Kedunglengkong adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Simo, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah, sedangkan dukuh Watu bengkah dan Kedunglengkong berada dalam Desa Kedunglengkong, Kecamatan Simo.
Desa Kedunglengkong terletak di sebelah timur laut kota Kecamatan Simo, tepatnya sebelah selatan Gunung Kendeng. Keadaan tanahnya sebagian tanah dataran dan sebagian lagi tanah pegunungan. Dahulu pada zaman penjajahan, daerah ini merupakan daerah perkebunan, yaitu perusahaan milik orang Belanda. Namun, sekarang daerah ini bila musim kemarau tiba tampak gersang.
Asal mula nama Kedunglengkong, konon pada zaman dahulu Sultan Demak pernah mengirim utusan ke Pengging. Utusan Demak itu dikirim, karena Adipati Pengging yaitu Kebokenanga telah sekian lama tidak menghadap ke Kerajaan Demak. Hal ini berarti Adipati Pengging telah melalaikan kewajibannya.
Diceritakan, bahwa utusan pertama gagal dan diulangi dengan utusan yang kedua. Selanjutnya diutuslah utusan yang ketiga. Kini, Sultan Demak menunjuk Sunan Kudus sebagai utusan terakhir untuk menyelesaikan persoalan. Sunan Kudus menyanggupinya dan beangkat dengan disertai para sahabat beliau menuju Pengging. Bukan hanya sahabat, bahkan Sunan Kudus diberi pengawal prajurit pilihan secukupnya.
Tidak ketinggalan pusaka keraton yang berujud bendhe yang terkenal dengan nama Kyai Macan juga turut serta dikirim, dan semua peralatan yang disiapkan serba lengkap ini diharapkan agar benar-benar dapat berhasil dengan sebaik-baiknya.
Perjalanan beliau beserta para pengikutnya menuju Pengging dengan penuh tanggung jawab. Pada suatu ketika, menjelang waktu dhuhur Sunan Kudus sudah sampai di Pegunungan Kendeng. Atas perintah Sunan, agar semua beristirahat. Sambil menunggu saat untuk shalat dhuhur, beliau memerintah para sahabat agar berusaha, berusaha mencari air untuk wudlu bersama.
Dijawabnya, bahwa sebelum Sunan Kudus memerintah, sebetulnya sebelum itu para sahabat sudah berusaha, namun airnya yang tidak ada. Maklum waktu itu adalah musim kemarau yang berkepannjangan.
Maka diputuskanlah oleh Sunan Kudus, mengajak para pengikutnya untuk shalat bersama, mohon kepada Tuhan air untuk berwudlu bersama. Para pengikut itu mengikuti segala perintah Sunan Kudus. Selesai berdoa, tongkat pusaka Sunan Kudus ditancapkanlah pada sebuah batu yang kebetulan berada di situ, dan ternyata atas permohonannya tadi dapat terkabul.
Dan dengan serta merta, memancarlah air yang melimpah, keluar dari tongkat pusaka Sunan Kudus tadi, sehingga cukuplah dipergunakan semua prajurit Keraton Demak untuk berwudlu bersama.
Usai menunaikan shalat, tampak dari kejauhan dua orang laki-laki yang belum pernah mereka kenal, datang menghampiri tempat mereka berkumpul. Lalu, ditanyalah kedua orang tersebut akan tempat tinggal asalnya. Mereka menjawab bahwa asalnya dari Desa Embel Agung.
Atas kehendak Sunan, dua patah kata embel dan agung tadi agar dijadikan satu saja, yaitu blagung. Selanjutnya Sunan Kudus berpesan, kelak kemudian hari kalau tempat tersebut sudah menjadi ramai, dan dihuni manusia agar dinamakan Desa Blagung (baca: Mblagung) – dan ternyata sampai sekarang masih bernama Blagung (sekarang Kelurahan Blagung) yang letaknya di sebelah timur Kelurahan Kedunglengkong.
Selanjutnya kedua orang dari Blagung tadi diberi pelajaran tentang agama dan amal perbuatan yang baik-baik yang sangat berguna bagi kehidupan mereka di dunia maupun di akherat. Tentu saja mereka sanggup dan berjanji akan melaksanakan sebaik-baiknya.
Selain itu, kedua orang tadi diberi tahu oleh Sunan Kudus, bahwa waktu akan menunaikan shalat tadi mendapat kesulitan air untuk wudlu. Karena kedua orang tadi ditunjuk untuk menjadi saksi dan mereka dianggap sudah menjadi muridnya (Jawa: Putut) maka beliau berpesan kepada kedua orang tersebut, kelak kemudian hari jika tempat tersebut menjadi desa, harap dinamakan Desa Sucen (yang artinya tempat untuk bersuci diri – berwudlu), sedangkan untuk sumber mata airnya besuk agar dinamakan Sumber Putut.
Diceritakan di dalam perjalanan rombongan tersebut, Sunan Kudus sempat melihat batu-batu yang banyak sekali, dan bentuknya terbelah-belah. Maka untuk daerah ini pula, Sunan Kudus berpesan, kelak kemudian hari kalau tempat tersebut menjadi desa agar diberi nama Watu Belah.
Terakhir kedua orang tadi diajak melihat ke arah selatan, nampaklah sungai yang bekelok-kelok dan kebetulan ada sebuah kedhung (bagian terdalam dari sungai) maka berpesanlah beliau, agar besuk tempat tersebut kalau sudah menjadi desa agar dinamakan Kedunglengkong.
Sesudah Sunan Kudus selesai memberi pesan kepada kedua orang tersebut, maka beliau melanjutkan perjalanan menuju Kadipaten Pengging, dengan diikuti para pengiringnya. ***
Sumber:
_______, 1983, Kumpulan Cerita Rakyat di Boyolali, Boyolali: (berupa ketikan tangan).
Ulasan Desa Blagung yang membuka sejarah dan pandangan masyarakat. Salam dari Karang Taruna Ristansari Tanjung Sari RT 13, Blagung, Simo, Boyolali
BalasHapus