Pada
waktu membonceng sepeda motor menuju SMPN 7 Amahai, pas di tikungan pertigaan
dekat lapangan Nunusaku terlihat bangunan gereja lawas. Bangunan gereja berbentuk limasan ini memiliki pintu utama
yang berbeda dengan gereja pada umumnya. Pintu utama tersebut tidak berada pada
ujung dari bangunan gereja yang menghadap ke jalan tapi berada pada diameter
bangunan gereja yang memanjang. Gereja lawas
tersebut dikenal dengan Gereja Ebenhaizer.
Gereja
ini terletak di Jalan Nona SAR Sopacua, Lingkungan Soahuku, Desa Soahuku,
Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Lokasi gereja ini
berada di timur lapangan Nunusaku.
Sejak
Vereenigde Oost Indische Compagnie
(VOC) berhasil mengusir Spanyol dan Portugis yang lebih dahulu menguasai
Maluku, VOC langsung mengambil alih kekuasaan di Maluku pada tahun 1619.
Kekuasaan ini tidak sekadar menaklukkan Maluku dan menguasai rempah-rempahnya,
namun juga menyebarkan agama Kristen Protestan di Maluku yang sebelumnya sudah
banyak yang memeluk agama Katolik. Pada masa Portugis, imam-imam Katolik gencar
melakukan pekabaran Injil hingga ke daerah-daerah di Maluku. Akan tetapi,
setelah VOC berhasil mengusir Portugis maka para penguasa VOC yang mayoritas
beragama Kristen Protestan berusaha menggantikan mereka dengan pendeta-pendeta
Protestan dari Belanda.
Pada waktu agama Kristen Protestan pertama kali dibawa VOC ke Soahuku melalui Kaibobu, Seram Barat, pada tahun 1624 terjadi penolakan oleh masyarakat yang dibaptis terlebih dahulu secara Katolik. Kemudian para zending yang didatangkan oleh VOC tersebut kembali lagi ke Soahuku pada tahun 1626. Pembawa agama Kristen itu bernama Van Hart.
Langkah
awal yang dilakukan Van Hart adalah dengan mengambil seorang anak dari keluarga
Ruhupessy yang bernama Asina untuk menjadi anak angkatnya. Anak angkatnya
tersebut kemudian dibaptis dengan nama Mozes. Peristiwa ini dimaknai mulai dari
sinilah agama Kristen Protestan berkembang di Soahuku.
Setelah
berhasil melakukan baptisan terhadap rakyat Amahai, zending meminta kepada VOC untuk membangun sebuah gereja. Pada
waktu itu, penguasa VOC menganjurkan agar supaya kedua desa, yaitu Amahai dan
Soahuku, memiliki satu gedung gereja saja. Dalihnya karena kekurangan pimpinan
jemaat serta anggota jemaat masih tergolong sedikit.
Lalu, dibangunlah sebuah gereja yang bertempat di halaman bagian barat dari Gereja Imanuel Amahai. Namun, karena senantiasa bertentangan faham antara jemaat di Desa Amahai dan Desa Soahuku, maka Raja Alfaris Tamaela memerintahkan untuk membuat gedung gereja tersendiri. Kedua desa tersebut bersedia untuk mendirikan bangunan gereja sendiri-sendiri.
Kemudian
masyarakat penghuni kedua desa tersebut akhirnya bergotong royong untuk
memotong kayu besi. Pada saat pemotongan kayu besi terjadilah pertengkaran
hebat antara kedua desa. Hal ini menyebabkan Raja Alfaris Tamaela menolak semua
kayu besi yang dipotong oleh masyarakat Desa Amahai. Lalu, memerintahkan
masyarakat Desa Soahuku untuk mencari kayu Gupassa untuk membangun gereja di
Desa Soahuku, dan tidak boleh menggunakan kayu Lenggua.
Bangunan
gereja yang dibangun di Soahuku tersebut diberi nama Ebenhaizer, dan digunakan
pertama kali pada 31 Oktober 1889 dalam ibadah kebaktian yang dipimpin oleh
pendeta J.J. Kelling serta digenapkan pada
31 Oktober 1924 oleh pendeta C.W. Diip.
Pada
saat kedatangan Jepang di Maluku, berkecamuklah perang antara Belanda dengan
Jepang. Belanda berusaha mempertahankan eksistensi di Maluku, namun Jepang
melakukan bombardir dari udara. Bombardir ini yang dilakukan pada 21 Desember
1943, menyebabkan bangunan gereja Ebenhaizer turut hancur.
Seperti
di daerah lain di Nusantara, kondisi ini menyebabkan ketidakstabilan politik
yang berkepanjangan. Karena setelah Jepang hengkang dari Maluku hingga
Indonesia merdeka, ternyata Indonesia masih didera berbagai pemberontakan dalam
negeri. Setelah dirasa stabil dalam perpolitikan di Indonesia paska peristiwa
penggerogotan dari dalam negeri, kemudian dibangunlah gereja Ebenhaizer
kembali. Peletakan batu pertama dilakukan pada 8 Maret 1958, dan selesai pada
20 Februari 1964. Bangunan gereja yang masih mempertahankan menggunakan kayu
Gupassa ini, diresmikan pada 31 Oktober 1964 oleh pendeta D. Warella dan J.P.
Luhulima.
Sekarang
ini, gereja yang menghadap ke timur ini masih digunakan untuk ibadah kebaktian.
Bangunan gereja yang bisa disaksikan sekarang ini mendekati usia 51 tahun,
namun keberadaan jemaat Ebenhaizer di Soahuku ini sudah ada sejak 226 tahun
yang lalu. *** [011015]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar