Melintas Jalan Teuku Umar dari Pusat Kota Banda Aceh menuju Setui,
Anda akan bisa menyaksikan bangunan dengan warna putih nan megah di sebelah
kiri jalan. Bangunan putih tersebut, sesuai papan yang dipasang di halaman
bangunan, tertulis Taman Sari Gunongan.
Taman Sari Gunongan terletak di Jalan Teuku Umar, Kelurahan
Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh. Lokasi
bangunan ini berada sekitar 100 meter bersebarangan dengan kompleks pemakaman
prajurit Belanda, Kerkhof Peutjoet,
dan Museum Tsunami Aceh. Untuk mencapai situs itu mudah karena hampir semua
kendaraan umum melewatinya.
Menurut catatan yang ada di Taman Sari Gunongan, Gunongan didirikan
oleh Sultan Iskandar Muda untuk menyenangkan permaisuri yang sering merindukan
kampung halaman. Sultan Iskandar Muda menikahi Putri Pahang (Putroe Phang)
setelah Kesultanan Aceh Darussalam menaklukkan Kerajaan Pahang di
Malaysia pada tahun 1615. Sultan Iskandar Muda menjadikan Putri Pahang sebagai
istri kedua setelah Putri Tsani asal Reubee, Pidie. Alkisah, permaisuri Sultan
Iskandar Muda yang bernama Putroe Phang, sering merasa kesepian di tengah
kesibukan sang suami sebagai kepala pemerintahan. Ia selalu teringat dengan
kampung halamannya di Pahang, Malaysia. Sultan Iskandar Muda memahami
kegundahan permaisurinya. Untuk membahagiakan sang permaisuri, sultan membangun
sebuah gunung kecil (Gunongan) sebagai miniatur perbukitan yang mengelilingi
Istana Putroe Phang di Pahang.
Sultan Iskandar Muda memerintahkan sejumlah pekerja untuk membangun bangunan yang bisa mengobati perasaan gundah Putri Pahang ini. Bahkan, rakyat pun turut memberikan kontribusi lewat satu colek kapur per orang untuk mengecat putih bangunan yang tengah dibangun.
Lalu, jadilah Gunongan seperti yang ada sekarang. Bangunan itu
dianggap sebagai gambaran kecil pemandangan alam dari daerah Pahang yang
bergunung-gunung. Di sekitarnya pun dibangun taman yang ditanami sejumlah bunga
dan pepohonan, yakni Taman Sari Gunongan atau Taman Ghairah.
Taman Ghairah cukup luas. Cakupannya termasuk kompleks pemandian
Putroe Phang. Konon, setelah Gunongan dan Taman Ghairah selesai dibangun,
betapa bahagianya sang permaisuri. Hari-harinya banyak dihabiskan dengan
bermain bersama dayang-dayang di sekitar Gunongan, sambil memanjatinya sehingga
Putri Pahang tersebut tak lagi sedih dan gundah merindukan kampung halamannya.
Menurut Kitab Bustanussalatin yang ditulis oleh Nuruddin
Ar-Raniry, Gunongan dan kompleks Taman Ghairah dirancang oleh para ahli yang
paham dengan seni bangunan. Ahli bangunan berasal dari dua negeri yang memiliki
hubungan erat dengan Aceh kala itu, yakni Turki dan Tiongkok. Bahkan, ada
kemungkinan pula Gunongan dan Taman Ghairah mendapatkan sentuhan ahli bangunan
dari India.
Gunongan adalah monumen atau bangunan putih bersegi delapan (oktagonal) dengan tinggi sekitar 10 meter. Bangunan itu bertingkat tiga, berbukit-bukit seumpama jejeran gunung, sehingga disebut gunongan atau gunungan. Sekilas Gunongan pun terlihat seperti bunga bertingkat tiga yang sedang mekar. Di bagian puncak terdapat menara yang berbentuk seperti mahkota bunga.
Di Gunongan terdapat satu pintu masuk dengan tinggi hanya 1,5 meter.
Pintu itu sengaja dibuat rendah agar pengunjung yang masuk dalam posisi
membungkuk. Ini dimaksudkan sebagai ungkapan rasa hormat ketika bertamu atau
memasuki suatu tempat.
Selangkah kaki di kiri Gunongan terdapat Peterana Batu. Batu itu
memiliki diameter 1 meter dan tinggi 50 sentimeter. Batu itu berbentuk
silindier berornamen kerawang motif jaring atau jala. Di pingiran batu terdapat
terap, semacam tangga bertingkat dua, dan di tengah batu terdapat lubang.
Konon, batu itu adalah takhta tempat penobatan sultan.
Persis di belakang Gunongan terdapat kandang atau makam menantu Sultan Iskandar Muda (1607-1636), yakni
Sultan Iskandar Thani (1636-1641). Sekitar 10 meter di samping kiri terdapat
aliran sungai buatan bernama Krueng (sungai) Daroy. Sungai ini mengalirkan air
ke kompleks pemandian Putri Pahang (Putroe Phang) yang berjarak sekitar 50
meter dari Gunongan.
Taman Sari Gunongan menjadi situs cagar budaya
yang masih ada di Kota Banda Aceh. Berlatar motif cinta dari Sang Raja kepada
permaisurinya, bangunan tersebut kini menjadi salah satu objek wisata yang
layak dikunjungi ketika berada di Banda Aceh. *** [300315]
Kepustakaan:
Nyoman Surya, 2010. Wisata Murah Sumatera, Yogyakarta: Kata Buku
KOMPAS Edisi Jumat, 28 November 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar