Liburan
sehari di Paciran cukup mengesankan. Goresan tinta akan bangunan lawas menjadikan ‘oleh-oleh’ yang tiada
terperi. Dulu, hanya mendengar lewat kisah fiksi dalam novel Tenggelamnya Kapal
Van Der Wijck karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), kini kami
benar-benar berada di lokasi judul novel tersebut. Sebagai penanda akan musibah
tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ini didirikanlah sebuah monumen untuk
mengenang peristiwa itu. Monumen itu dikenal dengan Monumen Van Der Wijck. Monumen
ini terletak di Jalan Raya Pantura Lamongan No. 17 Desa Brondong, Kecamatan
Brondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Lokasi monumen ini berada di
halaman Kantor Pelabuhan Brondong, atau tepat berada di pojok gapura masuk ke
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong.
Sesuai
prasasti yang terpampang pada monumen sebelah barat tertulis “Tanda-Peringatan
Kapada Penoeloeng-Penoeloeng Waktoe Tenggelamnja Kapal “Van Der Wijck” DDO.
19-20 October 1936.” Prasasti ini menandakan bahwa monumen ini dibangun oleh
pemerintah Hindia Belanda untuk mengenang kisah tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck di perairan Lamongan pada tahun 1936, dan sekaligus untuk mengucapkan
terima kasih dari pemerintah Hindia Belanda kepada warga Lamongan yang pada
saat terjadi musibah, telah memberikan bantuan dalam berbagai bentuk dan usaha.
Kapal Van Der Wijck dikenal juga dengan SS Van Der Wijck. Istilah SS digunakan pada kapal bertenaga uap (Steam Ships atau screw-driven steamship). Biasanya inisial SS ditambahkan sebelum nama dari kapal yang dimaksud, seperti SS Van Der Wijck. SS Van Der Wijck merupakan kapal pengangkut penumpang dan barang (passenger and cargo ship) yang menggunakan tenaga uap. Kapal berbendera Belanda ini dibuat pada tahun 1921 di galangan kapal yang terletak di Pulau Fijenoord, terbuat dari besi dengan berat tonase 2.633 gross register ton (grt) dengan ukuran 97,5x13,4x8,5 m. Mesinnya menggunakan 1x3-cyl. Triple expansion engine, single shaft, 1 screw, dan memiliki kemampuan kecepatan jelajah 13,5 knot.
Perusahaan
pembuat badan dan mesin kapal adalah Maatschappij
Fijenoord N.V. Fyenoord, Rotterdam, dan kapal uap tersebut merupakan
pesanan dari Koninklijke Paketvaart
Maatschappij (KPM). KPM adalah sebuah perusahaan pelayaran yang mempunyai
kedudukan hukum di Amsterdam, namun kantor pusat operasinya berada di Batavia.
Perusahaan pelayaran ini mengelola pelayaran regional antar pulau di Hindia
Belanda. KPM inilah yang merupakan cikal bakal Pelayaran Nasional Indonesia
(PELNI).
Kapal
uap ini mengambil nama salah seorang Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang
ke-61, yaitu Carel Herman Aart van der Wijck. Pria kelahiran Ambon pada 29
Maret 1840 ini diangkat sebagai Gubernur Jenderal oleh Ratu Emma van
Waldeck-Pymont dan memimpin dari 17 Oktober 1893 sampai dengan 3 Oktober 1899,
kemudian meninggal di Baarn, Utrecht, pada 8 Juli 1914 yang usianya menginjak
74 tahun. Pada tahun 1921 pemerintah Belanda mengabadikan nama Gubernur
Jenderal ini sebagai nama kapal mewah milik perusahaan pelayaran milik
pemerintah Belanda tersebut.
Charles
Hocking dalam bukunya, Dictionary of
Disasters at Sea during the Age of Steam: Including Sailing Ships and Ships of
War Lost in Action 1824-1962 (Lloyd’s Register of Shipping, 1969)
menyebutkan, pada saat pelayarannya yang terakhir, kapal Van Der Wijck
berangkat dari Surabaya ke Tanjung Priok dengan membawa penumpang dan barang.
Selepas berlabuh dari Surabaya untuk melanjutkan perjalanan ke Batavia, kapal
tersebut terbalik dan tenggelam dalam cuaca yang buruk dekat Tanjung Pakis pada
20 Oktober 1936.
Setelah
ada panggilan S.O.S. dari kapal Van Der Wijck, pesawat terbang dan kapal dari
Angkatan Laut Hindia Belanda menuju ke lokasi untuk memberikan bantuan
evakuasi. Dalam evakuasi tersebut berhasil diselamatkan 167 penumpang dan kru
dari kapal maupun yang mengapung, sedangkan 34 orang ditemukan dalam keadaan
meninggal. Lokasi ini diidentifikasi di Perairan Lamongan sekarang, tepatnya di
Kecamatan Brondong.
Monumen
Van Der Wijck ini menjadi saksi bisu tentang kisah tenggelamnya kapal Van Der
Wijck di daerah Brondong. Hanya saja sangat disayangkan, lokasi monumen
tersebut terhalang pandangan dengan adanya Pos Polisi yang berada gapura pintu
masuk ke TPI Brondong, dan minimnya papan penunjuk adanya monumen tersebut. *** [071115]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar