Ketika
berkunjung ke Banda Aceh antara 2006 hingga 2010, bangunan tersebut merupakan
Metro Market. Lalu, ketika penulis berkunjung lagi baru-baru ini, bangunan
tersebut telah menjadi Aceh Collection, sebuah swalayan yang menjual aneka
barang dan souvenir.
Bangunan
yang terletak di Jalan Diponegoro No. 74 Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh.
Provinsi Aceh. Lokasi bangunan ini berada di samping Perum Percetakan Negara RI
Cabang banda Aceh, atau di sebelah utara Masjid Raya Baiturrahman.
Sepintas
memang, bangunan tersebut terkesan bangunan komersial penyedia barang kebutuhan
sehari-hari. Namun, bila ditelusur lebih lanjut sesungguhnya bangunan tersebut
menyimpan memori sejarah di Banda Aceh. Ternyata, bangunan tersebut dulunya
adalah Gedung Atjeh Drukkerij
(Percetakan Aceh). Orang Aceh pada waktu itu menyebutnya Atjeh Dokree seusai dengan lidahnya.
Gedung ini pertama kali dibangun sekitar tahun 1900, dan awalnya berbentuk rumah biasa sebagai cabang percetakan swasta Belanda milik Deli Courant yang berpusat di Medan. Akan tetapi, seiring kebutuhan Aceh akan percetakan yang lebih baik, dari rumah biasa tersebut dibangunlah gedung yang representatif seperti sekarang ini, dan diberi nama Atjeh Drukkerij. Bagian bawah gedung ini terbuat dari beton, sedangkan struktur bangunannya terbuat dari kayu pilihan dan memiliki dua lantai.
Foto
lawas yang diunggah oleh Tropen
Museum, memperlihatkan keindahan Gedung Atjeh
Drukkerij tersebut karena gedung tersebut pada 7 Januari 1937 dihias
lampu-lampu pada malam hari untuk merayakan pernikahan Ratu Juliana dan
Pangeran Bernhard. Di samping itu, dulu di depan Gedung Atjeh Drukkerij dilintasi oleh rel kereta api menuju Stasiun Atjeh Spoor.
Sebagai
perusahaan percetakan pertama di Aceh, Atjeh
Drukkerij telah banyak mengeluarkan hasil percetakannya, seperti buku,
foto, dan kartu pos. Beberapa cetakan buku Atjeh
Drukkerij adalah buku yang disusun oleh A. Struijvenbeg, yaitu: Korps Marechaussee op Atjeh – 1930, Korps
Marechaussee op Atjeh Overzicht van de Geschiedenis vanaf oprichting tot en met
1913, dan Het Korps Marechaussee
1890-1930. Selain itu, Atjeh
Drukkerij juga mencetak koran Belanda, “Het
Nieuwsblad voor Atjeh”. Koran ini terbit sekali dalam dua minggu, dan
sirkulasinya untuk kalangan Belanda maupun para pedagang Tionghoa.
Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), percetakan ini berubah nama menjadi Gunseikanbu Inatsu Kojo, dan menerbitkan surat kabar Jepang bernama Atjeh Sinbun. Kemudian, dari gedung ini pulalah tercatat dalam sejarah ketika Pemerintah Darurat RI (1945-1949) mempercayakan Atjeh Drukkerij mencetak Oeang Repoeblik Indonesia Daerah (ORIDA) wilayah Aceh.
Pada
tahun 1950, percetakan ini diambilalih oleh Pemerintah Republik Indonesia dan
namanya berubah menjadi Percetakan Republik Indonesia. Pada tahun 1960, gedung baru
Percetakan Negara RI di Banda Aceh mulai dibangun. Gedung tersebut persis
berada di samping Gedung Atjeh Drukkerij
ini.
Meski
Gedung Atjeh Drukkerij tidak terlihat dari 64 Daftar Situs/Bangunan Cagar Budaya
di Banda Aceh yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata pada tahun
2012, namun berdasarkan nilai historis yang memuat memori kekunaannya
seharusnya Gedung Atjeh Drukkerij
tersebut layak menjadi bangunan cagar badaya (BCB) yang harus dirawat, dan
dilestarikan. *** [300315]
Artikel yang sangat menarik. Mohon kiranya dibagikan sumber yang memuat informasi mengenai Atjeh Drukkerij ini. Terima kasih.
BalasHapus