The Story of Indonesian Heritage

Sejarah Singkat Desa Mendalanwangi

Desa Mendalanwangi merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Topografi ketinggian desa ini adalah berupa dataran sedang, yaitu antara 345 meter di atas permukaan air laut. Berdasarkan keadaan data BPS Kabupaten Malang tahun 2009, curah hujan di Desa Mendalanwangi rata-rata mencapai 2.570 mm.
Berdasarkan data administrasi pemerintahan Desa Mendalanwangi tahun 2014, jumlah penduduknya adalah 7.558 orang dengan jumlah 1.929 KK dengan luas wilayah 358,4 hektar. Desa Mendalanwangi terdiri atas tujuh dusun, yaitu Dusun Santren, Dusun Tenggulunan, Dusun Sekar Putih, Dusun Mendalan Wetan, Dusun Suko Anyar, Dusun Mendalan Kulon, dan Dusun Darungan. Sebagian besar penduduknya bermatapencaharian dalam sektor industri di mana pada umumnya masyarakat di Desa Mendalanwangi banyak yang bekerja menjadi buruh di Pabrik Rokok dan Pabrik Gula, engingat di daerah Kecamatan Wagir dan sekitarnya banyak berdiri perusahaan rokok dan satu pabrik gula. Kemudian baru disusul sektor pertanian, yaitu padi dan tebu.
Secara administratif, Desa Mendalanwangi dibatasi oleh wilayah desa-desa tetangga. Di sebelah utara berbatasan dengan Desa Sitiharjo, Kecamatan Wagir. Di sebelah barat berbatasan dengan Desa Sumbersuko, Kecamatan Wagir. Di sisi selatan berbatasan dengan Desa Wadung, Kecamatan Pakisaji, sedangkan di sisi timur berbatasan dengan Desa Kebonagung, Kecamatan Pakisaji. Jarak tempuh Desa Mendalanwangi ke ibu kota Kecamatan Wagir yaitu sekitar 2 kilometer. Sedang jarak ke ibu kota Kabupaten Malang adalah sekitar 13 kilometer.
Dalam Profil Desa Mendalanwangi, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang Tahun 2016, diceriterakan bahwa desa ini pada tahun 1910 sampai dengan 1918 dipimpin oleh seorang petinggi yang bernama Karimun. Pada tahun 1918 sampai dengan tahun 1926 dipimpin oleh seorang Kepala Desa atau petinggi yang bernama Amir. Selanjutnya pada tahu 1926 sampai dengan tahun 1942 dipimpin oleh seorang yang bernama Singo Redjo Warsiman. Pada tahun 1942 sampai dengan tahun 1974, Desa Mendalanwangi dimpin oleh Kepala Desa bernama H. Daman Huri, dan bersamaan dengan itu pada tahun 1946 sampai dengan tahun 1948 juga ada Kepala Desa yang diangkat oleh pihak Kolonial Belanda yang bernama Aliman.
Kemudian setelah itu, ada proses pemilihan Kepala Desa pada tahun 1974 dan Kepala Desa yang terpilih pada saat itu adalah Bakri Singo Redjo yang menjabat hingga tahun 1991. Selanjutnya pada periode 1991 sampai dengan 1998 Desa Mendalanwangi dipimpin oleh seorang Kepala Desa bernama Abdul Shodiq. Lalu, pada tahun 1998 hingga tahun 2013 Desa Mendalanwangi dipimpin oleh Subakir, dan dari tahun 2013 sampai saat ini Desa Mendalanwangi dipimpin oleh Kepala Desa Muchamad Sharoni.
Jauh sebelum itu, sebenarnya di desa ini telah ada kehidupan warganya. Hal ini dikaitkan dengan penemuan reruntuhan candi di Dusun Sekarputih, Desa Mendalanwangi, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang. Desa Mendalanwangi, daerah penemuan reruntuhan candi ini, dijelaskan oleh Dwi Cahyono, seorang arkeolog, dengan mengetahui asal kata. Mendalanwangi tergolong desa yang tua, berasal dari kata “mandala-an”. Mandala berarti lingkaran suci, areal suci dilakukannya ritus keagamaan. Areal suci yang dimaksud adalah bentang lahan di mana candi ini diketemukan. Dengan demikian, desa ini dinamai “Mendalanwangi” lantaran di sini terdapat suatu mandala.
Mandala juga disinyalir sebagai tempat tinggal pendeta yang sangat jauh dari keramaian, yang biasanya disebut wanasrama. Tempat seperti ini mungkin juga dihuni oleh para resi atau kaum pertapa yang hidup mengasingkan diri. Zoetmulder (1995: 642) menyebutkan bahwa mandala adalah lokasi atau lingkungan yang berhubungan dengan kalangan keagamaan dari golongan Siwa.
Wanasrama ini juga disinggung dalam Kitab Negarakertagama pupuh 76 bait 3 yang digubah oleh Rangkwi Padelengan Dang Acarya Nadendra – yang kemudian dikenal dengan nama Mpu Prapanca -  pada tahun 1365 Masehi, sebagai berikut:

lwirniɳ darmma kasogatan kawinayanu lpas i wipularama len kuti haji, mwaɳ yanatraya rajadanya kuwunatha surayaça jarak / lagundi wadari, wewe mwaɳ packan / pasarwwan i lmah surat i pamanikan / sranan / paniktan, panhapwan / damalaɳ tpas / jita wannaçrama jnar i samudrawela pamuluɳ.

(Desa perdikan kasogatan yang bebas dari pajak: Wipulahara, Kuta haji, Janatraya, Rajadanya, Kuwanata, Surayasa, Jarak, Lagundi, serta Wadari, Wewe Pacekan, Pasaruan, Lemah Surat, Pamanikan, Srangan serta Pangiketan, Panghawan, Damalang, Tepasjita, Wanasrama, Jenar, Samudrawela dan Pamulang.)
Slamet Muljana (2006: 391) menguraikan beberapa nama-nama desa yang terdapat pada Pupuh 76 bait tersebut. Panghawan dapat diidentifikasi yaitu daerah Mangliawan, Pakis, Damalung berada di sebelah barat laut Singosari, Tepasjita berada di sebelah timur laut Kesamben, Blitar, Jenar berada di daerah Ngajum, dan Wanasrama diduga Mendalanwangi karena mendalan artinya adalah wanasrama. *** [060417]

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami