The Story of Indonesian Heritage

Gapura Wringin Lawang


Kehabisan tiket kereta api di Stasiun Gubeng Surabaya menuju Solo menjelang lebaran tidaklah menyedihkan. Justru sebaliknya, bisa berkesempatan berkendara motor dari Surabaya ke Solo. Momen ini tentu tidak bisa hanya diambil capeknya, tapi lebih ke sekali dayung tiga pulau terlampaui. Artinya, sepanjang perjalanan yang berjarak 265 km itu, saya berkesempatan singgah di beberapa situs yang mengandung kekunaan atau bernilai heritage. Salah satunya adalah ketika singgah pertama di Gapura Wringin Lawang.
Gapura Wringin Lawang terletak di wilayah administrasi Dukuh Wringin Lawang, Desa Jatipasar, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur. Lokasi gapura ini tidak terlalu jauh dari jalan utama Surabaya – Solo.
Bangunan Wringin Lawang ini sebenarnya bukan merupakan bangunan candi melainkan sebuah gapura, namun masyarakat lebih mengenalnya dengan nama Gapura Wringin Lawang. Bangunan ini berada di permukaan tanah pada ketinggian 36,42 meter di atas permukaan laut, orientasi bangunan ke arah timur-barat dengan azimuth 279. Bangunan kuno ini telah dikenal sejak tahun 1815 dalam tulisan Raflles, History of Java, yang disebut dengan nama “Gapura Jati Pasar”. Pada tahun 1907 dalam tulisan Knebel, gapura ini dikenal dengan nama “Gapura Wringin Lawang”, dibuat dari bata.
Menurut ceritera sesepuh yang tinggal di dekat lokasi gapura, bahwa sebutan Wringin Lawang dikaitkan adanya dua buah pohon beringin yang mengapit gapura tersebut.


Sebelum dipagar, bangunan ini dalam keadaan rusak dengan tinggi 15,50 meter, kaki dan tubuh gapura masih berdiri, namun pada bangunan sisi utara sebagian tubuhnya dan puncak gapura telah runtuh dan hilang, yang tersisa tinggal 9 meter, sedang bangunan sisi selatan kondisinya masih dalam keadaan relatif utuh, hanya bagian kemuncak saja yang hilang.
Bentuk dasar denah Gapura Wringin Lawang adalah persegi empat, berukuran 13 x 11,50 meter, kaki gapura tingginya kurang lebih 4,70 meter. Struktur kaki terdiri dari bingkai bawah, badan kaki dan bingkai atas. Susunan bingkai kaki gapura terdiri dari susunan pelipit-pelipit rata atau datar, sedangkan badan kaki polos.
Pada gapura tersebut terdapat lorong yang lebarnya 3,50 meter, sedang di sisi timur dan barat terdapat sisa-sisa anak tangga. Tampaknya anak tangga ini semula dibatasi oleh pipi tangga, dan pada sisi sebelah utara dan selatan gapura terdapat sisa struktur bata yang mungkin merupakan bagian dari tembok keliling.
Tubuh gapura mempunyai tinggi 6,60 meter. Tubuh bangunan secara vertikal terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu bingkai bawah tubuh, bidang tubuh dan bingkai atas tubuh. Bingkai bawah terdiri dari susunan pelipit-pelipit rata dan pelipit sisi genta, sedang bingkai atas tubuh menyambung dengan bingkai puncak gapura. Tinggi atap gapura 7,85 meter, atap ini bentuknya bertingkat, dan pada masing-masing tingkatan terdapat hiasan berbentuk menara-menara kecil sedang pada ujung-ujung atap gapura dihiasi dengan antefik-antefik.
Gapura Wringin Lawang termasuk tipe candi bentar, yaitu gapura yang tidak mempunyai atap. Candi benntar biasanya berfungsi sebagai gerbang luar dan suatu kompleks candi atau kompleks bangunan lainnya. Di sebelah barat daya dan tenggara Gapura Wringin Lawang ditemukan pula 15 buah sumur kuno berbentuk segi empat dan silinder. Gapura Wringin Lawang yang nampak saat ini adalah hasil pemugaran tahun anggaran 1991/1992 sampai dengan tahun 1994/1995, dan diresmikan purna pugarnya oleh Menteri Pendidikan dan Kebudyaan pada tanggal 9 September 1995. *** [260714]

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami