Jalan
kaki dari Gedung PSKK UGM menuju Stasiun Yogyakarta usai menghadiri undangan
diskusi dari Medang Heritage Sociery
(MHS), cukup lumayan jauh. Jaraknya mendekati 4 kilometer, namun rasa capek di
kaki serasa menguap manakala menyaksikan bangunan-bangunan lawas yang membentang sepanjang perjalanan. Salah satu bangunan lawas yang masih bisa dilihat adalah
Rumah Sakit Mata Dr. Yap. Rumah sakit ini terletak di Jalan Cik Di Tiro No. 5
Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Lokasi rumah sakit ini berada di sebelah utara BRI Cabang
Cik Di Tiro, dan tidak begitu jauh dari Rumah Sakit Panti Rapih.
Keberadaan
rumah sakit ini tidak lepas dari prakarsa dan usaha dari dr. Yap Hong Tjoen.
Dr. Yap adalah anak muda Tionghoa kelahiran Yogyakarta 30 Maret 1885, yang
berpikiran besar jauh sebelum adanya Indonesia merdeka atau beberapa tahun
sebelum ikrar sumpah pemuda disuarakan.
Era
Hindia Belanda, selain orang Belanda banyak orang yang tidak bisa bersekolah.
Yap Hong Tjoen agak beruntung dibandingkan dengan anak seusianya kala itu,
karena berkesempatan mengenyam pendidikan sampai ke Negeri Belanda. Yap Hong
Tjoeng berangkat ke Leiden untuk melanjutkan studi dengan bidang spesialisasi mata.
Yap Hong Tjoen menjadi mahasiswa Tionghoa dari Hindia Belanda pertama yang
mempertahankan tesisnya di Leiden pada 19 Januari 1919.
Selama
belajar di Negeri Belanda, Yap Hong Tjoen juga gemar melakukan kegiatan di
dalam berbagai organisasi, seperti Chung
Hwa Hui (CHH), Indonesisch Verbond
van Studeerenden (IVS) atau Perserikatan Pelajar Indonesia (PPI). Dari
situlah kemudian timbul hasrat untuk mengamalkan keahlian dan kepandaiannya
kepada masyarakat di Hindia Belanda.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Negeri Belanda, dr. Yap Hoeng Tjoen berusaha merealisasikan cita-citanya setibanya di Hindia Belanda. Dilandasi keinginan menolong masyarakat Hindia Belanda yang menderita penyakit mata dan kebutaan, dr. Yap Hong Tjoen bersama beberapa warga keturunan Tionghoa dan keturunan Belanda mendirikan sebuah perkumpulan yang diberi nama Centrale Vereeniging tot bevordering der Oogheelkunde in Nederlandsch-Indie (CVO). Perkumpulan yang berkedudukan di Batavia ini berdiri pada tanggal 24 September 1920, dan dicatatkan di Notaris Mr. A.H. van Ophuijsen serta diumumkan kepada khalayak melalui media massa Javasche Courant No. 96 tertanggal 30 November 1920.
Pendirian
CVO, memiliki tujuan untuk menolong penderita penyakit mata, memberantas
kebutaan, dan memperbaiki nasib penyandang tunanetra, serta memajukan ilmu
penyakit mata. Untuk mencapai tujuan tersebut maka ditetapkan berbagai usaha,
di antaranya adalah mendirikan rumah sakit dan klinik untuk penderita penyakit
mata, dan memberi bantuan kepada lembaga lain yang bermaksud memberikan sarana
tersebut.
Berdasarkan
kuasa yang diterima oleh CVO, dr. Yap Hong Tjoe membangun sebuah rumah sakit di
atas lahan seluas 2.995 m² di Yogyakarta di Jalan Cik Ditiro (dulu bernama Yap Boulevard). Untuk mewujudkan rumah
sakit ini, Yap Hong Tjoe berusaha mencari dana untuk pembangunannya. Dana yang
diperoleh antara lain dari Pemerintah Hindia Belanda, Kesultanan Yogyakarta,
perusahaan perkebunan dan para dermawan.
Setelah
dana terkumpul, CVO mempercayakan desain bangunannya kepada Eduard Cuypers,
seorang arsitek terkenal berkebangsaan Belanda. Cuypers bekerja dari jarak jauh
di Amsterdam. Fermont dan kolega-kolega lain merealisasikan gagasan Cuypers
dari kantor biro arsitek ternama di Batavia, NV Architecten-Ingenieursbureau Fermont te Weltevreden en Ed. Cuypers
te Amsterdam. Pada tahun tersebut, nama Hulswit sudah tidak dicantumkan
lagi pada nama biro arsitek tersebut karena Hulswit sudah meninggal pada tahun
1921.
Menurut
prasasti yang berada pada dinding teras bawah sisi barat yang berbentuk
persegi, peletakan batu pertama pembangunan rumah sakit mata dilakukan oleh Sri
Sultan Hamengku Buwono VIII pada tanggal 21 November 1922 (De Eerste Steen Geledg Door Z.H Hamengkoe Boewono VIII Op Den 21 Sten
Nov 1922).
Pada tanggal 29 Mei 1923 rumah sakit mata ini diresmikan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Dirk Fock, yang mendapat kuasa dari Ratu Belanda. Rumah sakit mata tersebut kemudian diberi nama Prinses Juliana Gasthuis voor Ooglijders, yang artinya Rumah Sakit Mata Putri Juliana untuk Penderita Penyakit Mata. Selain itu, rumah sakit mata ini juga sering disebut Rumah Sakit CVO, dan oleh CVO sendiri dr. Yap Hong Tjoen diangkat sebagai direktur.
Untuk
melanjutkan cita-citanya dan melaksanakan tujuan pendirian CVO (pasal 2 stauten v/d CVO, tentang tujuan
pada butir (d), yaitu memperbaiki penyandang tunanetra), maka pada tanggal 12
September 1926, dr. Yap Hong Tjoen mendirikan sebuah lembaga yang diberi nama Stichting Voerstenlandsch Blinden Instituut.
Lembaga ini bertujuan memberikan keterampilan kepada penyandang tunanetra yang
berasal dari berbagai pelosok pedesaan.
Pada tahun
1927 Voerstenlandsch Blinden Instituut
mendirikan panti perawatan dan pendidikan keterampilan bagi penyandang
tunanetra. Panti ini kemudian diberi nama Balai Mardi Wuto. Di Balai Mardi
Wuto, para penyandang tunanetra dididik dan diberi keterampilan supaya dapat
mandiri dan menjadi lebih baik kesejahteraannya.
Sampai
sebelum pendudukan Jepang di Indonesia, Prinses
Juliana Gasthuis voor Ooglijders dan Balai Mardi Wuto mengalami
perkembangan yang cukup baik. Banyak penderita penyakit mata dapat tertolong
sedangkan yang mengalami kebutaan banyak ditampung dan diberi pendidikan dan
keterampilan guna membekali hidupnya.
Ketika
Jepang menduduki Yogyakarta pada tahun 1942, Prinses Juliana Gasthuis voor Ooglijders berganti nama menjadi
Rumah Sakit Mata Dr. Yap untuk menghilangkan yang ada hubungannya dengan
pemerintahan penjajah Belanda. Namun demikian, Rumah Sakit Mata Dr. Yap tetap
diusik oleh bala tentara pendudukan Jepang bahkan dr. Yap Hong Tjoen ditangkap
dan ditawan. Sejak saat itu hingga sekarang nama Rumah Sakit Mata Dr. Yap tidak
pernah mengalami perubahan.
Pada tahun
1948, dr. Yap Kie Tiong putra dr. Yap Hong Tjoen kembali ke Indonesia setelah
menyelesaikan pendidikannya di Belanda. Melalui Akta Notaris No. 53 tanggal 17
Juni 1949 dihadapan Notaris J. Hofstade di Semarang, dr. Yap Hong Tjoen
menyerahkan kuasa sepenuhnya kepada putranya dr. Yap Kie Tiong. Selama
kepemimpinan dr. Yap Kie Tiong sampai beliau wafat tanggal 9 Januari 1969 tidak
ada perubahan struktur dewan pengurus. Sebelum meninggal dr. Yap Kie Tiong
sempat menulis sepucuk surat wasiat berkaitan dengan kelangsungan Rumah Sakit
Mata Dr. Yap yang ditujukan kepada Kanjeng Gusti Paku Alam VIII, Soemito Kolopaking,
Soemarman, dan dua orang anggota yang tidak disebutkan namanya. Isi wasiat
tersebut antara lain permintaan mengambil alih Rumah Sakit Mata Dr. Yap guna
kepentingan masyarakat.
Setelah
dr. Yap Kie Tiong tiada, Rumah Sakit Mata Dr. Yap sempat mengalami kekosongan
pimpinan sehingga mempengaruhi kelangsungan kegiatan rumah sakit. Kemudian
dibentuklah yayasan penyantun Rumah Sakit Mata Dr. Yap Prawirohusodo sebagai
pengelola Rumah Sakit Mata Dr. Yap.
Pada
tanggal 1 Agustus 2002 Yayasan Rumah Sakit Mata Dr. Yap Prawirohusodo berubah
menjadi Yayasan Dr. Yap Prawirohusodo sampai sekarang. Yayasan inilah yang
mengkoordinir Rumah Sakit Mata Dr. Yap dan Badan Usaha Sosial Mardi Wuto. *** [010417]
Foto:
Rilya Bagus Ariesta Nico Prasetyo
Kepustakaan:
http://ftp.unpad.ac.id/koran/republika/2011-02-04/republika_2011-02-04_024.pdf
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbyogyakarta/2015/01/29/lintasan-sejarah-rumah-sakit-mata-dr-yap-yogyakarta/
http://www.norbruis.eu/opdrachten/onderzoek-penelitian/cuypers-hulswit/
https://openaccess.leidenuniv.nl/handle/1887/40027
https://repository.usd.ac.id/2650/2/022214134_Full.pdf
http://web.budaya-tionghoa.net/index.php/item/2627-dr-yap-hong-tjoen-pendiri-rs-mata-dr-yap-di-yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar