Pasar
sebagai pusat kegiatan perekonomian daerah memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat dari struktur bangunan pasar, kondisi fisik
pasar, fasilitas, barang yang diperjual belikan, harga yang diperjual belikan,
dan intensitas kunjungan para pembeli, selain itu latar belakang historis suatu
pasar juga akan mempengaruhi karakteristik suatu pasar. Sebagai contohnya
adalah Pasar Beringharjo.
Pasar
ini terletak di Jalan Jenderal Ahmad Yani No. 16 Kelurahan Ngupasan, Kecamatan
Gondomanan, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi pasar
ini berada di sebelah utara benteng Vredeburg.
Menurut
sejarahnya, keberadaan Pasar Beringharjo tidak lepas dari eksistensi Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Selang dua tahun kratonnya dibangun, Sri Sultan
Hamengkubuwana (HB) I mulai menata nagari
atau ibu kota dari Kesultanan Yogyakarta dengan menggunakan sumbu imajiner
utara-selatan yang berkorelasi dengan Kraton sebagai poros utamanya ke Tugu Pal Putih di sebelah utara dan Panggung Krapyak di sebelah selatan. Konsep
filosofis ini kemudian diwujudkan dalam bentuk jalan yang membentang dan
membelah kawasan Malioboro tersebut. Semula kawasan ini masih berupa daerah
berlumpur yang banyak ditumbuhi pepohonan beringin (Ficus benjamina). Seiring itu pula, Sultan HB I membangun sarana
perdagangan melalui pasar tradisional berupa deretan lapak-lapak saja. Wilayah
pasar ini dijadikan tempat transaksi ekonomi oleh rakyat Ngayogyakarta dan
sekitarnya.
Bermula dari deretan lapak-lapak, pasar tersebut kemudian berkembang bersamaan dengan semakin ramainya ibu kota Kesultanan Yogyakarta. Pada waktu Pemerintah Hindia Belanda mulai mengembangkan pemukiman orang Belanda beserta fasilitas publik lainnya di sekitar kawasan pasar tersebut, yang diikuti pula oleh orang-orang Tionghoa, Sultan HB I menangkap situasi tersebut sebagai peluang untuk mengembangkan pasar yang masih sederhana tapi luas dan ramai itu. Pada tanggal 24 Maret 1925, Sultan HB I memberikan proyek pembangunan los-los pasar kepada Perusahaan Beton Hindia Belanda atau Nederlandsch Indisch Beton Maatschappij. Pada akhir Agustus 1925, 11 kios telah terselesaikan, dan kemudian yang lainnya menyusul secara berrtahap. Pada akhir Maret 1926, pembangunan pasar bergaya arsitektur Art Deco selesai dan mulai dipergunakan sebulan setelah itu.
Sebelum
bernama Pasar Beringharjo, pasar ini lebih dulu populer atau dikenal oleh masyarakat
Yogyakarta dengan nama Pasar Gedhe. Nama Pasar Gedhe diberikan karena pasar itu
merupakan satu-satunya yang terbesar di seputar Kota Yogyakarta pada waktu itu,
serta satu-satunya pula yang terdapat di kawasan jalan utama yang membentang
dari depan Kraton sampai Tugu Pal Putih. Pada masa kolonial Belanda, Pasar
Gedhe ini pernah mendapatkan julukan sebagai Passer Op van Java, yang mempunyai arti pasar terindah di Pulau
Jawa.
Nama
Beringharjo diberikan dan diresmikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwana IX. Kata
“beringharjo” berasal dari gabungan dua kata dari bahasa Jawa, yaitu bering dan harjo. Bering berarti
pohon beringin, dan harjo mempunyai
arti kebesaran. Dengan demikian, Pasar Beringharjo dapat diartikan sebagai
tempat yang diharapkan mampu memberikan pengayoman bagi masyarakat Yogyakarta,
seperti layaknya pohon beringin yang dapat menjadi peneduh dari sengatan
matahari dan terpaan air hujan, yang di kemudian hari diharapkan dapat
memberikan kesejahteraan.
Pasar
ini merupakan bagian dari proses kelahiran Kerajaan Islam yang ada di Pulau
Jawa, yaitu sebagai perwujudan konsep pembangunan Catur Tunggal yang bertujuan
untuk menggenapi keberadaan kraton sebagai pusat kerajaan. Konsep Catur Tunggal
ini meliputi bangunan kraton, alun-alun, masjid dan pasar.
Pasar
Beringharjo merupakan pasar tradisional yang menyediakan berbagai macam barang
dagangan dan fasilitas. Barang dagangan yang tersedia mulai dari hasil bahan
pangan, kerajinan tangan hingga berbagai macam pengolahan kain batik.
Pasar
Beringharjo ini terdiri dari dua bagian bangunan pasar, yaitu Beringharjo barat
dan Beringharjo timur. Beringharjo barat merupakan bangunan tiga lantai yang
pada umumnya didominasi oleh produk garmen dengan segala aksesoris
penunjangnya. Sedangkan, Beringharjo timur juga terdiri dari tiga lantai yang
pada umumnya menjual berbagai macam kebutuhan sehari-hari, seperti
sayur-sayuran, buah-buahan, daging sapi, daging ayam, krupuk, emping, dan aneka
jajan pasar lainnya. Selain itu, di Beringharjo timur ini juga terdapat penjual
tas maupun sepatu namun merupakan produk yang berkualitas sedang, dan bisa
ditawar-tawar.
Pengelolaan
dan pengembangan Pasar Beringharjo diarahkan ke dalam visi yang diemban
oleh Dinas Pengelolaan Pasar Kota
Yogyakarta, yaitu “Terwujudnya pasar tradisional dengan pengelolaan modern
sebagai pusat perkembangan perekonomian, wisata dan edukasi.” Hal ini bisa
dimengerti mengingat daya tarik yang paling signifikan dari Pasar Beringharjo
adalah nilai historis dan lokasinya yang sangat strategis. Lokasinya yang
berada di kawasan Malioboro dengan diapit oleh beberapa tempat wisata populer
di Yogyakarta, seperti Benteng Vredeburg dan Taman Pintar inilah yang membuat
tingkat kunjungan konsumen ke pasar sangat tinggi. *** [160815]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar