Koridor Jalan Malioboro menjadi salah satu simbol bagi Kota Yogyakarta dan mempunyai
fungsi bangunan bersejarah yang ada di kota tersebut. Meskipun dari dulu hingga
kini Koridor Jalan Malioboro tetap menjadi kawasan perdagangan (komersial),
namun masih menyisakan sejumlah bangunan kuno. Karena fungsi bangunan
bersejarah bisa menjadi penanda sebuah perjalanan bagi daerah tersebut. Salah
satunya adalah Gedung DPRD DIY.
Gedung
DPRD ini terletak di Jalan Malioboro No. 54 Kelurahan Suryatmajan, Kecamatan
Danurejan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi gedung
ini berada di sebelah utara Maliboro Mall, atau selatan Dinas Pariwisata DIY.
Dulu,
bangunan gedung DPRD DIY ini bernama Loge Mataram. Nama resminya dalam bahasa
Belanda adalah Loge Mataram te
Djokjakarta, Nederlands Oost-Indië.
Didirikan pada tahun 1870 bersamaan dengan semakin bertambahnya jumlah
orang Belanda maupun Eropa lainnya yang berada di Yogyakarta. Pada umumnya
mereka menetap di Yogyakarta karena berhubungan dengan pesatnya perekonomian
Yogyakarta dengan hadirnya 17 pabrik gula. Perkembangan industri gula ini
menyebabkan infrakstruktur tumbuh pesat, seperti rel kereta api dan jalan raya
yang menghubungkan pusat-pusat ekonomi dan kawasan penghasil gula. Tidak hanya
itu saja, orang-orang Belanda maupun Eropa lainnya juga menanamkan investasinya
di sejumlah perkebunan tebu untuk memasok pabrik gula yang lumayan banyak itu.
Loge (orang Jawa menyebutnya Loji) bermakna rumah atau gedung yang besar, sedangkan Mataram diilhami para pendiri loge yang sadar akan kebesaran Jawa. Jadi, pilihan nama Loge Mataram ini didasarkan pada keberadaan tempat loge yang dibangun tersebut, yaitu di pusat kerajaan pewaris trah Mataram.
Dahulu,
Loge Mataram ini merupakan pusat teosofi dan gerakan Freemansonry. Freemansonry
atau dalam bahasa Belanda disebut Vrijmetselarij,
merupakan Tarekat Mason Bebas yang
sempat berkembang di Hindia Belanda. Tarekat ini mengumumkan diri sebagai
sebuah organisasi persaudaraan internasional.
Paham
Mason mulai masuk ke wilayah Yogyakarta ditandai dengan pendirian Loge Mataram
di Yogyakarta pada tahun 1870 atas prakarsa tiga puluh orang anggota Mason. Di
antaranya terdapat nama-nama seperti Weijnschenk, Raaff, Soesman, dan Monod de
Froindeville. Mereka adalah orang-orang Indo-Eropa yang kaya, yang pada awal
abad 19 membeli tanah-tanah yang luas dari Sultan dan berhasil
mengembangkannya.
Dalam
perjalanannya, Loge Mataram dikenal juga dengan sebutan Loji Setan. Dinamakan
demikian karena dalam setiap pertemuan Tarekat Mason Bebas tersebut, para
anggotanya sering melakukan aktivitas ritual memanggil arwah-arwah atau
roh-roh. Sehingga, loji tersebut kelihatan angker dan seram.
Pada
masa jayanya Tarekat Kaum Mason Bebas di bawah Timur Agung Nederland di Hindia
Belanda mempunyai sekitar 1.500 anggota, terbagi dalam 25 bentara. Pada masa
pendudukan Jepang, gedung ini digunakan sebagai Kantor Agraria. Kemudian, pada
waktu Yogyakarta menjadi ibu kota Negara Republik Indonesia pada tahun 1946,
gedung ini digunakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta
(DPRD DIY) hingga sekarang.
Pada
masa Agresi Belanda yang ingin merebut kembali Hindia Belanda setelah Indonesia
sudah merdeka, mendapat perlawanan dari rakyat Indonesia. Setiap kehadiran
orang Belanda di Indonesia yang sudah merdeka pada waktu itu mendapat tekanan,
sehingga hal ini menyebabkan anggota Freemansonry
dengan cepat merosot. Semua kegiatan Tarekat Mason Bebas pun akhirnya berakhir
pada Februari 1961 lewat Lembaran Negara Nomor 18 Tahun 1961 di mana Presiden
Soekarno membubarkan dan melarang keberadaan Freemansonry di Indonesia. Lembaran Negara ini kemudian dikuatkan
oleh Keputusan Presiden Nomor 264 Tahun 1962. Sejak itu, loji-loji mereka
disita oleh negara.
Karena
pada waktu disita, gedung tersebut digunakan sebagai DPRD DIY maka fungsi
gedung tersebut tetap dipertahankan hingga kini menjadi gedung DPRD DIY, dan
masih bisa disaksikan kemegahan gedungnya yang memiliki gaya arsitektur Indische Empire Style. Gedung ini
mempunyai kemiripan dengan gedung Freemasonry
yang ada di Jakarta, yang sekarang menjadi Gedung Kimia Farma Jakarta.
Kepustakaan:
Dr. Th. Stevens, 2004. Tarekat Mason Bebas dan
Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan
http://www.academia.edu/12786053/Golongan_Kemasonan_Sekolah_Netral_dan_Masyarakat_Yogyakarta
http://www.tasteofjogja.org/contentdetil.php?kat=artk&id=OTM=&fle=Y29udGVudC5waHA=&lback=a2F0PWFydGsmYXJ0a2thdD0xNyZsYmFjaz0=&page=2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar