Alun-alun
Merdeka, sebutan untuk alun-alun yang berada di tengah Kota Malang, merupakan
pusat kegiatan (civic center) Kota
Malang. Dari tahun 1887 dan 1914 terlihat bahwa alun-alun sangat domina sekali.
Alun-alun adalah pusat administrasi yang berfungsi sebagai kontrol atas
produksi atau hasil perkebunan. Pola pemukiman terbentuk akibat konsep
kepentingan ekonomi tersebut. Sehingga, wajar bila alun-alun Merdeka menyimpan
banyak memori. Bukan sekadar menyediakan ruang hijau belaka tapi juga telah
memberikan magnet tersendiri bagi kemunculan bangunan publik yang berada di
sekeliling alun-alun tersebut. Di sebelah utara terdapat Bank Indonesia, di
sebelah barat ada GPIB Immanuel, Bank Mandiri KCP Malang Merdeka, dan di
sebelah selatan terdapat Kantor Perbendaraan dan Kas Negara serta Hotel
Pelangi.
Hotel
ini terletak Jalan Merdeka Selatan No. 3 Kelurahan Kauman, Kecamatan Klojen,
Kota Malang, Provinsi Jawa Timur. Lokasi hotel ini berada di selatan alun-alun
Kota Malang, dan berseberangan dengan Bank Mandiri KCP Malang Merdeka.
Secara historis, Hotel Pelangi beberapa kali mengalami pergantian nama. Pada 1860, seorang Belanda bernama Abraham Lapidoth (1836-1908) membangun sebuah hotel yang kemudian diberi nama Hotel Lapidoth. Hotelnya masih berbentuk sederhana, menyerupai pendopo. Kemudian pada tahun 1870 namanya berganti menjadi Hotel Malang.
Secara historis, Hotel Pelangi beberapa kali mengalami pergantian nama. Pada 1860, seorang Belanda bernama Abraham Lapidoth (1836-1908) membangun sebuah hotel yang kemudian diberi nama Hotel Lapidoth. Hotelnya masih berbentuk sederhana, menyerupai pendopo. Kemudian pada tahun 1870 namanya berganti menjadi Hotel Malang.
Hotel
Malang sempat beroperasi untuk beberapa lama, akan tetapi setelah pemiliknya
meninggal, Hotel Malang akhirnya dijual lalu dirobohkan. Lalu, Pemerintah
Hindia Belanda membangun kembali hotel yang telah dihancurkan tersebut, dan
kemudian diresmikan pada tahun 1915 dengan nama Palace Hotel. Pada waktu itu
diresmikan, daerah tersebut dikenal dengan nama aloen-aloen straat.
Tahun 1942, Palace Hotel diambil alih pihak Jepang dan diganti namanya menjadi Hotel Assoma. Pada masa pendudukan Jepang, sekitar awal tahun 1942 Palace Hotel diambil alih pihak Jepang dan diganti namanya menjadi Hotel Assoma. Lalu, kembali lagi menjadi Palace Hotel pada tahun 1945 sampai selesainya Agresi Militer Belanda tahun 1947, yang membawa kerusakan berat pada bangunan Palace Hotel tersebut hingga terbengkelai untuk beberapa waktu lamanya.
Pada tahun 1953, Palace Hotel dibeli oleh seorang pengusaha kontraktor dari Banjarmasin yang bernama H. Sjacran Hoesin (1920-1999). Oleh Sjachran, bangunan Palace Hotel yang telah rusak berat tersebut kemudian dibangun kembali. Pembangunan tersebut berhasil mengembalikan ke dalam bentuk aslinya, akan tetapi menara kembar yang ada di tengah-tengah hotel tersebut tidak bisa dipertahankan kembali. Setelah selesai, Palace Hotel diganti namanya menjadi Hotel Pelangi oleh pemiliknya pada tahun 1964 hingga sekarang, yang dilanjutkan oleh generasi penerusnya dari keluarga Sjachran.
Saat
ini, Hotel Pelangi yang berarsitektur kolonial berkembang menjadi hotel bintang
3 dan banyak mengalami perubahan, baik fasilitasnya maupun dalam bidang
pelayanannya. Peran hotel sekarang tidak hanya pada sektor penginapan saja
namun berkembang menjadi tempat-tempat pertemuan atau seminar-seminar penting.
Sebagai
hotel lawas yang bernilai historis,
Hotel Pelangi pantas menyandang sebagai bangunan cagar budaya di Kota Malang
yang harus tetap dipertahankan. Karena tamu yang menginap di hotel ini bisa
merasakan suasana keklasikan yang penuh romantisme sambil menikmati hiruk pikuk
suasana urban yang ada di Kota
Malang. *** [260415]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar