Surakarta,
atau yang akrab dikenal dengan Kota Solo, memiliki banyak peninggalan bangunan lawas. Bangunan lawas tersebut bisa
berbentuk kantor pemerintahan, pasar, rumah sakit maupun tempat peribadatan.
Salah satu tempat peribadatan umat Islam yang cukup lama adalah Masjid
Tegalsari. Masjid ini terletak di Jalan Dr. Wahidin No. 34 Kelurahan Bumi,
Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi masjid ini
berada di sebelah utara UD Sabar Motor atau sebelah barat daya Universitas
Nahdatul Ulama.
Masjid
Tegalsari ini didirikan oleh K.H. Ahmad Shofawi. Pembangunannya dimulai pada 28
Oktober 1928, dan selesai pada tahun 1929. Nama lengkap dari K.H. Ahmad Shofawi
adalah K.H. Ahmad Shofawi bin Akram bin Ikram bin Thohir. Pria kelahiran 1879
di Kota Solo ini dikenal sebagai seorang saudagar batik Laweyan yang cukup
kaya, dan dikenal akan kedermawanannya. Ia juga sangat wira’i, cermat, dan berhati-hati dalam menjalankan syariat, tawadhu’ dan rendah hati.
Dengan kekayaan yang dimiliki, K.H. Ahmad Shofawi banyak membantu berbagai macam pihak. Ia turut membantu pembangunan sarana dan prasarana pesantren, di antaranya menyumbangkan tanah seluas 3.500 m² untuk membangun pesantren, madrasah, dan Masjid Al-Muayyad Mangkuyudan, donasi kayu jati untuk masjid di Pesantren Krapyak Yogyakarta, dan Pesantren Sarang, Rembang. Konon, Pesantren Gontor Ponorogo juga memperoleh donasi dari K.H. Ahmad Shofawi kepada tiga utusan Kiai Zarkasyi ketika berada di Solo.
Selain
itu, K.H. Ahmad Shofawi juga membantu kegiatan organisasi Sarikat Dagang Islam
(SDI) yang didirikan oleh K.H. Samanhudi pada tahun 1911. Ia juga membantu para
pejuang kemerdekaan yang tergabung dalam barisan Sabililah maupun Hisbullah,
dengan menyediakan berbagai keperluan yang dibutuhkan oleh para pejuang.
Masjid Tegalsari memiliki luas bangunan sebesar 357 m² dengan panjang 21 m dan lebar 17 meter, yang berdiri di atas lahan seluas 2.000 m². Gaya arsitektur yang dimiliki oleh masjid ini menyerupai corak Masjid Demak dan Masjid AgungKasunanan Surakarta. Desain masjid ini dirancang oleh Prof. K.H. Raden Muhammad Adnan. Nama lain Muhammad Adnan semasa kecilnya adalah Muhammad Shauman. Ia lahir di Kauman, Solo pada 16 Mei 1889. Ayahnya bernama Kanjeng Raden Penghulu Tafsir Anom V, seorang ulama bangsawan sebagai abdi dalem (pegawai) Kraton Kasunanan yang berhubungan dengan masalah keagamaan. Muhammad Adnan menikah dengan Siti Maimunah, putri kedua dari K.H. Ahmad Shofawi. Sehingga, sang arsitek masjid ini tidak lain adalah juga menantu dari pendiri masjid tersebut, yaitu K.H. Ahmad Shofawi.
Seperti
arsitektur masjid-masjid zaman dahulu, Masjid Tegalsari ini mempunyai bangunan
atau ruang utama, serambi kanan dan serambi kiri. Di ruangan utama masjid ini
terdapat 4 pilar atau saka guru yang
terbuat dari kayu jati. Serambi kanan yang berada di sebelah utara disebut pawastren. Keberadaan pawastren ini merupakan permintaan
mendiang Hj. Shofawi untuk dibuatkan ruang khusus bagi jamaah putri untuk
melaksanakan i’tikaf dan shalat
berjamaah.
Lantai pada ruang utama dan pawastren menggunakan batu marmer, untuk dijadikan pembatas dengan bagian ruangan lainnya. Sedangkan di serambi di sebelah kiri tidak memiliki lantai marmer, dan digunakan sebagai ruang yang ada bencetnya. Bencet tersebut merupakan jam matahari yang umurnya sepadan dengan umur Masjid Tegalsari. Bencet ini dibuat oleh K.H. Achmad Al-Asy’ari yang merupakan ulama Tegalsari yang mahir dalam ilmu falak pada masanya.
Selain
bangunan masjid, di lingkungan Masjid Tegalsari ini juga terdapat kolam, jedhing dan bedug. Kolam air dibuat di
sekeliling masjid yang saling berhubungan satu sama lain sehingga air yang
tertampung sangat banyak dan memenuhi syarat untuk mensucikan. Fungsi dari
kolam ini adalah untuk mensucikan orang-orang yang hendak memasuki bangunan
masjid.
Pada
sebelah selatan masjid, terdapat tempat wudlu berupa kolam besar seperti bak
kamar mandi yang lumayan besar dengan panjang 5 m. lebar 3,5 m, dan tinggi 0,7
m. Tempat ini biasa disebut dengan jedhing.
Jedhing ini memiliki atap berbentuk
bangunan joglo yang terbuat dari kayu jati.
Bedug
yang dimiliki Masjid Tegalsari ini merupakan bedug terbesar kedua setelah bedug
yang berada di Masjid Agung Darul Muttaqin Purworejo. Bedugnya terbuat dari
satu kayu utuh yang sangat besar. Bedug ini ini memiliki ukuran panjang 170 cm,
diameter tengah 148 cm dan diameter kanan dan kiri 127 cm. Penggunaan bedug
sebagai pembantu dalam memperingati masuknya waktu shalat yang dilakukan di
masjid tersebut.
Pada
tahun 1986, di lingkungan bangunan Masjid Tegalsari didirikan Lembaga
Pendidikan Takmir Islam yang cukup ternama di wilayah Kota Solo, yang dikelola
oleh alumnus Pesantren Modern Gontor dan IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Lembaga inilah yang kemudian membawahi satuan pendidikan, mulai dari SD hingga
SMA dengan nama Ta’mirul Islam. ***
[010814]
Kepustakaan:
Bashori, Tri Hasan. (2014). Akurasi
Bencet Masjid Tegalsari Laweyan Surakarta Sebagai Petunjuk Waktu Hakiki.
Skripsi di Fakultas Syariah, IAIN Walisongo.
http://duniamasjid.islamic-center.or.id/1089/masjid-jami-tegalsari-surakarta/
http://www.republika.co.id/berita/koran/islam-digest-koran/16/02/14/o2j7ic1-ahmad-shofawi-pebisnis-yang-berjuang-untuk-umat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar