Kabupaten
Kediri merupakan salah satu tujuan wisata budaya yang memiliki potensi
peninggalan sejarah yang menarik. Sebagai kawasan bekas kerajaan kuno, Kediri
menyisakan beberapa buah cand. Salah satunya adalah Candi Tegowangi.
Candi
ini terletak di Dusun Candirejo, Desa Tegowangi, Kecamatan Plemahan, Kabupaten
Kediri, Provinsi Jawa Timur. Lokasi candi ini berada di timur laut Kota Kediri ±
24 Km atau 4 Km dari Kota Pare.
Untuk
menuju candi ini tidak tergolong sulit karena Jalan Pare – Papar cukup halus
aspalnya. Penanda untuk masuk lokasi candi ini dari jalan tersebut adalah
pertigaan SDN Tegowangi ke utara melewati Kantor Desa Tegowangi.
Lingkungan
candi ini merupakan kawasan pemukiman yang masih tergolong asri. Di sekeliling
Candi Tegowangi terdapat beberapa pohon sonokeling (Dalbergia latifolia) dan pohon sengon (Albizia chinensis), dan tepat di sebelah utara candi ada lapangan
milik Desa Tegowangi.
Menurut Kitab Pararaton, candi ini bernama Candi Tigawangi, sebagai tempat pendharmaan (memuliakan) Bhre Matahun Kapisan, suami Bhre Lasem Kapisan, yang diberi nama Kusumapura. Ia merupakan kawasan dharmmahaji (tempat yang disucikan karena menjadi tempat pendharmaan abu jenazah kerajaan). Dulu semasa Bhre Matahun Kapisan masih hidup, dia pernah mendapat petaka karena sebuah penyakit yang hampir tidak bisa disembuhkan. Kalau tidak mendapat pertolongan dari Dang Hyang Smaranatha dan Dang Hyang Panawasikan, usianya tidak bakal panjang. Dan begitu dia mangkat, diguratkanlah cerita Kidung Sudamala, sebuah kidung pengruwatan pada dinding-dinding pendharmaannya.
Dalam
Kitab Negarakertagama, Bhre Matahun Kapisan, sepupu Prabu Hayam Wuruk, mangkat
pada tahun 1388. Dua belas tahun kemudian sesuai kebiasaan yang berlaku dalam
agama Siwa Buddha, pendharmaannya baru didirikan, yaitu tepat pada tahun 1400
dengan upacara srada, saat Prabu
Hayam Wuruk yang bergelar Sri Rajasanagara berkuasa. Bukan tanpa alasan
pendharmaannya didirikan di Keling. Di daerah ini, dulu Dang Hyang Smaranatha
dan Dang Hyang Panawasikan menghilang tak tentu rimbanya. Menghilang semenjak
Perang Bubat (1357) terjadi. Dan sudah menjadi wasiat Bhre Matahun begitu
meninggal.
Secara umum Candi Tegowangi berdenah bujursangkar menghadap ke barat, berukuran 11,20 m x 11,20 m dengan tinggi 4,35 m. Pondasinya terbuat dari bata, sedangkan batur kaki dan sebagian tubuh yang tersisa terbuat dari batu andesit. Bagian kaki candi berlipit dan berhias. Tiap sisi kaki candi ditemukan tiga panil tegak yang dihiasi raksasa (gana) duduk jongkok, kedua tangan diangkat ke atas seperti endukung bangunan candi. Di atasnya terdapat tonjolan-tonjolan berukir melingkari kaki candi, di atas tonjolan terdapat sisi genta yang berhias.
Pada
bagian tubuh candi, di tengah-tengah pada setiap sisinya terdapat pilar polos
yang menghubungkan badan dan kaki candi. Pilar-pilar itu tampak belum selesai
dikerjakan. Di sekeliling tubuh candi dihiasi relief cerita Sudamala yang
berjumlah 14 panil yaitu 3 panil di sisi utara, 8 panil di sisi barat dan 3
panil sisi selatan. Cerita ini berisi tentang ruwatan (pensucian) Dewi Durga
dalam bentuk jelek dan jahat menjadi Dewi Uma dalam bentuk baik yang dilakukan
oleh Sadewa, salah satu dari Pandawa. Sedangkan, pada tubuh candi terdapat yoni
dengan ceret (pancuran) berbentuk
naga.
Di halaman
candi terdapat beberapa arca, yaitu Parwati Ardhanari, Garuda berbadan manusia
dan sisi candi di sudut tenggara. Berdasarkan arca-arca yang ditemukan dan
adanya yoni di bilik candi maka candi ini berlatar belakang agama Hindu. *** [240515]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar