Keluar
dari Stasiun Bogor lewat pintu selatan yang menghadap ke Jalan Kapten Tubagus
Muslihat, saat menatap ke arah barat daya, tampak bangunan berlantai dua
berwarna biru muda dengan pelisir abu-abu. Bangunan tersebut adalah Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) Klas II Bogor, atau yang biasa dikenal dengan sebutan
Lapas Paledang.
Lapas
ini terletak di Jalan Paledang No. 2 Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor
Tengah, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi bangunan tersebut tepat berada
di sebelah tangga penyeberangan jalan bagian selatan.
Lapas
yang memiliki luas bangunan mencapai 2.717 m² di atas lahan sekitar 8.185 m² ini,
didirikan pada tahun 1906 oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Akan tetapi, bagian
tampak depanya telah mengalami perubahan melalui renovasi. Hanya bagian
tengahnya yang masih memperlihatkan bangunan peninggalan kolonial.
Awalnya,
gedung ini bernama penjara hingga tahun 1964. Lalu, pada tahun 1983 Lapas
Paledang ditetapkan sebagai Lapas yang berfungsi ganda, yaitu sebagai Lapas
yang membina narapidana, juga sebagai Rumah Tahanan Negara (Rutan).
Namun, semenjak Dr. Saharjo selaku Menteri Kehakiman memprakarsai berlakunya sistem pemasyarakatan, melalui Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor: M.01.PR.07.03 tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja, istilah Rutan berubah menjadi Lapas.
Berdasarkan
Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan dinyatakan bahwa,
Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara
pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) berdasarkan Pancasila yang
dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina dan masyarakat untuk
meningkatkan kualitas WBP agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat, dapat akti berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar
sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
Amanah
UU tersebut jelas menunjukkan bahwa istilah penjara tidak sama dengan Lapas,
kendati pada prakteknya para narapidana tersebut juga sama-sama masuk sel
tahanan. Jabaran dari Lapas cenderung mengarah kepada Griya Winaya Jamna Miwarga Laksa Dharmesti. Istilah tersebut
terdiri dari sejumlah rangkaian kata yang memiliki makna. Griya berarti rumah atau tempat, winaya bermakna pendidikan atau bimbingan, jamna artinya manusia atau orang, miwarga memiliki arti salah jalan atau sesat, laksa berarti tujuan, dan dharmesti
bermakna berbuat baik. Sehingga, maksud dari seluruh rangkaian kata tersebut
bermakna sebagai rumah untuk pendidikan manusia yang salah jalan agar patuh
kepada hukum dan berbuat baik. *** [280514]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar