Stasiun
Kereta Api Delanggu (DL) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Delanggu,
merupakan salah satu stasiun kereta api yang berada di bawah manajemen PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah
Operasi (Daop) 6 Yogyakarta yang berada pada ketinggian + 133 m di atas
permukaan lain.
Stasiun
Delanggu terletak di Jalan Stasiun, Desa Gatak, Kecamatan Delanggu, Kabupaten
Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi stasiun ini berada di sebelah timur Pasar
Delanggu yang berjarak sekitar 400 m.
Keberadaan
jalur kereta api dari Surakarta menuju Yogyakarta tidak terlepas dari jasa
Kolonel JHR Van Der Wijk, seorang petinggi Koninklijk
Nederlandsch-Indisch Leger (KNIL). Menurut Kolonel JHR Van Der Wijk, kereta
api merupakan salah satu jalan keluar untuk mengatasi masalah pengangkutan dan
akan sangat menguntungkan dalam bidang pertahanan. Ide awal yang ia rencanakan
adalah pembangunan jalur kereta api Batavia-Surabaya melalui Yogyakarta dan
Surakarta. Pemerintah Hindia Belanda menerima ide itu, tetapi jalur yang
dibangun malah menghubungkan Semarang dan Yogyakarta. Hal ini tak terlepas dari
eksistensi Surakarta dan Yogyakarta sebagai Vorstenlanden.
Daerah Vorstenlanden secara harafiah berarti “wilayah-wilayah kerajaan”. Sebutan ini dalam konetks sejarah Nusantara dipakai untuk menyebut wilayah yang sekarang menjadi Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta dan wilayah Surakarta. Kedua daerah ini merupakan wilayah kekuasaan empat kerajaan (catur sagatra) yang menjadi penerus dinasti Mataram. Dua kerajaan ada di Karesidenan Yogyakarta, yaitu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman. Sedangkan, dua kerajaan lainnya berada di Karesidenan Surakarta, yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pura Mangkunegaran.
Pada
waktu itu, daerah Vorstenlanden
terkenal sebagai penghasil tebu (gula) dan tembakau cerutu. Delanggu sebagai
salah satu daerah di bawah kekuasaan Kasunanan Surakarta kala itu, pada 1871
memiliki luas perkebunan tebu mencapai 404 bau dengan hasil produksinya 16.183
pikul. Selain Delanggu yang ditanami tanaman ekspor (tebu/gula), beberapa
kecamatan lain di Klaten juga mendukung ekspor, misalnya saja Kecamatan Wedi,
Kecamatan Gondangwinangun, dan Kecamatan Ceper. Kecamatan Wedi merupakan
wilayah penghasil tembakau utama di Klaten pada masa Hindia Belanda. Pada 1858,
tembakau dari Klaten diekspor ke pasar internasional untuk pertamakalinya oleh
Pemerintah Hindia Belanda.
Melihat potensi Klaten pada saat itu, selesai dibangunnya jalur kereta api yang menghubungkan Surakarta dan Yogyakarta pada 10 Juni 1872 yang merupakan hasil perpanjangan jalur Kemijen-Tanggung (Semarang) yang selesai terlebih dahulu, Pemerintah Hindia Belanda kemudian membangun lima stasiun di Kabupaten Klaten, di antaranya Prambanan, Srowot, Klaten, Ceper, dan Delanggu.
Menurut
catatan sejarah yang ada, Stasiun Delanggu dibangun NV. Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) pada 1884.
Stasiun yang pada masa Hindia Belanda dikenal dengan Het Spoorweg Station van de Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij
in Delanggoe ini, digunakan sebagai tempat pengangkutan hasil komoditas
yang ada di daerah Delanggu, sehingga mempermudah arus distribusi barang hasil
produksi maupun perkebunan dari ataupun ke Delanggu.
Seperti
pada umumnya bangunan stasiun kereta api yang terdapat di Jawa, Stasiun
Delanggu memiliki bagian-bagian yang membentuk fungsi stasiun, yaitu: halaman
depan (front area), bangunan stasiun,
peron dan emplasemen. Handinoto (1999: 51) menjelaskan, melihat fungsinya yang
seragam maka banyak bangunan stasiun kereta api di Jawa dirancang dengan prototype yang sama menurut tingkat
besar kecilnya stasiun tersebut.
Kini,
Stasiun Delanggu masih berfungsi sebagai stasiun pada umumnya, yaitu sebagai
tempat kereta api berhenti untuk menurunkan penumpang (manusia dan barang),
sebagai tempat kereta api berangkat untuk mengangkut penumpang (manusia dan
barang), dan sebagai tempat kereta api bersilang (menyusul atau disusul) yang
memiliki 4 jalur kereta api. Hanya saja kereta api yang mengangkut penumpang
dari stasiun ini merupakan kereta api kelas ekonomi saja, seperti: Sri Tanjung.
Melihat
latar belakang historisnya, bangunan Stasiun Delanggu ini layak untuk menjadi
bangunan cagar budaya (BCB) milik PT. KAI (Persero) yang dilindungi oleh
Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. *** [010515]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar