Makam
kuno di Kota Banda Aceh tersebar di beberapa tempat. Keberadaan makam kuno
tersebut tidak terlepas dari kenyataan bahwa Banda Aceh pernah menjadi ibu kota
Kesultanan Aceh Darussalam. Salah satunya adalah Makam Kandang XII.
Makam
ini terletak di Jalan Perwira, Kelurahan Keuraton, Kecamatan Baiturrahman, Kota
Banda Aceh, Provinsi Aceh. Lokasi makam ini berada di samping masjid Al Fitroh
Keuraton, dan tidak jauh dari Meuligo,
Gedung Juang, Museum Negeri Aceh, dan Pinto Khop.
Dalam
bahasa Aceh, kandang berarti kuburan atau pusara. Sesuai dengan namanya, di
dalam Makam Kandang XII ini terdapat dua belas makam atau kuburan sultan Aceh
Darussalam dan keluarga dekatnya (kandang
dua blaih), di antaranya Sultan Syamsu Syah bin Munawwar Syah yang
memerintah 1497-1514, Sultan Ali Mughayat Syah bin Sultan Syamsu Syah yang
memerintah 1514-1530, Sultan Salahuddin Ibnu Ali Mughayat Syah yang memerintah
1530-1537, Sultan Ali Riayat Syah Al Qahar yang memerintah 1537-1568, Sultan
Husain Syah Ibnu Sultan Ali Riayat Syah Al Qahar yang memerintah 1568-1575, dan
makam Malikul Adil yang hidup pada masa pemerintahan Sri Ratu Safiatuddin Tajul
Alam.
Sultan
Ali Mughayat Syah merupakan pendiri Kesultanan Aceh Darussalam dan
pemersatu wilayah yang kemudian hari
dikenal sebagai Aceh. Beliau juga dikenal
sebagai musuh besar Portugis yang kala itu berkeinginan membuat koloni
di Bumi Aceh. Ketika Portugis melakukan invasi ke Pasai, Pidie, dan Kerajaan
Daya, Sultan Ali Mughayat Syah menyerangnya dan berhasil memukul mundur
Portugis ke Peureulak maupun ke Aru sebelum akhirnya melarikan diri ke Malaka.
Sultan Salahuddin adalah anak sulung dari Sultan Ali Mughayat Syah dan diangkat menjadi sultan setelah ayahandanya mangkat pada 7 Agustus 1530. Sultan Salahuddin melanjutkan cita-cita ayahandanya dalam melakukan pengusiran terhadap bangsa Portugis yang ingin bercokol di Malaka. Namun, Sultan Salahuddin tidak berhasil menaklukkan Malaka sebagai pusat perdagangan yang banyak dihuni para pedagang Portugis.
Atas
kegagalan inilah, Sultan Salahuddin dianggap lemah dan digantikan oleh adiknya,
Pangeran Ali Riayat Syah Al Qahar. Setelah diangkat menjadi sultan, Pangeran
Ali Riayat Syah Al Qahar bergelar Sultan Ali Riayat Syah Al Qahar. Sebagai anak
bungsu Ali Mughayat Syah, ia merupakan seorang Sultan Aceh yang bisa disebut Homen Cavaleiro kedua setelah
ayahandanya. Pada awalnya, pemerintahan Sultan Ali Riayat Syah Al Qahar
berjalan dengan gemilang namun harus berakhir ketika dua putranya melakukan
kudeta. Sedangkan, Sultan Husain Syah adalah anak laki-laki dari Sultan Ali
Riayat Syah Al Qahar. Beliau merupakan Sultan Aceh keempat yang memerintah dari
tahun 1568 hingga 1575.
Masuk
ke dalam kompleks makam ini, kita akan disambut dengan deretan nisan yang
teratur. Pada Makam Kandang XII ini, bentuk nisannya pada umumnya didominasi
oleh nisan persegi panjang dengan pola garis geometris dan ada ruangan-ruangan
yang diisi dengan pahatan ayat-ayat Al Qur’an. Pola ini merupakan bentuk
tradisi batu nisan tipe Pasai.
Kekhasan
batu-batu nisan tersebut merupakan bukti betapa Aceh sangat kaya akan seninya.
Pahatan-pahatan kaligrafi pada batu nisan yang terdapat di Makam Kandang XII
ini cukup rumit dan terkenal akan keindahannya.
Kompleks
makam seluas 214 m² ini pernah dipugar oleh Pemerintah pada tahun 1978. Di
atas pusara bernisan tersebut didirikan bangunan berangka besi dan beratap
seng. Hal ini dimaksudkan agar supaya kebersihan nisan tetap terjaga atau tidak
lekas menjadi hitam karena terserang lumut. Sehingga, di kemudian hari
tinggalan arkeologis bernafaskan budaya awal Islam ini masih bisa disaksikan
oleh generasi berikutnya. *** [300315]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar