Masjid
Ladju merupakan masjid tertua yang ada di Sumenep. Masjid ini terletak di Jalan
Panglima Sudirman, Kelurahan Kepanjin, Kecamatan Kota Sumenep, Kabupaten
Sumenep, Provinsi Jawa Timur, atau tepatnya berada di depan Rumah Dinas Bupati
Sumenep atau sebelah utara Kraton Sumenep.
Sejatinya
masjid ini bernama Masjid Al-Mukmin, namun masyarakat setempat terlanjur akrab
dengan sebutan Masjid Ladju. Dalam bahasa Madura, ladju berarti lama sehingga dinamakan Masjid Ladju secara historis sesungguhnya
untuk menunjukkan bahwa masjid ini dibangun lebih dulu ketimbang Masjid Jamik Kabupaten Sumenep. Di dalam Babad Songennep dijelaskan bahwa yang
membangun Masegit Ladju (Masjid Lama)
adalah Pangeran Anggadipa pada tahun 1639. Pangeran Anggadipa merupakan
Tumenggung yang diangkat oleh Sultan Agung Adi Prabu Hanyokrokusumo (Mataram)
setelah Sumenep berhasil ditaklukkan oleh pasukan Mataram pada tahun 1624. Ia
berasal dari Jepara yang akhirnya menikah dengan putri Raden Martapati dari
Arosbaya.
Kedatangan
Tumenggung Anggadipa membawa perubahan yang sangat berarti bagi perkembangan
agama Islam di wilayah Sumenep. Perubahan tahun Saka yang berdasarkan peredaran
matahari menjadi tahun Jawa berdasarkan kalender Hijriyah yang dipergunakan
umat Islam diterapkan di Sumenep dan mendapatkan respon positif dari
masyarakat.
Dilihat dari bangunannya, Masjid Ladju ini lebih kecil bila dibandingkan dengan MasjidJamik Kabupaten Sumenep. Ruang utama Masjid Ladju hanya memiliki 4 soko (pilar penyangga) dengan jendela masjid yang besar dan lebar di mana di dalamnya terdapat mimbar berukir dengan warna yang khas. Sedangkan pintu utama untuk masuk ke ruang utama tersebut berjumlah tiga yang masih menunjukkan keasliannya. Selain itu, di bagian depan masjid sebelah kiri maupun kanan terdapat prasasti peninggalan kraton bertuliskan aksara Jawa.
Awalnya,
Masjid Ladju merupakan masjid kraton yang diperuntukkan bagi kerabat KratonSumenep dan masyarakat sekitar yang hendak menunaikan shalat akan tetapi dalam
perkembangannya, ternyata bangunan Masjid Ladju sudah tidak mampu lagi
menampung jamaah yang kian bertambah banyak. Sehingga, ketika Kraton Sumenep
diperintah oleh Panembahan Sumala atau Pangeran Natakusuma, beliau mulai
mendirikan masjid baru yang lebih besar, lebih luas dan lebih megah pada tahun 1779
hingga tahun 1787. Masjid kraton yang baru tersebut dikenal dengan Masjid JamikKabupaten Sumenep. *** [081213]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar