Ada
banyak obyek wisata yang bisa dikunjungi di Ternate. Keindahan alam dengan
nuasa panorama pantai banyak ditemui di sini. Selain itu, wisata sejarah juga
tak kalah menariknya, seperti Kedaton Sultan Ternate dan sejumlah benteng yang
ada di Ternate. Salah satunya adalah benteng peninggalan Portugis, yaitu
benteng Kastela, atau yang dikenal juga dengan nama Benteng Gamlamo.
Benteng
Kastela terletak di Jalan Raya Benteng Kastela Santo Paulo, Desa Kastela,
Kecamatan Pulau Ternate, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara. Lokasi benteng
ini berada di sebelah utara kawasan wisata Pantai Kastela.
Menurut
catatan sejarah, setelah Malaka ditaklukkan oleh Portugis pada tahun 1511,
Laksamana Alfonso d’Alburquerque mengirim Antonio de Abreu dan Francisco Serrao
dengan armada yang terdiri dari tiga kapal ke Maluku pada Desember 1511. Dalam
bulan Januari 1512, mereka tiba di Banda. Setelah beberapa waktu di Ambon,
karena mengalami naas dengan karamnya kapal yang ditumpangi. Kemudian Serrao
dijemput utusan Sultan Ternate dan dibawa ke Ternate pada awal 1512.
Kedatangan Francisco Serrao di Ternate adalah kedatangan seorang pejabat pertama Eropa – dalam hal ini Portugis – dari sebuah program eksplorasi penguasa Portugis yang ambisius dan telah dimulai sejak pertengahan abad ke-15. Ekspansi Portugis ke Maluku dalam rangka menemukan Kepulauan Rempah-Rempah (the spice islands). Mereka seolah-olah berjudi dengan nasib dan mempertaruhkan segalanya dalam upaya memperoleh monopoli perniagaan rempah-rempah yang kala itu menjadi komoditas mewah di pasaran Eropa yang menjanjikan keuntungan yang fantastis. Kemudian mereka mempertahankannya dengan segala daya dan upaya, baik politik, ekonomi, maupun kekuatan militer sekalipun.
Francisco
Serrao adalah seorang fungsionaris Portugis pertama yang berhasil merundingkan
hak-hak monopoli negerinya atas perdagangan rempah-rempah dan hak eksklusif
pendirian benteng Portugis di Gamlamo dengan SultanTernate, Sultan Bayanullah
(Boleif).
Akhirnya,
pada tahun 1520, Raja Portugis, Don Manuel, mengirim Jorge de Brito untuk
membangun benteng Portugis di Gamlamo, Ternate, dan menunjuk adik Jorge de
Brito, yaitu Antonio de Brito, sebagai komandan benteng tersebut. Benteng yang
dibangun Portugis itu diberi nama Nostra
Senhora de Rosario (“Wanita Cantik Berkalung Bunga Mawar”), tetapi lebih
dikenal sebagai benteng Gamlamo oleh penduduk lokal, dan sekarang berubah nama
menjadi benteng Kastela karena lokasinya yang berada di Desa Kastela.
Benteng
Kastela ini dibangun oleh Portugis secara bertahap selama kurun waktu kurang
lebih 20 tahun. Setelah menyelesaikan pembangunan benteng ini pada tahap awal,
pada tahun 1521 Jorge de Brito kembali ke Goa (India Barat) namun belum sampai
di sana ia telah tewas dalam salah satu pertempuran di Aceh. Kemudian dilanjutkan
oleh Garcia Henriquez pada tahun 1525, pada tahun 1530 giliran Gonsalo Pereira
yang melanjutkan pembangunan, hingga pada tahun 1540 benteng ini dirampungkan
oleh Jorge de Castro.
