Monumen
Nasional (Monas) terletak di Jalan Silang Monas, Kelurahan Gambir, Kecamatan
Gambir, Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta.
Pembangunan
Monas berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 214 Tahun 1959 tanggal 30 Agustus
1959 tentang Pembentukan Panitia Monumen Nasional yang diketuai oleh Kolonel
Umar Wirahadikusumah, Komandan KMKB Jakarta Raya.
Pembangunan Monas baru terwujud ketika Republik Indonesia genap berusia dua windu atas dasar gagasan Presiden Republik Indonesia Pertama Ir. Soekarno, dan pemancangan tiang pertama sebagai awal pembangunan Monas dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1961.
Sayembara
rancang bangun Monas ini awalnya dimenangkan oleh Friederich Silaban dengan
konsep Obelisknya, namun saat pembangunan Soekarno merasa kurang berkenan, dan
kemudian menggantikannya dengan seorang arsitek Jawa bernama Raden Mas
Soedarsono. Soekarno yang seorang insinyur mendiktekan gagasannya kepada
Soedarsono hingga jadilah Monas seperti yang dapat disaksikan sekarang ini.
Pembangunan
Monas dibiayai oleh sebagian besar sumbangan masyarakat bangsa Indonesia secara
gotong royong dan mulai dibuka untuk umum pada tanggal 18 Maret 1972
berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor Cb.11/1/57/72.
Berbentuk Tugu
Ciri
khas Monas adalah berupa sebuah tugu. Bentuk tugu yang menjulang tinggi sekitar
132 m (433 kaki), mengandung falsafah lingga
dan yoni. Lingga menyerupai alu, dan yoni menyerupai lumpang.
Alu dan lumpang adalah dua alat penting yang dimiliki setiap keluarga di
Indonesia, khususnya rakyat pedesaan. Lingga dan yoni adalah simbol dari zaman
dahulu, yang menggambarkan kehidupan abadi, adalah unsur positif (lingga) dan
unsur negatif (yoni) seperti adanya siang dan malam, laki-laki dan perempuan,
baik dan buruk, merupakan keabadian dunia.
Lapangan
Monas mengalami lima kali pergantian nama yaitu Lapangan Gambir, Lapangan
Ikada, Lapangan Merdeka, Lapangan Monas, dan Taman Monas. Di sekeliling tugu
terdapat taman, dua buah kolam, dan beberapa lapangan terbuka tempat
berolahraga. Bentuk tugu peringatan yang satu ini sangat unik. Sebuah batu
obelisk yang terbuat dari marmer yang berbentuk lingga yoni simbol kesuburan.
Di
puncak Monas terdapat cawan yang menopang berbentuk nyala obor perunggu yang
beratnya mencapai 14,5 ton dan berdiameter 6 m serta dilapisi emas 38 kg.
Konon, emas yang untuk melapisinya tersebut merupakan sumbangan dari Teuku
Markam, seorang warga Aceh yang kala itu menjadi salah satu orang terkaya di
Indonesia. Lidah api atau obor ini berupa “Api Nan Tak Kunjung Padam” sebagai simbol
perjuangan rakyat Indonesia yang ingin meraih kemerdekaan.
Pelataran
puncak dengan luas 11 x 11 m, dapat menampung sebanyak 50 pengunjung. Pada
sekeliling badan elevator terdapat tangga darurat yang terbuat dari besi. Dari
pelataran puncak Monas, pengunjung dapat menikmati pemandangan seluruh penjuru
kota Jakarta.
Museum Sejarah
Selain,
bisa menikmati pemandangan Kota Jakarta, di Monas juga terdapat Museum Sejarah.
Pengunjung bisa menyaksikan jejak rekam perjalanan bangsa Indonesia.
Ruang
museum sejarah yang terletak tiga meter di bawah permukaan halaman tugu,
memiliki ukuran 80 x 80 m. Dinding serta lantai di ruangan itu, pengunjung
dapat menyaksikan 51 jendela peragaan (diorama), yang mengabadikan sejarah
sejak zaman kehidupan nenek moyang bangsa Indonesia, perjuangan mempertahankan
kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia hingga masa pembangunan di zaman
Orde Baru. *** [071212]
Kepustakaan:
- Brosur Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Unit Pengelola Monumen Nasional.
- Data dan Informasi Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan NasionalBappenas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar