Usai
melakukan shalat dhuhur, kami mengunjungi sebuah makam kuno yang berada di
samping masjid. Makam kuno ini mengundang perhatian kami karena kompleks
makamnya sepintas menyerupai pura atau candi. Sesuai papan yang dipasang di
depan pintu kompleks makam kuno tersebut, tertulis nama Makam Waliyullah Sunan
Sendang Raden Nur Rahmat dengan menggunakan huruf Hijaiyah (Arab) berwarna
kuning dengan latar papan berwarna hijau berpelisir warna kuning. Kompleks
makam ini terletak di Jalan Nur Rahmat, Desa Sendang Duwur, Kecamatan Paciran,
Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Lokasi makam ini berada di sebelah
utara dan barat Masjid Nur Rahamat Sendang Duwur, atau berada di Bukit Tunon
dengan ketinggian sekitar 50-70 di atas permukaan laut.
Sesuai
nama kompleks makam tersebut, tokoh utama yang dimakamkan di situ adalah Raden
Nur Rahmat. Beliau dilahirkan di Sedayu Lawas, Kecamatan Brondong, Kabupaten
Lamongan, pada tahun 1320 M. Ia adalah putra dari Raden Abdul Kohar bin Malik
bin Syekh Abu Yazid Al Baghdadi. Syekh Abu Yazid Al Baghdadi adalah seorang
ulama terkenal yang berasal dari Baghdad (Irak), sehingga Raden Nur Rahmat
masih memiliki darah seorang ulama dari Baghdad. Ibu Raden Nur Rahmat adalah
Dewi Sukarsih, puteri dari Tumenggung Joyo dari Sedayu Lawas. Setelah ayah
Raden Nur Rahmat wafat, ia diboyong oleh ibunya pindah ke daerah Bukit Tunon
guna menyebarkan agama Islam di daerah tersebut.
Setelah bertemu dan mendapat pencerahan dari Sunan Drajat, Raden Nur Rahmat diberi gelar sebagai Sunan Sendang untuk mengajarkan agama Islam di Sendang Duwur, dan diperintahkan segera mendirikan sebuah masjid. Bangunan masjid itu pun, konon merupakan bangunan langgar atau surau milik Mbok Rondo Mantingan (Ratu Kalinyamat) yang dipindahkan oleh Sunan Sendang dari Mantingan, Jepara, menuju Sendang Duwur hanya dalam semalam. Dari masjid inilah Sunan Sendang terus melakukan syiar agama Islam dengan sabar dan ikhlas. Akhirnya, beliau dikenal sebagai seorang penyebar agama Islam di Sendang Duwur yang memiliki kewalian yang setara dengan Wali Songo.
Sunan
Sendang wafat pada tahun 1585 M, dan dimakamkan di kompleks pemakaman yang
berdampingan dengan masjid tersebut. Lokasi makam Raden Nur Rahmat berada di
sebelah barat masjid, akan tetapi pintu utama menuju ke makam Sunan Sendang ini
berada di sebelah utara masjid menghadap ke timur atau jalan.
Untuk
memasuki pelataran makam Sunan Sendang, peziarah harus melewati pelataran
kelompok kuburan dan gapura. Memasuki gapura pertama berbentuk bentar dari Jalan Nur Rahmat, peziarah
akan melewati jembatan kecil yang di bawahnya berupa kolam. Kemudian
dijumpailah pelataran pertama. Di pelataran ini, terdapat makam-makam. Di
bagian selatan, terlihat terbuka sedangkan yang berada di sebelah utara
dibatasi pagar lagi yang terbuat dari batu kapur, dan di tengah-tengah pagar
tersebut ada gapura paduraksa
berukuran kecil. Sehingga, peziarah yang akan memasuki makam tersebut harus
membungkukkan badan.
Lanjut ke pelataran kedua, peziarah bisa melewati gapura paduraksa dari pelataran pertama atau melewati gapura bentar dari halaman masjid di sebelah utara. Pada pelataran kedua ini juga terdapat makam-makam yang terdapat di sebelah utara, papan pengumuman, bangunan limasan untuk menyimpan kayu, dan bangunan berbentuk limasan beratap genteng yang masih tergolong baru. Bangunan baru ini digunakan untuk tempat menerima tamu peziarah. Di samping, bangunan baru ini terdapat pintu besi yang dikunci untuk menuju ke pelataran berikutnya. Pintu besi ini dihimpit oleh pagar yang terbuat dari tembok.
Setelah
diizinkan oleh Juru Kunci, peziarah bisa masuk ke pelataran ketiga dan menapaki
jalan setapak yang meninggi yang melengkung ke kiri, atau tepatnya berada di
sebelah barat masjid. Tempat yang paling tinggi inilah akan ditemui sebuah cungkup yang berisi makam Raden Nur
Rahmat alias Sunan Sendang. Dari cungkup
ini, arah mata memandang ke barat tampak terlihat perkampungan nun jauh
kehijauan.
Kompleks
makam Sunan Sendang ini merupakan bangunan berarsitektur tinggi menggambarkan
perpaduan antara kebudayaan Hindu dan Islam. Di kompleks makam ini terdapat
gapura di bagian luar berbentuk candi bentar dan gapura bagian dalam berbentuk
paduraksa. Di Jawa bentuk candi bentar itu didirikan pada zaman sesudah
keruntuhan Nusantara Hindu, yaitu pada zaman perkembangan pengaruh-pengaruh
Islam yang lazim dinamakan dengan zaman peralihan.
Makam
Sunan Sendang ini juga banyak dikunjungi peziarah. Biasanya tak jarang para
peziarah yang mengunjungi makam Sunan Drajat, akan singgah juga ke makam Sunan
Sendang ini. Karena jarak antara makam Sunan Sendang dengan makam Sunan Drajat
berjarak sekitar 9 kilometer. *** [071115]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar