Setiap
daerah memiliki masjid tertua untuk membuktikan sejarah di daerah
masing-masing. Belum lama ini, hariam Jambi Ekspres (Jawa Pos Group) sengaja
berkunjung ke Dusun Empelu, Kecamatan Tanah Sepenggal, Kabupaten Bungo. Di sana
terdapat masjid tertua di Kabupaten Bungo. Namanya adalah Masjid Al Falah.
Masjid
yang dibangun atas perintah Pangeran Anom tersebut punya arsitektur yang indah
dengan bangunan bergaya Melayu. Masjid kuno itu didirikan pada 1812 serta
dikerjakan bertahap. Hingga akhirnya, bangunannya berbentuk cukup megah seperti
sekarang. Masjid tersebut terus direnovasi.
Beberapa
tokoh masyarakat setempat menjelaskan, Dusun Empelu pernah dipimpin seorang Rio
Agung Niat Tuanku Kitab. Dia disebut-sebut adalah Rio pertama di wilayah
tersebut.
Rio
Agung mengajak masyarakat Desa Empelu bergotong royong mengambil kayu di hutan.
Tujuannya, membangun sebuah rumah ibadah yang pada saat itu kali pertama
disebut Surau Falah. Pendirian awal Masjid Al Falah dikerjakan Rio Agung
bersama masyarakat atas titah Pangeran Anom. Ketika didirikan, bangunan Masjid
Al Falah masih berbentuk rumah panggung yang terdiri atas beberapa tiang.
“Dulu
masjid itu beratap daun rumbia, berdinding kayu, dan berlantai bilah (buluh,
Red). Bentuknya biasa menyerupai rumah adat Bungo. Kata orang dulu, nama masjid
masih disebut sebagai rumah surau. Bentuknya sangat sederhana, jauh dari bentuk
saat ini,” kata tokoh masyarakat Dusun Empelu, Rifa’i.
Masjid
tersebut digunakan untuk kepentingan kemasyarakatan dan pemerintahan. Pada
1827, Surau Al Falah direhabilitasi menjadi bangunan berbatu dengan tembok dari
semen. Pengerjaan dilakukan Abu Kasim dari Pulau Jawa dan telah lama tinggal di
Malaysia. Saat itu nama Surau Al Falah diubah menjadi Masjid Al Falah oleh
Pangeran Anom di bawah pimpinan Raja Demak.
Pada
1837, bangunan masjid kembali direhabilitasi. Rehabilitasi bangunan masjid
dikerjakan seorang pekerja dari Bukittinggi bernama Mangali. Ketika itu
bangunan mulai tampak indah dengan seni arsitektur bangunan serta interior yang
cukup menarik. Selain itu, terkandung simbol-simbol atau makna-makna yang cukup
luas dari bentuk fisik bangunan.
Bila
dihitung, tangga di sekitar masjid berjumlah 17 sebagai tanda jumlah rakaat
dalam salat lima waktu. Kemudian, ada 5 tangga mimbar yang menandakan salat 5
waktu sehari semalam. “Sekarang tidak lagi lima karena sudah dipotong,” ujar
Rifa’i.
Pada
1850, kembali dilakukan pemugaran untuk memperbarui dua menara rendah. Menara
itu terletak di sudut depan masjid seperti saat ini. Saat ini masjid juga terus
dalam proses renovasi. (fth/JPNN/c14/diq)
Sumber:
JAWA POS Edisi Kamis, 17 Juli 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar