Selesai
berkeliling Kota Lasem dengan julukan ‘Tiongkok kecil’, perjalananpun
dilanjutkan ke arah barat menuju Kota Rembang. Jalan yang saya lalui sudah
bagus meski sebelum masuk Kota Rembang sedikit ada kemacetan karena adanya
perbaikan jalan (betonisasi). Dulu, jalan ini merupakan Jalan Raya Pos (Grotepostweg) yang dibangun pada masa
pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels.
Lokasi
pertama yang saya kunjungi di Rembang adalah Museum R.A. Kartini. Museum ini
terletak di Jalan Gatot Subroto No. 8 Desa Kutoharjo, Kecamatan Rembang,
Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi museum ini berada di selatan Hotel
Rantina, atau selatan SMA Kartini.
Museum ini didirikan atas prakarsa dari Bupati Rembang Drs. Adnan Widodo (1967) untuk mengenang jasa-jasa tokoh emansipasi wanita R.A. Kartini, yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Rembang dalam hal ini Kantor Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora). Museum R.A. Kartini menempati pendopo yang pernah digunakan sebagai kantor pemerintahan Kabupaten Rembang yang dulu pernah ditinggali oleh R.A. Kartini bersama suaminya KRM Adipati Ario Djojoadhiningrat, Bupati Rembang (1889-1912). Sekilas, bangunan museum ini terlihat berarsitektur khas Jawa dengan pendopo besar di bagian depannya, namun sebenarnya ada unsur kolonial dari bangunan itu, yaitu pada bagian kolomnya. Kolom-kolom bergaya Eropa terbuat dari bahan campuran kapur dan pasir. Ada 20 pilar putih polos, 10 pilar putih besar bergerigi, dan 4 pilar utama berbentuk soko guru dari kayu jati.
Tak
hanya itu, pada bagian pintu gerbang juga mengalami perpaduan arsitekturalnya.
Pintu gerbang yang laiknya sebuah kori
yang ada di kraton. Pintunya besar dan tinggi berbentuk paduraksa yang juga ditopang oleh kolom-kolom tinggi bergaya Eropa.
Sebelum memasuki ruang koleksi Museum R.A. Kartini, pengunjung akan melewati sebuah bangunan penghubung dari bangunan pendopo berbentuk joglo. Bangunan penghubung tersebut juga dihiasi oleh 8 pilar putih tapi berukuran agak pendek ketimbang yang menopang bangunan joglo pendopo. Bangunan penghubung inilah yang menghubungkan joglo pendopo dengan bangunan utama. Bangunan utama terdiri atas beberapa ruang. Ruang utama berada di tengah. Di bagian kiri kanan adalah kamar tidur. Di belakang ruang utama ada ruang besar yang berdenah persegi panjang. Ruang-ruang yang ada di bangunan utama ini yang dijadikan sebagai tempat memajang atau memamerkan koleksi dari Museum R.A. Kartini yang berkisar 133 jumlahnya.
Sebelum memasuki ruang koleksi Museum R.A. Kartini, pengunjung akan melewati sebuah bangunan penghubung dari bangunan pendopo berbentuk joglo. Bangunan penghubung tersebut juga dihiasi oleh 8 pilar putih tapi berukuran agak pendek ketimbang yang menopang bangunan joglo pendopo. Bangunan penghubung inilah yang menghubungkan joglo pendopo dengan bangunan utama. Bangunan utama terdiri atas beberapa ruang. Ruang utama berada di tengah. Di bagian kiri kanan adalah kamar tidur. Di belakang ruang utama ada ruang besar yang berdenah persegi panjang. Ruang-ruang yang ada di bangunan utama ini yang dijadikan sebagai tempat memajang atau memamerkan koleksi dari Museum R.A. Kartini yang berkisar 133 jumlahnya.
Setelah
melewati pintu masuk yang bercorak klasik bercat hijau dengan ornamen yang
dicat kuning, pengunjung akan berada di ruang tengah. Ruang tengah ini berisi
relief R.A. Kartini dan KRM Adipati Ario Djojoadhiningrat, bendera Sang Saka
Merah Putih dan bendera Kabupaten Rembang, silsilah R.A. Kartini dan KRM
Adipati Ario Djojoadhiningrat. Lalu, kiri kanan terdapat ruang penyajian
koleksi yang terbagi beberapa ruangan:
Ruang Pengabdian R.A. Kartini
Ruang Pengabdian R.A. Kartini
Di
dalam ruangan ini terdapat kamar tidur R.A. Kartini yang terbuat dari kayu jati
berukir, bernuansa klasik, serta meja kecil yang sering digunakan oleh R.A.
Kartini di dalam kamar tidur tersebut.
Di
dalam ruangan ini, R.A. Kartini untuk melakukan aktivitas, menulis buah pikiran
dan ide-ide beliau, dan melahirkan putra satu-satunya sampai beliau wafat.
Ruang Kamar Tidur Djojoadhiningrat
Pada
ruangan ini dipamerkan sejumlah foto kenangan Bupati Rembang KRM Adipati Ario
Djojoadhiningrat, baik semasa mudanya maupun setelah menjadi Bupati Rembang.
Dulu, ruangan ini merupakan kamar peraduan Sang Bupati.
Ruang Penyimpanan Koleksi
Ruang
Penyimpanan Koleksi ini menyimpan sejumlah foto R.A. Kartini bersama saudara-saudaranya
sewaktu masih tinggal di Jepara, maupun peristiwa-peristiwa yang terkait dengan
R.A. Kartini.
Ruang Dapur
Pada
ruangan ini terdapat sejumlah alat-alat memasak atau yang berhubungan dengan
dapur, dan satu set meja kursi untuk makan keluarga yang terlihat antik. Di
ruangan ini juga terlihat ada lampu gantung antik dan kolom bergaya Eropa.
Ruangan
ini berisi pajangan lukisan hasil karya R.A. Kartini dan beberapa motif batik
yang pernah dimiliki oleh R.A. Kartini maupun keluarganya.
Ruang Keluarga
Pada
ruangan ini terdapat satu set meja kursi antik yang dulu pernah digunakan oleh
R.A. Kartini dan keluarga serta foto-foto. Selain itu, juga ada lemari kaca
untuk memajang pusaka milik keluarga. Di sini juga terdapat ruang belajar
Kartini. Yang tak kalah menariknya, di ruangan ini terdapat lampu gantung
klasik.
Ruang Habis Gelap Terbitlah Terang
Ruang
koleksi ini berisi pajangan tulisan-tulisan yang pernah dibuat oleh R.A.
Kartini. Tata ruang di sini sesuai dengan nama ruangannya. Tulisannya berwarna
putih, dan latarnya berwarna hitam. Beberapa tulisannya adalah:
“Kemenangan yang seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang boleh
direbut oleh manusia, ialah menundukkan diri sendiri.
Paham lama yang sudah turun temurun, tiada dapat dengan sebentar saja
disisikan akan menggantinya dengan paham baru.
Berkuasa paham yang lama itu, oleh karena masih dihormati orang seluruh
negeri, tetapi tumbuhan muda yang segar itu tentulah akan menang jua.” (Kartini)
“Ada cahaya yang menembus ke dalam kami, cahaya yang mulia dan kudus.
Rasanya seperti kami menerima suatu wejangan! Kami tidak mempunyai takut lagi, kami telah merasa tenteram,
kami percaya! Yang meliputi kami
bukanlah kebahagiaan yang meledak dan bersorak-sorai, melainkan kegembiraan
yang damai, penuh terima kasih. Kami tidak dapat menggambarkan keadaan jiwa
kami, keadaan itu, memang tidak dapat digambarkan, hanya dapat dirasakan.
Hanya kami dapat mengatakan bahwa merasa terima kasih dan bahagia,
bahwa hidup kami menjadi lebih indah karenanya dan perjuangan kami memperoleh
arti yang lebih tinggi. Kami banyak berpikir akhir-akhir ini, kami mencari
terlalu jauh. Kami kira cahaya itu jauh. Padahal itu begitu dekat, selalu ada
di dekat kami. Cahaya itu ada di kami! (Kartini)
“Di sini juga ada seorang wanita tua kepada siapa aku meminta-minta kembang yang mekar di dalam hati. Banyak yang telah diberikan kepadaku, dan ia masih mempunyai banyak lagi, sangat banyak. Akupun ingin tambah, tambah lagi. Ia mau juga memberi lagi kepadaku, tetapi aku harus membeli bunga itu, dengan apa .....? dengan apa aku harus membayarnya .....? lalu dengan sungguh-sungguh keluarlah kata-kata: “Berpuasalah satu hari satu malam.
Selama itu jangan tidur dan tinggallah seorang diri.
Lewat Malam sampailah Siang,
Lewat Badai sampailah Reda,
Lewat Perang sampailah Menang,
Lewat Duka sampailah Suka”. (Kartini)
“Dan siapakah yang banyak dapat berusaha memajukan kecerdasan budi itu.
Siapakah yang dapat membantu mempertinggi derajat budi manusia, ialah wanita,
ibu, karena haribaab ibu itulah manusia mendapat didikannya yang mula-mula
sekali”. (Kartini)
“Suatu kali peristiwa datanglah seorang anak pada seorang wanita tua.
Anak sangat miskin, ia tidak punya apa-apa.
Tetapi tatkala ditanya oleh wanita tua itu “Apakah yang kau inginkan:
makanan, perhiasan, atau pakaian? Maka jawabannya: ‘O, ibu, saya tidak
menginginkan makanan, perhiasan, atau pakaian. Berilah padaku bunga yang mekar
dalam pusat hati!,
Bagaimana pendapatmu?, Didengarkanlah dalam bahasa aslinya begitu manis
terdengarnya permohonan anak itu dalam bahasa sekar: ‘Nyuwun sekar melati,
hingkang mekar harum melati!” (Kartini)
“Kami sama sekali tidak bermaksud membuat murid-murid kami menjadi
orang setengah Eropah atau orang Jawa-Eropah. Dengan pendidikan bebas itu, kami
justru mau membuat orang Jawa menjadi orang Jawa sejati. Orang Jawa yang
menyala-nyala dengan semangat dan cinta terhadap tanah air dan bangsanya, yang
terbuka mata dan hatinya terhadap keindahan-keindahan negerinya, tetapi juga
kekurangan. Kami mau memberikan kepada mereka segala apa yang baik dari
peradaban Barat, bukan untuk mendesak atau mengganti keindahan pribadi mereka
sendiri, melainkan untuk meningkatkannya.” (Kartini)
“Saya tahu, jalan yang saya tempuh itu sulit, penuh onak dan ranjau, Jalan itu melalui batu karang yang
tajam dan lici, jalan itu .......... masih
belum dibuat!. Dan andaikan saya tidak beruntung dapat mencapai tujuan
terakhir, andaikan saya jatuh di tengah jalan, saya akan mati dengan bahagia,
karena bagaimanapun jalannya telah dirintis dan saya telah ikut membangun jalan
itu yang menuju kebebasan dan kemerdekaan wanita bumi putera.” (Kartini)
“Jika kita mencintai, maka yang paling kita inginkan ialah agar supaya
yang kita cintai menjadi bahagia, Bukan begitukah? Maka bahagialah ia yang
banyak mencintai dan banyak dicintai. Saya tidak bicara tentang cinta antara
pria dan wanita. Itu soal yang rumit dan saya tidak mempunyai pendapat mengenai
itu. Saya bicara tentang cinta yang orang rasakan terhadap orang banyak,
meskipun yang satu caranya lain dari pada terhadap yang lain.” (Kartini)
Ruang Koleksi Buku
Pada
ruang ini terdapat sejumlah koleksi surat-surat dan buku yang berhubungan
dengan R.A. Kartini. Surat-surat ditempel pada dinding dengan dilapisi kaca
yang diberi lampu. Buku-bukunya ditaruh pada ruang kaca yang diletakkan di
tengah-tengah ruangan ini. Salah satu buku koleksinya yang cukup terkenal
adalah Habis Gelap Terbitlah Terang.
Setelah
ruang koleksi buku, pengunjung akan mengakhiri perjalanannya melihat-lihat
koleksi yang ada di Museum R.A. Kartini ini. Keluarnya melalui pintu yang sama
ketika masuk ke dalam museum ini, lalu membayar 2.000 rupiah untuk satu orang
pengunjung kepada petugas museum yang berada di depan pintu masuk museum.
Museum
R.A. Kartini yang berada di Rembang ini umumnya dikenal dengan Museum Kamar
Pengabdian R.A. Kartini. Karena lebih banyak berceritera tentang kehidupannya
setelah menjadi istri seorang Bupati Rembang, dan perjuangannya dengan pena,
tinta dan kertas. R.A. Kartini menikah dengan Bupati Rembang KRM Adipati Ario
Djojoadhiningrat tanggal 8 November 1903. Setelah melahirkan putra pertama
bernama R.M. Soesalit, pada tanggal 17 September 1904, beliau wafat.
Namun
dalam masa yang sangat singkat itu, R.A. Kartini telah dapat menanamkan
semangat “gender”, yang sampai sekarang sangat cocok untuk diteruskan. *** [131215]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar