunataningrat bertahta, pendapa tersebut dipindahkan ke Asta Tinggi (kompleks makam adipati Sumenep beserta keturunannya). Bekas pendapa tersebut, lalu didirikan Kantor Koneng (konenglijk) atau kantor adipati. Pada masa pemerintahan Sultan Abdurrachman, Kantor Koneng digunakan sebagai tempat rapat-rapat rahasia para pejabat tinggi kraton.
Di
sebelah timur Pendapa Ageng, terdapat Taman Sare yang dikelilingi tembok yang
cukup tinggi dan tertutup. Taman Sare adalah taman yang luar biasa menariknya
kala itu, dan dilengkapi dengan tiga tempat pemandian bagi permaisuri maupun putri
adipati. Ketiga tempat pemandian tersebut memiliki tiga pintu, yaitu pintu I,
II dan III. Konon, pintu I diyakini dapat membuat awet muda, dipermudah
mendapatkan jodoh dan keturunan. Pintu II dipercaya dapat meningkatkan karir
dan kepangkatan, sedang pintu III diyakini dapat meningkatkan iman dan
ketaqwaan.
Antara
Taman Sare dengan Kraton Dhalem terdapat lonceng yang berada di halaman kraton.
Lonceng tersebut, dulunya difungsikan sebagai penanda panggilan bagi para abdi dalem yang bekerja di lingkungan kraton
untuk berkumpul. Sedangkan searah lurus dengan lokasi lonceng ke arah selatan
terlihat berdiri kokoh labang mesem. Dalam
bahasa Madura, labang berarti pintu,
dan mesem bermakna tersenyum.
Dinamakan labang mesem karena ketika
menyambut tamu, para abdi dalem diharapakan
senantiasa tersenyum. Tapi, ada juga yang mengatakan bahwa di labang mesem tersebut dijaga oleh dua
orang kretin (cebol), sehingga setiap
tamu yang berkunjung ke kraton tersebut setelah dibukakan pintu oleh kedua
orang cebol tadi pasti akan tersenyum. Dengan senyum, menandakan bahwa orang
Sumenep ramah terhadap siapa pun yang berkunjung ke daerahnya.
Selain
sebagai pintu utama masuk ke dalam Kraton Sumenep, labang mesem sebenarnya juga berfungsi sebagai tempat memantau
segala aktivitas yang berlangsung di dalam lingkungan kraton, termasuk salah
satunya adalah keadaan di Taman Sare. Labang
mesem yang berarsitektur tajuk
tumpang ini, tepat di atas pintu terdapat sebuah loteng yang menjadi tempat
adipati duduk mengawasi keadaan Taman Sare tatkala permaisuri maupun
putri-putrinya sedang mandi di dalamnya sambil bercengkerama. Hal ini tentunya
dikarenakan adipati ingin menjamin bahwa keluarganya tidak dalam kondisi mara
bahaya ketika berada di Taman Sare.
Lalu, di sebelah barat labang mesem, berdiri sebuah bangunan yang dinamakan Gedong Nagari (sekarang digunakan sebagai Kantor Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumenep). Gedong Nagari ini sebenarnya bukan merupakan bagian dari kraton meski berada di lingkungan Kraton Sumenep. Bangunan bergaya Eropa ini sengaja dibangun Belanda pada tahun 1931 untuk memantau segala gerak-gerik pemerintahan yang dijalankan oleh keluarga kraton. Belanda, pada waktu itu, tidak ingin kedudukannya terancam oleh kedudukan Kraton Sumenep.
Tepat
di depan Gedong Nagari yang berada di seberang jalan, berdiri bangunan yang
dinamakan kamarrata. Dulu, kamarrata merupakan tempat meletakkan
kereta kencana (garasi) milik sang adipati dan dibelakangnya digunakan sebagai istal (kandang kuda). Namun sekarang, kamarrata difungsikan sebagai Museum I Kraton Sumenep.
Di
sebelah timur kamarrata, dulunya adalah segaran.
Segaran merupakan kolam yang menyerupai lautan, dan menjadi tempat bertamasya
bagi putri-putri adipati. Namun, lokasi segaran
telah berubah menjadi lapangan tenis dan pemukiman. Antara kraton dengan segaran maupun kamarrata terdapat jalan yang melintas dari barat ke timur. Yang ke
barat menuju ke arah Masjid Jamik Sumenep yang melintasi alun-alun, dan yang ke
timur menuju jalan yang mengarah ke Kalianget setelah melewati pintu gerbang
keluar yang dinamakan labang galidigan.
Kendati
Kraton Sumenep sudah tidak dihuni lagi oleh adipati beserta kerabatnya, akan
tetapi bangunan kraton tersebut masih berdiri kokoh dan megah sampai sekarang
ini. Sementara Pendapa Ageng acapkali difungsikan untuk acara rapat para aparat
pemerintahan maupun pagelaran seni dan budaya setempat. *** [071213]
tulisan yang sangat bagus bisa dijadikan referensi! terima kasih buat yang menulis. semoga tambah sukses
BalasHapus