Stasiun
Kereta Api Blitar (BL) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Blitar,
merupakan salah satu stasiun kereta api yang berada di bawah manajemen PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah
Operasi (Daop) 8 Surabaya yang berada pada ketinggian + 167 m di atas permukaan
lain, dan merupakan stasiun (besar) yang berada di paling barat di Daop 8
Surabaya. Stasiun Blitar terletak di Jalan Mastrip No. 75, Kelurahan Kepanjenkidul,
Kecamatan Kepanjenkidul, Kota Blitar, Provinsi Jawa Timur. Lokasi stasiun ini
berada di selatan Kantor Pos Blitar, atau di sebelah timur laut Pasar Templek.
Bangunan
Stasiun Blitar ini merupakan bangunan peninggalan masa Hindia Belanda, yang
pembangunannya bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api Kediri-Tulungagung-Blitar
sepanjang 64 kilometer. Pengerjaan jalur kereta api ini dilakukan oleh Staatsspoorwegen (SS), perusahaan
kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda, yang dimulai pada tahun 1883, dan diresmikan
pada 16 Juni 1884.
Proyek jalur kereta api Kediri-Tulungagung-Blitar ini merupakan bagian dari proyek besar jalur kereta api jalur Timur jilid 1 (Oosterlijnen-1). Pengerjaan proyek jalur kereta api ini dilaksanakan searah. Setelah jalur rel Sidoarjo-Mojokerto-Sembung selesai, maka dilanjutkan jalur rel Sembung-Kertosono-Kediri (1881), dan Kediri-Tulungagung-Blitar (1883-1884).
Pembangunan
jalan kereta api menuju Blitar ini terkait dengan rencana besar pengembangan
jalan kereta api. Pada 1875 rencana itu telah tercantum dalam Rencana Anggaran
dan Pendapatan Staatsspoorwegen dan
pelaksanaan pembangunannya ditetapkan dengan Staatsblad No. 161/1875 tertanggal 6 April 1875. Proyek itu
mencakup pembangunan jalan kereta api Buitenzorg-Bandung-Cicalengka dan
Madiun-Blitar.
Pengadaan
kereta api tersebut pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan pelayaran para
pejabat Belanda dan pengusaha sebagai sarana mobilitas atau alat pengangkutan
hasil produksi perkebunan dan industri mereka. Perlu diketahui bahwa wilayah
Blitar pada waktu itu dikembangkan menjadi pusat industri perkebunan, yang
berada di lereng Gunung Kelud, dan lembah Sungai Brantas. Pada awalnya terdapat
ratusan perkebunan yang berhasil dikembangkan oleh orang-orang Eropa tetapi
pada 1939 tercatat 45 perusahaan perkebunan dengan tanaman budidaya kopi,
karet, kina, tembakau, kapuk, singkong, dan kelapa.
Melihat fungsinya yang seragam maka banyak bangunan stasiun kereta api di Jawa dirancang dengan prototype yang sama menurut besar kecilnya stasiun tersebut. Misalnya stasiun untuk daerah kota atau kabupaten, mempunyai prototype yang sama, demikian juga dengan stasiun untuk daerah-daerah yang setingkat kecamatan. Termasuk Stasiun Blitar ini, awalnya bangunan stasiunnya mirip dengan bangunan Stasiun Probolinggo dan Stasiun Sidoarjo yang bergaya arsitektur Indische Empire, dengan ciri-ciri teras depan yang luas, dan gevel depan yang menonjol. Tapi kemudian pada 1905, bangunan stasiun ini mengalami perombakan, terutama bagian tampak mukanya menjadi berlanggam Art Deco yang ditandai dengan ide bentuk menara, dan pola yang geometris (horisontal-vertikal).
Stasiun
Blitar memiliki 5 jalur. Jalur 1 digunakan untuk jalur sepur lurus yang menuju
ke arah barat, yaitu Stasiun Rejotangan hingga Stasiun Tulungagung. Jalur 2 digunakan
untuk jalur sepur lurus yang menuju ke arah timur, yaitu Stasiun Garum hingga
ke Stasiun Malang. Sedangkan, jalur 3 sampai 5 merupakan persediaan untuk
langsiran kereta api di kala intensitas kereta api lumayan padat, dan juga ada
yang digunakan untuk menuju dipo. Selain itu, di areal stasiun ini juga
terlihat bekas jembatan putar lokomotif.
Dari
lima jalur tersebut, terdapat 3 peron. Satu peron sisi yang rendah dan dua
peron pulau yang tinggi. Pada peron 1 dan 2 dinaungi oleh atap seng yang
ditopang oleh rangka berbahan dasar kayu. Mungkin baru stasiun ini, yang
ditemukan memakai sistem overkapping
seperti ini. Sehingga, memiliki keunikan tersendiri untuk Stasiun Blitar ini. *** [110516]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar