Gara-gara
ada pembuatan jalan layang dari Jalan Kapten Tendean menuju Blok M, menyebabkan
akses jalan sedikit terhambat. Menghindari penumpukan kemacetan, saya mengambil
arah ke selatan dan mengikuti jalan di dalam perumahan yang besar-besar. Sampai
lampu merah, saya ambil kanan yang jalannya tidak begitu ramai. Tanpa sengaja,
saya melewati gereja yang memiliki bangunan yang khas. Gereja tersebut bernama
Gereja Baptis Indonesia (GBI) Kebayoran.
Gereja
Baptis ini terletak di Jalan Tirtayasa No. 1 Kelurahan Melawai, Kecamatan
Kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta. Lokasi gereja Baptis
ini berada di samping SMPN 13 Jakarta, atau dekat juga dengan Kampus Perguruan
Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
Berbicara
masalah keberadaan gereja Baptis di Indonesia, sesungguhnya tidak bisa
dilepaskan dari kesejarahan Baptisme itu sendiri. Th. Van den End dan J.
Weitjens dalam bukunya, Ragi Carita 2:
Sejarah Gereja di Indonesia 1860-an – Sekarang (PT BPK Gunung Mulia,
Jakarta, 1993), menjelaskan dengan gamblang akan jemaat Baptis di Indonesia.
Aliran Baptis timbul di Inggris sekitar tahun 1600. Ciri khasnya ialah penolakan terhadap pembaptisan anak-anak dan terhadap hubungan erat antara gereja dan negara seperti yang pada masa itu dianut oleh Gereja Katolik Roma dan oleh sebagian besar Gereja-gereja Protestan. Sebetulnya, kedua ajaran yang khas Baptis itu sudah dianut dalam abad ke-16 oleh kelompok-kelompok tertentu, seperti kelompok Anabaptis dan Menonit. Akan tetapi, gerakan Baptisme dalam arti yang sebenarnya dirintis sejak tahun 1608/1609 oleh John Smyth, pendeta salah satu jemaat orang Inggris dalam perantauan di Amsterdam. Yang memisahkan kelompok Baptis itu dari aliran Memonit sehingga tidak bergabung dengannya ialah pandangan Memonit bahwa seorang Kristen tidak boleh bersumpah di depan lembaga pemerintah, tidak boleh menduduki jabatan dalam pemerintahan, dan dilarang masuk tentara. Sebutan “Baptis”, yang baru muncul beberapa dasawarsa kemudian, mula-mula merupakan sindiran dari pihak lawan-lawan, tetapi kemudian dipakai oleh penganut golongan Baptisme sendiri. Salah seorang Baptis yang terkenal pada zaman itu ialah John Bunyan, yang menulis buku Perjalanan Seorang Musafir sewaktu berada di penjara karena keyakinannya (1660-1672). Revolusi Inggris (1689) menetapkan asas kebebasan beragama di Inggris, walau untuk sementara masih terbatas. Mulai tahun 1639, aliran Baptis dibawa pula ke Amerika Utara oleh perantau-perantau dari Inggris. Dalam abad ke-19, gereja Baptis menjadi salah satu gereja Protestan terbesar di Amerika Serikat. Dalam abad ke-19 dan ke-20, aliran Baptisme meluas ke semua benua. Kini ada sekitar 20 juta lebih penganut aliran Baptis (tidak termasuk anak yang belum dibaptis) di 120 lebih negara, 90 persen di antaranya di Amerika Serikat.
Pada tahun 1792, atas prakarsa salah seorang pendeta Baptis yang bernama William Carey, didirikanlah Baptist Missionary Society. Peristiwa ini menandai permulaan sejarah usaha pekabaran Injil modern. Carey mendirikan pusat pekabaran Injil di Calcutta (India). Dari sana usaha pekabaran Injil Baptis meluas ke jajahan Inggris di Asia Tenggara, termasuk ke Hindia Belanda, yang pada tahun 1811-1815 dikuasai Inggris. Antara tahun 1813 dan 1857, 20 utusan Injil Baptis bekerja di Hindia Belanda. Yang menjadi terkenal ialah Nathaniel Ward dan Richard Burton, karena mereka mengadakan perjalanan melintasi pulau Sumatera, yang pada waktu itu belum dipetakan, dan berhasil menerobos sampai Danau Toba. Seorang anak William Carey, Jabez Carey, bekerja di Ambon selama tahun 1814-1818. Karena pemerintah Belanda tidak suka pada kegiatan orang asing di wilayahnya, maka sesudah kembalinya pemerintahan Belanda kebanyakan utusan Injil bangsa Inggris itu kembali ke India. Di Padang, Ward bertahan sampai kematiannya menjelang tahun 1850. Di Semarang, Gottlob Brucker menerjemahkan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Jawa dan dengan demikian mencetuskan gerakan menuju ke agama Kristen di Wiung. Tetapi sesudah kematiannya (1857) tidak ada lagi kegiatan Baptis di Hindia Belanda.
Pada
tahun 1948, tenaga utusan Konvensi Baptis Selatan (Southern Baptist Convention) dari Amerika Serikat yang berjumlah
sekitar 200 orang, harus meninggalkan negeri Tiongkok setelah kaum komunis
mengambil alih kekuasaan di situ. Kemudian pada 1950, Dr. Baker James Cauthen
sebagai Secretary for Orient of the
Southern Baptist Foreign Mission Board mulai melakukan survei ke beberapa
negara Asia Tenggara untuk menggantikan tempat pelayanan kaum Baptis di Asia
setelah adanya penolakan dari Tiongkok. Negara-negara yang disurvei meliputi
Filipina, Thailand, Malaysian dan Indonesia.
Pada
tahun 1951 mereka dialihkan ke Indonesia. Tiga orang utusan Injil Baptis tiba
di Jakarta pada 24 Desember 1951 dengan menggunakan pesawat Royal Dutch Airline. Para misionaris
Amerika itu adalah Buren Johnson, Stockwell Sears dan Charles Cowherd, mereka
dikenal sebagai pelopor Baptis Selatan di Indonesia. Kemudian Cowherd menuju ke
Bandung setelah beberapa waktu istirahat dan berdiam di Jakarta.
Stockwel
Sears pun mulai melakukan pengabaran Injil di Jakarta. Awalnya, kebaktian orang
Baptis menumpang di rumah Pendeta Ais Pormes di Jakarta pada April 1953.
Kemudian pindah di garasi tempat tinggal Pendeta Stockwell Sears yang berada di
jalan Galuh No. 11 Jakarta Selatan. Seiring berjalan waktu, jemaat semakin
bertambah banyak. Akhirnya, memutuskan untuk membeli sebidang tanah di Jalan
Tirtayasa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan yang akan digunakan untuk membangun
sebuah gereja.
Peletakan
batu pertama pembangunan gereja ini dilakukan pada 7 Oktober 1962, dan desain
gerejanya dirancang oleh Ir. Poei. Pada saat gereja sedang dibangun ini, jemaat
diperkenankan untuk beribadah menggunakan salah satu ruang kelas di SMEA 3
Jakarta Selatan.
Setelah
selesai pembangunannya, gereja tersebut diresmikan menjadi tempat beribadah
bagi jemaat Baptis di daerah Kebayoran dan sekitarnya, dan diberi nama Gereja
Baptis Indonesia Kebayoran, atau biasa dikenal dengan Gereja Baptis Kebayoran.
Peristiwa ini merupakan sejarah bagi jemaat Baptis di Jakarta pada khususnya
dan di Indonesia pada umumnya. Konvensi Baptis Selatan itu merupakan golongan
Baptis yang terbesar di dunia. Dalam ajaran, Konvensi Baptis Selatan (KBS) bersifat
ortodoks; gereja ini tidak bergabung dengan Dewan Gereja-gereja se-Dunia. *** [160416]
Kepustakaan:
Th. Van den Ends & J. Weitjens, 1993. Ragi Carita 2: Sejarah Gereja di Indonesia
1860-an – Sekarang, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia
http://gbik.info/index.php/tentang-kami/
http://www.majalahpraise.com/tata-ibadah-gereja-baptis-indonesia-536.html
Semoga bermanfaat ... Mas Aditya, dan Terima kasih telah berkenan membaca sejarah anak negeri ini
BalasHapus