Setelah langgar atau mushalla yang dibuat oleh Sayyid
Ali Rahmatullah (Raden Rahmat) yang berada di Kembang Kuning dan beliau sempat
berdakwah, lalu langgar tersebut dipercayakan
untuk diasuh oleh salah satu muridnya yang bernama Wirosroyo.
Lantas
Raden Rahmat melanjutkan perjalanannya menuju Ampel Denta (yang kelak bergelar
Sunan Ampel) dengan menyusuri Kali Mas. Sesampainya di sebuah delta tempat
pertemuan antara Kali Mas dan Sungai Pegirian, Raden Rahmat tertarik untuk
tinggal beberapa waktu sambil menjalankan dakwahnya di daerah tersebut. Daerah
tersebut sudah membentuk perkampungan yang dikenal dengan nama Peneleh. Nama Peneleh lahir di zaman Kerajaan
Singasari. Asal kata peneleh berasal
dari tempat tinggal Pangeran Pinilih (pilihan), putra Raja Wisnuwardhana, yang
memiliki pangkat setara dengan bupati. Pangeran tersebut kemudian diangkat
menjadi pemimpin di daerah yang berada antara pertemuan dua sungai tersebut.
Lalu, Raden
Rahmat mengajak menepi dan mencari tempat untuk tinggal. Mereka akhirnya
mendapat lokasi untuk dijadikan tempat tinggal yang begitu jauh dari Kali Mas.
Di tempat baru itu, Raden Rahmat juga mendirikan sebuah mushalla yang lebih
besar ketimbang mushalla yang dibangun di Kembang Kuning.
Setelah beberapa waktu berdiam di Peneleh, dan melakukan syiar dari mushalla tersebut, Raden Rahmat beserta rombongan melanjutkan perjalanannya ke Ampel Denta melalui Kali Mas. Ampel Denta terletak di pesisir utara. Di sana, Raden Rahmat dipinjami lahan yang cukup luas oleh Raja Brawijaya V.
Pada
awalnya, mushalla yang didirikan di Peneleh ini masih begitu sederhana meskipun
sudah lebih bagus atau lebih luas ketimbang mushalla pertama (langgar Kembang Kuning) yang dibangun di
Surabaya. Sehingga, mushalla di Peneleh ini merupakan tempat ibadah umat Islam
yang kedua yang didirikan oleh Raden Rahmat beserta rombongannya.
Sekitar
tahun 1800, mushalla peninggalan Raden Rahmat diadakan renovasi menjadi Masjid
Peneleh. Pada saat renovasi tersebut, bangunan di dalam masjid tetap
dipertahankan seperti aslinya yang ditopang oleh sepuluh tiang penyangga dari
kayu jati, dan langit-langitnya pun juga terbuat dari kayu jati. Sedangkan
bagian luarnya, dibuat dinding yang tinggi dengan pintu dan jendela yang besar.
Sepintas bangunan ini mirip dengan gaya arsitektur yang ada di Gedung Grahadi yang
berlanggam Indische Empire.
Pada tahun
1945, di masa kemerdekaan, kubah masjid tersebut pernah terkena sambaran
tembakan meriam Belanda dari arah Jembatan Merah. Kubahnya tidak hancur tapi di
sisi timurnya sedikit mengalami kerusakan. Lalu, langsung diperbaiki.
Sekitar
tahun 1970, serambi masjid mengalami perluasan tanpa mengubah ornamen dalam
maupun keaslian masjid tersebut.
Sepintas bangunan tembok Masjid Peneleh ini, kualitasnya mirip dengan Masjid Ampel. Sehingga, pada waktu itu, kemegahan masjid seluas 950 m² ini tidak diragukan lagi. Keelokan masjid ini terpancar setelah dilakukan renovasi pada 1800 dengan dipasangi hiasan kaca-kaca patri di setiap ventilasi di sela-sela atap.
Seiring
perkembangan zaman, dilingkungan masjid tersebut semakin berubah menjadi
pemukiman yang padat. Masjid Peneleh, secara administratif terletak di Jalan
Achmad Djais Gang Peneleh V No. 41 Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, Kota
Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Lokasi ini tidak begitu jauh dengan rumah HOS
Cokroaminoto yang berada di Gang Peneleh VII maupun berjarak sekitar 400 meter
dari Kerkhof atau makam orang Belanda.
Semula
masjid tersebut bisa disaksikan dari tepi Kali Mas, kini sudah terhimpit oleh
bangunan rumah milik warga. Hal ini menyebabkan pamornya kalah dengan MasjidRahmat yang ada di Kembang Kuning maupun Masjid Ampel. Padahal sampai tahun
1900-an, daerah ini masih menarik untuk disinggahi tapi sekarang seolah-olah
terbenam. Bahkan, masyarakat Surabaya sendiri jarang yang mengetahuinya.
Sebenarnya,
bila kawasan Kampung Peneleh ini direvitalisasi secara komprehensif dan
integratif, kawasan kuno ini bisa menjadi potensi wisata heritage andalan bagi Kota Surabaya. Karena situs lawas Kampung Peneleh ini sarat dengan
nilai sejarah dengan bertebarannya bangunan kuno yang terdapat di kampung ini.
Mulai dari pemukiman lawas, bangunan publik bergaya kolonial, masjid
peninggalan salah seorang Walisanga maupun De
Begraafplaats Peneleh. *** [080214]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar