Pada
awalnya, pusat pemerintahan Kota Surabaya berada di sekitaran Jembatan Merah.
Sehingga, segala pusat kegiatan masyarakat termasuk di dalamnya perdagangan dan
jasa serta permukiman berada di sekitar Jembatan Merah, Ampel dan Kembang
Jepun.
Maka,
tepat bila ingin menelusuri jejak kota lama (Oude stad) Surabaya diawali dari sini. Peminat masalah heritage akan dimanjakan oleh deretan
bangunan kuno yang ada di daerah tersebut. Salah satunya adalah Gedung Eks De Javasche Bank. Gedung ini terletak di
Jalan Garuda No. 1 Kelurahan Krembangan Selatan, Kecamatan Krembangan, Kota Surabaya,
Provinsi Jawa Timur. Lokasi gedung ini berada di sebelah barat gedung
Internatio (Internaionale Credit en
Handelsvereeniging Rotterdam), atau sebelah utara Kantor Telkom Unit Pelayanan dan Perbaikan.
De Javasche Bank (DJB) adalah salah satu
bank terkemuka pada zaman Hindia Belanda yang didirikan di Batavia pada tanggal
24 Januari 1828. Selain kantor pusat yang berada di Batavia, DJB membuka cabang
di berbagai kota seperti di Semarang, Surabaya, Bandung, Banda Aceh, Medan, Banjarmasin, Padang,
Makassar, Cirebon, Solo, Yogyakarta, Palembang, Pontianak, Malang dan Kediri.
Kantor cabang DJB Surabaya (De Javasche Bank Agentschap Soerabaia) dibuka pada tanggal 14 September 1829 sebagai cabang kedua di Jawa dengan kepala cabang pertama adalah F.H. Preyer. Dewan Komisaris terdiri dari A.H. Buchler, J.E. Bancks, dan J.D.A. Loth.
Kantor
cabang DJB Surabaya merupakan kantor yang pertama kali menerapkan sistem
perhitungan kliring antar enam bank utama, yaitu Nederlandsche Handel Mij Factorij, De Hongkong Bank & Shanghai Banking Corp., De Chartered Bank of India Australia & China, De Nederlandsche Indische Handelsbank,
dan DJB. Kantor ini juga tercatat sebagai kantor pertama yang menyelenggarakan
proses kliring di gedung kantornya sendiri dan bertindak sebagai penyelenggara.
Pada
tahun 1907 direksi DJB memutuskan untuk memperbarui gedung yang lama dengan
gedung baru yang lebih modern di seluruh Hindia Belanda, termasuk kantor cabang
di Surabaya. Sebagai lembaga keuangan yang dibebani kepercayaan dan ke
hati-hatian dalam mengelola keuangan, DJB memilih gaya arsitektur yang
konservatif dalam menanamkan brand-image
pada masyarakat yaitu Neo Renaissance
atau gaya Ekletisisme.
Maka
pada tahun 1910 dibangun gedung baru seperti yang ada sekarang dengan melibatkan
biro arsitek N.V. Architechten-Ingenieursbureau
Hulswit en Fermont te Weltevreden en Ed. Cuypers te Amsterdam. Bangunan
tersebut termasuk gedung yang paling bergengsi di Surabaya pada zamannya.
Pada
masa pendudukan Jepang, gedung DJB pernah diambil alih dan kemudian diganti
menjadi Nanpo Kaihatsu. Pada Oktober
1945, NICA datang kembali ke Indonesia dengan membonceng tentara Sekutu.
Beberapa wilayah di Indonesia berhasil dikuasai NICA, termasuk di antaranya
Surabaya. Pada 22 Mei 1946 DJB Agentschap
Soerabia kembali dibuka oleh NICA.
Pada 19 Juni 1951 pemerintah membentuk Panitia Nasionalisasi DJB untuk mengatur pembelian saham DJB yang diperdagangkan di Bursa Efek Amsterdam. Lalu, pada 3 Agustus 1951 pemerintah mengajukan penawaran kepada para pemilik saham DJB. Dalam waktu dua bulan, hampir seluruh saham DJB terbeli.
Akhirnya
pada 1 Juli 1953, lahirlah Bank Indonesia melalui UU No. 11/1953 menggantikan
DJB dan merupakan bank sentral milik Indonesia dengan peraturan yang berlaku di
Indonesia. Dengan demikian, DJB Agentschap
Soerabaia berubah menjadi BI Cabang Surabaya dan gedung ini tetap digunakan
sampai pada tahun 1973. Setelah itu BI Surabaya pindah ke Jalan Pahlawan No.
105 Surabaya, karena gedung yang lama sudah tidak dapat menampung kegiatan yang
ada. Bangunan kokoh dan indah ini merupakan aset yang berharga bagi sejarah
perbankan di Indonesia.
Dalam
rangka pelestarian dan pemanfaatan gedung bersejarah milik BI yang ada di
Surabaya, sejak tahun 2010 telah dilaksanakan serangkaian kegiatan konservasi
bangunan bersejarah eks De Javasche Bank
yang berada di Jalan Garuda No. 1 Surabaya.
Kegiatan
konservasi yang secara garis besar terdiri atas kegiatan restorasi,
rekonstruksi dan rehabilitasi dilakukan pada tahun 2011 dengan tahapan
kegiatan. Mulai dari studi sejarah, dokumentasi, pedoman konservasi, dan desain
konservasi.
Dalam
melaksanakan kegiatan konservasi gedung eks De
Javasche Bank, BI menggandeng Pemerintah Kota Surabaya, Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kota Surabaya, Direktorat Logistik dan Pengamanan BI, Unit
Khusus Museum BI, arkeolog, Universitas Petra (Konsultas Pengawas), PT. Catur
Aksa Perkasa (Konsultan Pengawas), dan PT. Citra Mandiri Cipta (Pelaksana
Pekerjaan).
Pada
27 Januari 2012 diresmikan penggunaan gedung cagar budaya BI oleh Gubernur BI
Darmin Nasution bersama Gubernur Jawa Timur Soekarwo.
Kedepannya,
Gedung Eks DJB akan dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif kegiatan
memorabilia dan pameran UMKM non permanen dengan tanpa mengganggu fungsinya
sebagai salah satu cagar budaya di Kota Surabaya. *** [020815]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar