Gelar
Potensi Wisata Kampung Kota yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata
(Disparta) Surakarta bersama Laku Lampah, Solo Creative City, dan Bening Arts
Management pada hari kedua (3/9), mencoba menjelajah wilayah Kepatihan Kulon
dan Kepatihan Wetan.
Para
peserta yang berasal dari berbagai daerah berkumpul di Kantor Kelurahan
Kepatihan Kulon. Kemudian rombongan ini beranjak mengunjungi Sanggar Seni
Kemasan. Sanggar seni ini terletak di Jalan Mashela No. 7 Kelurahan Kepatihan
Kulon, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi sanggar
seni ini berada di sebelah barat daya SMP Negeri 13 Widuran ±
100 m, atau di sebelah barat Gang Kemasan.
Setibanya di lokasi sanggar seni, peserta rombongan tur wisata sejarah kampung disambut di halaman dengan alunan musik dari bambu oleh seniman setempat dengan pakaian tradisional berwarna hitam dengan balutan ikat kepala. Sanggar seni ini menempati bangunan lawas berbentuk joglo. Bangunan lawas itu dulunya merupakan sebuah rumah milik seorang kerabat Kraton Kasunanan Surakarta yang dikenal dengan Dalem Purwoatmajan.
Di sebuah pendopo, peserta rombongan dipersilakan duduk dan menikmati suguhan tari Gambyong Pareanom yang dipentaskan oleh 3 perempuan, yaitu Ayunda, Nandya, dan Mutiya, dengan menggunakan kemben berwarna merah. Tari ini memberi kesan keluwesan dengan menampilkan kegemulaian penarinya.
Istilah
Gambyong ini berawal dari nama seorang penari tledhek. Penari yang bernama Gambyong ini hidup semasa Sri
Susuhunan Pakubuwono IV di Surakarta (1788-1820). Nama penari ini juga
disebutkan dalam buku Cariyos
Lelampahanipun Suwargi R. Ng. Ronggowarsito (1803-1873), yang mengungkapkan
adanya penari tledhek yang bernama
Gambyong yang memiliki kemahiran dalam menari dan kemerduan suara, sehingga
menjadi pujaan kaum muda pada zaman itu.
Atas usaha KRMT Wreksadiningrat, tarian tersebut diperkenalkan kepada umum dan ditarikan oleh seorang waranggana. Ketika itu tari mempunyai bentuk yang berbeda dengan sebelumnya. Di situlah terjadi perpaduan tari rakyat dan tari kraton. Bentuk tari ini kemudian berkembang dalam masyarakat. Pada tahun 1950, Nyi Bei Mintoraras menyusun tari Gambyong Pareanom. Tari Gambyong ini berbeda dengan bentuk tari Gambyong sebelumnya, baik dalam susunan tari, iringan tari, rias dan busananya. Bentuk tari Gambyong Pareanom disusun berdasarkan tari Srimpi, Golek, dan Gambyong. Selain itu juga digarap dengan kaidah-kaidah tari istana.
Setelah tari Gambyong Pareanom kelar, suguhan berikutnya adalah tari Mahesa Jenar-Roro Wilis. Tari karya S. Maridi ini diperagakan oleh Arto Kilat Kusumaningrat (Arkom) dan Novita Sari. Tari ini mengisahkan Mahesa Jenar yang sedang merangkai indahnya asmara kepada si cantik Dyah Roro Wilis, putri dari Ki panutan yang kelak dikenal sebagai Kyai Sima Rodra dari Gunung Tidar.
Di
akhir lawatan di Sanggar Seni Kemasan, rombongan peserta tur wisata kampung diajak
melihat foto-foto tempo doeloe yang
terpampang di pendopo. Kesempatan ini
dimanfaatkan oleh penulis untuk mengeksplorasi ihwal sanggar seni ini. Sanggar
Seni Kemasan didirikan oleh Bambang Sugiarto. Sebelum menjadi Sanggar Seni
Kemasan, sanggar tersebut bernama Sanggar Gidag Gidig yang didirikan pada 21
Desember 1976. Waktu itu Gidag Gidig belum memiliki tempat yang tetap untuk
latihan, jadi masih berpindah-pindah. Pada tahun 1984 Gidag Gidig memilih
tempat untuk dijadikan sanggar yang tetap yang sekarang menjadi Sanggar Seni
Kemasan ini. Sanggar Gidag Gidig sempat vakum selama 13 tahun. Hingga pada
tahun 2013 sanggar kembali hadir dengan nama yang berbeda, yaitu Sanggar Seni
Kemasan.
Nama
Kemasan ini diambil dari nama sebuah kampung di mana sanggar seni tersebut
berada. Pada waktu Kasunanan Surakarta Hadiningrat masih eksis secara
pemerintahan, segala harta benda kerajaan berupa emas dan perhiasan disimpan di
sebuah tempat yang berada di Kepatihan. Pusat pemerintahan di Surakarta kala
itu bukanlah di Kraton Kasunanan melainkan di Kepatihan. Patih di sini diberi
kuasa penuh oleh Raja Kasunan Surakarta. Nama tempat untuk menyimpan harta
benda kerajaan tersebut dinamakan Kemasan. ***
[030917]
sanggar seni kemasan menempati bangunan tempat lenggah Permaisuri PB VI ketika dibuang ke Ambon sampai lahirnya PB IX dinamakan ndalem kemasan karena dahulu dihuni oleh Gusti Kangjeng ratu Hemas ( Mas ) ibunda PB IX
BalasHapus