Pasuruan
pernah tercatat sebagai pelabuhan terbesar di Jawa sebelum abad ke-20. Letaknya
yang berada di muara Sungai Gembong, menjadikan Pasuruan dikembangkan oleh
Pemerintah Hindia Belanda sebagai pelabuhan yang lokasinya tergolong strategis.
Pasuruan sempat dipakai sebagai kota pelabuhan untuk membawa hasil perkebunan
di daerah sekitarnya (hinterland)
langsung ke pelabuhan-pelabuhan di Eropa.
Kondisi
ini menyebabkan Pasuruan tumbuh menjadi kota penting bagi kepentingan
Pemerintah Hindia Belanda. Sehingga tak mengherankan, bila saat ini banyak
dijumpai berbagai bangunan peninggalan kolonial di Kota Pasuruan. Tak hanya
gedung pemerintahan, tempat ibadah, sekolah, gedung pusat penelitian gula,
namun juga bangunan fasilitas publik yang pada waktu itu sangat diperlukan
seiring berkembangnya pemukiman yang ditinggali oleh orang-orang Belanda. Salah
satunya adalah menara air yang berada di pojok utara alun-alun Kota Pasuruan.
Menara air ini terletak di Jalan Alun-Alun Utara, Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Purworejo, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Lokasi menara air ini berada di sebelah barat pendopo Nyawiji Ngestiti Wenganing Gusti, atau sebelah timur TK Suluh Harapan.
Bangunan
menara air ini didirikan pada tahun 1919 oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai
tempat penampungan air yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih
bagi masyarakat Pasuruan, dan sekaligus berfungsi untuk mendistribusikan air
minum bagi warga Pasuruan. Sehingga,
biasanya menara air tersebut dibangun di tengah kota, termasuk yang ada di Kota
Pasuruan didirikan di dekat alun-alun (De
watertoren aan de aloen-aloen te Pasoeroean).
Berkaitan dengan pemenuhan air tersebut, pasokan air untuk menara air (watertoren) tersebut berasal dari sumber air yang terdapat di Desa Umbulan, Kecamatan Winong, Kabupaten Pasuruan. Sumber air Umbulan ditemukan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1916, dan pada tahun berikutnya, yaitu tahun 1917, sumber air tersebut dikelola oleh Inlando Water Bedrijf.
Kendati
ditujukan untuk pemenuhan air minum bagi masyarakat Pasuruan, namun tidak semua
masyarakat Pasuruan dapat memanfaatkan air dari menara air tersebut. Hanya orang-orang
Belanda dan golongan menengah ke atas saja yang diperkenankan memanfaatkan air
tersebut untuk kebutuhan sehari-hari. Masyarakat pribumi masih menggunakan
sumur-sumur untuk memenuhi kebutuhan air dalam kesehariannya.
Bangunan
menara air di Kota Pasuruan ini, sekarang dikelola oleh Perusahaan Umum Daerah
(Perusda) Air Minum Kota Pasuruan, atau yang dikenal dengan PDAM. Menara air
ini bukan sekadar menyediakan air bersih kepada masyarakat melalui sistem
perpipaan, melainkan juga menjadi salah satu ikon yang ada di Kota Pasuruan.
Menara air peninggalan kolonial Belanda ini menjadi heritage yang masih meninggalkan jejak berupa bangunan menjulang
tinggi yang kokoh dan khas. *** [200915]
Sampai sa'at ini saya masih mencari..,seolah olah di hilangkan sejarah mengenai tokoh/pahlawan bedah wilayah pasuruan bangil kedung pandan djabon kupang tanjung sari Sidoarjo..yaitu BAMBANG SUTEDJO..,yg melawan penjajahan secara terang2an utk melindungi rakyat atas beban pajak yg terkesan tinggi pada waktu itu..,bahkan bukti kepemilikan hak atas nama tanah wilayah yg saya sebutkan tadi..,masih atas nama SAMAD/H.DULKARIM(BAMBANG SUTEDJO),anaknya SUKUR/H.MININ,NGATEMO/H.DULSALAM,PONIDIN/H.TOHIR..,apa sengaja di hilangkan utk mengelabuhi atas penjarahan/kepemilikan tanah/lahan,baik berupa sawah,tanah arat,tanah tambak secara ilegal..,lantas apa tugas pertanahan wilayah Kabupaten pasuruan,bangil meluputi kalianyar,kalirejo,kedjng pandan,djabon,kupang,tanjung sari Sidoarjo.... ..,kenapa sampai sa'at ini tdk ada tindakan mengenai kejelasan kepemilikan tanah tersebut kpd ahli waris yg sebenarnya.., trims
BalasHapus