Hingga
1569, benteng Gamlamo merupakan satu-satunya benteng yang berdiri di luar
Malaka. Setelah itu, baru dibangun benteng-benteng yang lain di Ambon, Jailolo,
Moro (Tolo dan Samafo), Banda dan Makassar. Tetapi, benteng-benteng yang
dibangun belakangan itu lebih mirip rumah kembar ketimbang benteng yang sesungguhnya. Pada benteng tersebut tidak
terdapat seorang kapten yang diangkat Raja Portugis, seperti pada benteng
Gamlamo di Ternate.
Pada tanggal 27 Februari 1570, terjadi peristiwa pembunuhan Sultan Khairun Jamil dengan keji di benteng ini oleh Antonio Pimental atas perintah Diego Lopez de Mesquita, Gubernur Portugis ke-18, melalui tipu daya dan muslihat.
Babullah,
pewaris tahta Kesultanan Ternate, menuntut agar Diego Lopez de Mesquita
diajukan ke pengadilan dan dihukum atas kejahatan pembunuhan. Ketika tuntutan
ini ditolak, Babullah dan rakyat Ternate mengepung benteng Gamlamo selama 4
tahun (1574-1578) dan mengultimatum agar Portugis segera hengkang dari Ternate.
Dalam kondisi yang seperti itu, mulailah evakuasi besar-besaran orang Portugis
dari Ternate, mula-mula ke Tidore sebagai tempat transit, dan kemudian ke Goa.
Ketika bala bantuan Portugis dari Goa dan Malaka tiba, keadaan sudah terlambat.
Pimpinan armada Portugis hanya dapat menyaksikan puing-puing kekuasaan Portugis
di Ternate. Gubernur berikut perangkatnya, misionaris dan orang-orang Portugis
lainnya telah meninggalkan Ternate dengan meratapi kekalahan dan masa lampau
mereka yang penuh kekerasan, arogansi dan pertumpahan darah. Mereka pergi
dengan membawa serta kenangan buruk yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya
bahwa mereka harus menghadapi akhir kekuasaanya secara menyedihkan. Pada tahun
1606, Gubernur Spanyol Don Pedro da Cunha menyerbu dan menguasai benteng ini.
Namun, sejak VOC melancarkan kegiatan niaganya secara intens, Spanyol ternyata
tidak mampu bersaing dengannya dan hanya mampu bertahan karena kemurahan hati
para Gubernur Belanda yang ada di Ternate. Oleh sebab itu, pada 1662 otoritas
Spanyol di Manila memutuskan menutup garnisunnya di Maluku dan menarik kembali
pasukan-pasukannya dari Maluku untuk menghadapi penyerbuan besar-besaran bajak
laut Tiongkok yang akan mengambil alih Manila. Pada 1663, penarikan pasukan
Spanyol dari Maluku dimulai, dan sebelum diberangkatkan ke Manila, pasukan
Spanyol sempat membumihanguskan benteng Gamlamo agar tak direbut oleh Belanda.
Benteng
Kastela ini memiliki lahan seluas 2.724 m² dengan bentuk persegi empat,
dan tersusun dari batu gunung dan batu kapur. Bagian-bagian benteng Kastela
yang sekarang masih bisa diidentifikasi hanyalah bastion dan menaranya saja, sedangkan
sisanya hanya berupa reruntuhan. Kendati demikian, benteng pertama peninggalan
Portugis ini masih memperlihatkan sisa kemegahannya di atas puing-puing yang
ada.
Dulu,
di dalam benteng ini terdapat sebuah lonceng buatan Perio Diaz Bocarro tahun 1603
yang didatangkan langsung dari Portugal. Ketika Portugis meninggalkan Ternate,
lonceng bersejarah itu dipindahkan VOC dan digantung di pintu masuk benteng Oranje hingga 1950, dan sejak 1951 dipindahkan dan disimpan pada gereja Katolik
(Gereja Batu) di Ternate. Tapi, ketika penulis berkunjung ke benteng Oranje dan
naik ke atas bastion menuju atas pintu gerbang utamanya, sepertinya lonceng
tersebut telah ada lagi di situ. ***
[161014]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar