Prasasti
Tugu berasal dari pertengahan abad ke-5 M dengan menggunakan aksara Pallawa
yang disusun dalam bentuk seloka bahasa Sansekerta dengan metrum Anustubh yang terdiri dari lima baris melingkari mengikuti
bentuk permukaan batu. Prasasti ini dipahatkan pada batu berbentuk bulat telur
berukuran sekitar 1 meter.
Dalam
prasasti ini, terdapat pahatan hiasan tongkat yang ada pada ujungnya dilengkapi
semacam trisula. Gambar tongkat tersebut dipahatkan tegak memanjang ke bawah
seakan berfungsi sebagai batas pemisah antara awal dan akhir kalimat-kalimat
pada prasastinya.
Prasasti
ini ditemukan di tepi sungai Cakung, daerah Tugu, Kecamatan Cilincing, Jakarta
Utara. Informasi sejarah yang terdapat di dalam Prasasti Tugu paling lengkap
dan panjang apabila dibandingkan dengan prasasti-prasasti Tarumanegara yang
lain.
Prasasti
Tugu dikeluarkan pada era pemerintahan Purnawamman pada tahun ke-22 sehubungan
dengan peristiwa atau selesai dibangunnya penggalian Sungai Candrabaga dan
Sungai Gomati. Penggalian tersebut dimaksudkan untuk menghindari bencana alam
berupa banjir yang acap terjadi pada masa pemerintahan Purnawarmman, dan
kekeringan yang kerap terjadi pada musim kemarau.
Petikan
prasasti tersebut antara lain menyebutkan sebagai berikut:
"Sebelum Candrabhaga (Kali Bekasi) digali oleh raja diraja, sang Guru yang bertangan kuat, setelah sampai di kota terkenal, masuk ke laut. Pada tahun ke-22 tahtanya yang semakin makmur, Purnawarmman - yang bersinar karena kemakmuran dan kebaikannya serta yang menjadi panji raja-raja manusia - menggali Sungai Gomati yang indah dan bersinar dan berisi air bersih, panjang 6.122 tombak digali dalam 21 hari, dimulai pada paruh gelap hari ke-8 bulan Phalguna dan selesai pada paruh terang hari ke-13 bulan Caitra. Sungai itu melintasi tanah kediaman Sang Kakek dan Penasihat Kerajaan, kini mengalir setelah didoakan oleh para pendeta dengan persembahan seribu ekor sapi." ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar