Bila
Anda sedang berjalan-jalan atau berbelanja di Jembatan Merah Plaza (JMP),
jangan lupa sempatkan mengunjungi bangunan lawas
yang ada di dekat lokasi tersebut, yaitu Penjara Kalisosok. Penjara ini
terletak di Jalan Kasuari No. 7 Kelurahan Krembangan Selatan, Kecamatan
Krembangan, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Lokasi penjara ini berada di
sebelah barat Kantor Telkom Surabaya Unit Pelayanan dan Perbaikan (Telkom
Garuda), atau Gedung Eks De Javasche Bank Surabaya.
Penjara
ini merupakan warisan dari pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem
Daendels. Daendels, memerintah Hindia Belanda dalam waktu yang cukup singkat,
yaitu dari tahun 1808 sampai tahun 1811, atau sekitar 3,5 tahun. Tapi warisan
yang ditinggalkannya baik dalam bidang pemerintahan maupun pembangunan fisik
yang dirintisnya mempunyai pengaruh yang sangat besar sampai akhir abad ke-19.
Di
Surabaya, Daendels memerintahkan pembangunan benteng Lodewijk (kemudian
dibongkar pada tahun 1870), memperbaiki tempat kediaman ‘penguasa Jawa bagian
timur’ (Gezaghebber van het Oost Hoek)
di kompleks Taman Simpang dengan arsitektur Indische
Empire (sekarang dikenal dengan nama Gedung Grahadi), serta memindahkan
rumah sakit militer di Kota Bawah (daerah Jembatan Merah) ke daerah Simpang.
Selain itu, Daendels juga menganjurkan untuk membangun penjara yang besar dan
kokoh.
Pembangunan penjara tersebut dimulai pada tanggal 1 September 1808 dengan biaya 8.000 gulden. Pembangunannya memakan waktu 9 bulan, dan pengerjaan fisiknya dipercayakan kepada kontraktor Belanda, N.V. De Hollandsche Beton Maatschappij. Pembangunan penjara ini bisa cepat karena memodifikasi bangunan loji VOC yang cukup luas. Jadi, penjara tersebut awalnya gedung besar milik VOC yang ‘disulap’ Daendels menjadi penjara.
Penjara
ini menempati lahan seluas 3,5 hektar, yang oleh Pemerintah Hindia Belanda
digunakan sebagai penjara bagi orang-orang pribumi yang melakukan tindak
kriminal maupun yang melakukan perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda.
Namanya dikenal sebagai Penjara Kalisosok (De
Kalisosok Gevangenis), karena nama Kalisosok berasal dari Kampung Sosok
yang lokasinya memang tidak jauh dari Kali Mas, tepatnya berada di sebelah
utara penjara hingga Kebalen. Dulu, alamat penjara ini berada di Jalan Penjara No.
7 kemudian sekitar tahun 1987 terjadi perubahan nama jalan menjadi Jalan
Kasuari No. 7 Surabaya.
Mengenai
kehidupan di dalam Penjara Kalisosok ini, Dukut Imam Widodo dalam bukunya Soerabaia Tempo Doeloe: Buku 2,
menjelaskan dengan gamblang bagaimana situasi dan kondisi di dalam penjara
tersebut kala itu. Kalisosok, Penjara Paling Brutal!
Pada
masa pendudukan Jepang, penjara ini diambil alih dan digunakan menjadi kamp
interniran. Orang-orang Belanda bersama keluarganya banyak yang dijebloskan ke
penjara ini, termasuk juga orang asing yang tinggal di Surabaya pada waktu itu.
Pada 26 Oktober 1945 di penjara Kalisosok terjadi peristiwa yang dikenal dengan insiden Kapten Huiyer. Hal ini bermula kedatangan seorang perwira Koninklijke Marine (AL Belanda), Kapten P.J.G. Huiyer, ke Surabaya untuk melihat keadaan Surabaya paska menyerahnya pasukan Jepang. Huiyer datang dari Belanda dengan pesawat pengangkut Sekutu, atas utusan Komandan AL Belanda, Laksamana Helfrich, lewat perintah resmi komandan Sekutu, Laksamana Patterson.
Misi
resminya tak lain adalah misi Rehabilitation
Allied Prisoners of War and Internees (RAPWI), sekaligus mengemban ‘misi
tambahan’ untuk memlihat situasi Surabaya jelang kedatangan Sekutu. Dalam
penyamaran ini akhirnya misi Huiyer di Surabaya kian kentara bahwa perintah
resmi RAPWI yang dibawahnya hanya kedok NICA (Nederlandsch Indie Civil Administratie) untuk menguasai Surabaya
lagi.
Pada
7 Oktober 1945, situasi sudah tak memungkinnya bertahan di Surabaya. Dia hendak
kabur ke Jakarta yang sialnya tak ada pesawat untuk membawanya ke Jakarta.
Pilihan kereta api baru didapatnya dua hari kemudian.
Tapi
ketika baru sampai di Kertosono, kereta ditahan para pemuda. Huiyer sempat
berusaha menyamar sebagai orang Inggris, tahu ketahuan gara-gara tak sengaja
mengeluarkan kata umpatan ‘God Verdomme’.
Huiyer
sempat diinterogerasi di Jombang dan kemudian, dibawa kembali ke Surabaya untuk
dilucuti senjatanya di Kantor Polisi. Kepala Polisi setempat memilih
mengamankannya ke gedung bekas Konsulat Inggris demi mencegah amukan rakyat.
Tapi
kemudian Huiyer tetap diseret ke Penjara Kalisosok pada 16 Oktober 1945. Pada
26 Oktober 1945 pasukan khusus Inggris di bawah pimpinan Kapten Shaw menyerbu
penjara Kalisosok untuk membebaskan Huiyer, dengan menjebol dinding tembok
bagian belakang gedung penjara.
Antara
tahun 1946 hingga 1949, penjara Kalisosok menjadi tempat para pejuang
kemerdekaan di tahan. HOS Cokroaminoto, K.H. Mas Mansyur, W.R. Supratman,
Soekarno serta pejuang-pjuang lainnya, merasakan pengapnya penjara Kalisosok.
Bahkan ada di antara mereka yang meninggal di penjara tersebut.
Pada
masa Orde Baru berkuasa, penjara Kalisosok masih memainkan peran sebagai bui
terhadap tahanan politik (tapol) Partai Komunis Indonesia (PKI) dan
ormas-ormasnya. Banyak di antara mereka, sebelum diasingkan ke Pulau Buru atau
Nusakambangan harus mendekam dan mendapatkan penyiksaan di penjara Kalisosok.
Seiring
perjalanan sang waktu, penjara Kalisosok pun sempat mengalami perubahan nama
menjadi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Surabaya, atau yang lebih
dikenal dengan Lapas Kalisosok. Sampai akhirnya pada tahun 2000, Lapas ini
mulai dikosongkan. Pengosongan ini, konon berkaitan dengan ruislag yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang pada waktu itu.
Hasil tukar guling antara Kanwil Departemen Kehakiman Jawa Timur dengan PT.
Fairco Jaya Dwipa Jakarta, Lapas Kalisosok menempati bangunan Lapas yang di
Desa Kebonagung, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo yang telah dibangunkan
oleh PT. Fairco Jaya Dwipa di atas lahan seluas 170.000 m²,
sedangkan tanah dan bekas bangunan Lapas yang berada di Jalan Kasuari menjadi
milik PT. Fairco Jaya Dwipa.
Sebuah
kejadian yang amat sangat disayangkan! Sebuah bangunan lawas, kuno nan bersejarah yang telah ditetapkan sebagai bangunan
cagar budaya berdasarkan Surat Keputusan (SK) Wali Kota Surabaya Nomor
188.45/251/402.1.04/1996 dengan nomor urut 42 harus tersingkir dari peradaban
kota. Akankah? Jawabannya sekarang tergantung kepada political will dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. *** [200714]
Kepustakaan:
http://dimensi.petra.ac.id/index.php/ars/article/view/16973/16956
http://lpkalisosok.com/sejarah-singkat/
http://news.okezone.com/read/2015/09/22/337/1219169/misi-seorang-huiyer-jelang-surabaya-inferno
http://www.pemasyarakatan.com/wisata-sejarah-penjara-kalisosok-surabaya/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar