Berbagai
kerajaan besar pernah menancapkan pengaruhnya di Kabupaten Blitar, mulai dari
Mataram Kuno di Jawa Tengah, Kerajaan Kediri, Singosari sampai dengan
Majapahit. Oleh karena itu, di daerah Kabupaten Blitar ditemukan warisan cagar
budaya, baik berupa prasasti, arca-arca, gapura maupun candi. Salah satu tinggalan candi yang terdapat di
Kabupaten Blitar adalah Candi Tepas. Candi ini terletak di Dusun Dawung RT. 02
RW. 03 Desa Tepas, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur.
Lokasi candi ini berada ± 200 meter sebelah barat laut Pasar Tepas, atau tepatnya
berada di samping Pura Surya Darma. Dari Jalan Raya Blitar-Malang berjarak
sekitar 3 kilometer ke arah utara dengan jalan menanjak, sedangkan dari Kota
Blitar berjarak 22 kilometer ke arah timur.
Alvin
Abdul Jabbaar Hamzah dalam skripsinya yang berjudul Identifikasi Bentuk Arsitektur Candi Tepas (FIB UI, 2011)
menerangkan, bahwa penelitian terhadap Candi Tepas ini baru sebatas
inventarisasi. Hal ini didapatkan dari catatan inventarisasi yang dilakukan
oleh R.D.M. Verbeek dalam Oudheden van
Java pada tahun 1891 dengan nomor inventarisasi 553. Dalam inventarisasi
Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur dicatat dengan nomor
176/BLT/95. Selain itu, candi ini juga pernah ditulis oleh N.J. Krom dalam Inleiding tot de Hindoe-Javanische Kunst
pada tahun 1923.
Dalam
pencatatan tersebut, sebagian besar hanya menjelaskan secara singkat tentang
keadaan candi pada waktu ditemukan. Ketika pertama kali ditemukan, candi ini
memang sudah dalam keadaan runtuh. Dalam reruntuhan tersebut, tidak ditemukan
tulisan angka tahun, arca, relief, dan batunya pun sudah mulai aus.
Candi Tepas ini terbuat dari susunan batu trasit dan batu bata (misra). Material batu trasit ini untuk batuan yang menyusuni candi, sedangkan bahan isian dari candi ini serta pondasinya terbuat dari batu bata. Batu trasit adalah batuan vulkanik yang terbentuk di luar perut bumi atau setelah terjadi erupsi. Batuan ini berwarna putih, abu-abu terang dan coklat terang, dan termasuk jenis batuan yang berpori sehingga sangat mudah aus dan lapuk.
Hal
ini yang menyebabkan kapan candi tersebut didirikan sulit dipastikan.
Kronologinya hanya didasarkan pada temuan fisik candi maupun dari sumber
lainnya. Dilihat dari ukuran bata pada candi, dapat diperkirakan bahwa Candi
Tepas berasal dari masa Majapahit. Informasi lain yang memperkuat dugaan
tersebut berasal Kitab Negarakertagama, yang dirunut dari latar keagamaan Candi
Tepas. Pada pupuh 76: 1-4 dari Kitab Negarakertagama berisi tentang
wilayah-wilayah yang termasuk dari Dharmadhyaksa
ring Kasogatan. Dharmadhyaksa ring Kasogatan
merupakan salah satu pejabat dalam pemerintahan masa Majapahit yang mengawasi
hal yang berkenaan dengan agama Buddha. Selain Dharmadhyaksa ring Kasogatan terdapat dua pejabat lagi yaitu Dharmadhyaksa ring Kasaiwan yang
mengawasi hal yang berkenaan dengan agama Hindu dan Mantri Her Haji yang mengawasi hal yang berkenaan dengan para Resi
dan Pertapa.
Pada baris ketiga (stanza 3) pada pupuh 76 tertulis “iwirniŋ darmma kasogatan kawinayanu ļpas i wipularā len kuți [haji, mwaŋ yānatraya rājaḍanya kuwunātha surayaça jarak/ laguṇḍi [wadari, wewe mwaŋ packan/ pasarwwan i lmaḥ surat i pamanikan/ [srańan/ pańiktan, pańhapwan/ damalaŋ tpas/ jita waṇnaçrama jnar i samudrawela [pamuluŋ.” Artinya, lokasi dari dharmas kasogatan kawinaya lěpas (wilayah pendeta Buddhis) adalah: Wipulārama, Kuți Haji, dan Yānatraya, Rājadhānya, Kuwu Nātha, Surayasha, Jarak, Wadari, Wéwé dan Pacěkan, Pasarwwan, Lěmah Surat, Pamaṇikan, Pangitkětan, Panghapwan, Damalung, Těpas Jita, Wanāshrama, Jěnar, Samudrawela, Pamulung.
Candi
Tepas disebutkan dengan Těpas Jita.
Dalam naskah tersebut, Candi Tepas berada dalam wilayah tanggung jawab dari Dharmadhyaksa ring Kasogatan, yang
berarti Candi Tepas memiliki latar belakang agama Buddha. Secara struktural,
Candi Tepas tidak menunjukkan ciri agama Buddha bahkan Candi Tepas memiliki
batu tegak yang menyerupai lingga semu.
Dari
keterangan yang termaktub dalam naskah Kitab Negarakertagama tersebut, Candi
Tepas diperkirakan berdiri sekitar antara tahun 1355 M sampai dengan 1365 M.
Karena Kitab Negarakertagama dibuat pada masa Hayam Wuruk dengan kronologi 1365
M, dan pada waktu Negarakertagama dituliskan, candi tersebut masih berfungsi
untuk kegiatan keagamaan.
Menurut
Darno, seorang juru pelihara Candi Tepas, candi ini berbentuk bujur sangkar
dengan ukuran 8,00 x 8, 00 meter yang berdiri di atas lahan yang sekarang
berukuran 29 x 21 meter. Namun, sebenarnya areal yang dimiliki oleh candi
tersebut lebih luas. Hal ini didasarkan pada 4 patok yang diketemukan di
sekitar candi, yang mirip dengan lingga semu dan juga sisa pagar candi.
Sekarang,
Candi Tepas ini tinggal memiliki sisa bangunan berupa kaki yang sudah tidak
utuh dan tubuh yang hanya mempunyai dua lapis batu trasit. Pintu masuk candi
terdapat di sebelah barat, sedangkan untuk hiasan dan relung sudah tidak dapat
ditemukan, karena sudah mengalami keruntuhan dan tidak ditemukan adanya sisa
batu yang membentuk hiasan di tumpukan batuan candi yang ditemukan. *** [200516]
Kepustakaan:
Alvin Abdul Jabbaar Hamzah, 2011. Identifikasi Bentuk Arsitektur Candi Tepas, dalam Skripsi di FIB UI
Ari Sapto & Mashuri, Pengembangan Wisata Terpadu Berbasis Cagar Budaya, dalam Jurnal
SEJARAH dan BUDAYA, Tahun Kedelapan, Nomor 2, Desember 2014: 126
Tidak ada komentar:
Posting Komentar