Mundurnya hari pelatihan enumerator dalam penelitian Segmentasi dan Profil Pelanggan Agung Toyota di Provinsi Riau pada bulan Desember (2018), memberikan berkah waktu kepada saya untuk berkelana ke Kota Siak Sri Indrapura. Pasalnya, ketika hendak memberikan pelatihan kepada sejumlah enumerator di Pekanbaru, mendadak mendapat kabar bahwa istri teman yang menjadi key person di sana masuk rumah sakit untuk persalinan. Sehingga, jadwal yang sudah kami susun, terpaksa mengalami revisi pelatihan dengan jalan memundurkan hari.
Karena situasi ‘kodrat alam” ini, saya berkesempatan untuk mengunjungi spot kekunaan yang ada di Kota Siak Sri Indrapura. Spot pertama yang dikunjungi adalah Istana Siak Sri Indrapura. Istana ini terletak di Jalan Sultan Syarif Kasim, Kelurahan Kampung Dalam, Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Lokasi istana ini berada di sebelah utara Taman Maharatu.
Kesultanan Siak Sri Indrapura bermula dari tahun 1723 (Sultan Abdul Jalil Rakhmad Syah/Raja Kecik) hingga 1946 (Sultan Syarif Kasim II) dengan 13 periode pemerintahan dan menabalkan sebanyak 12 Sultan. Pusat pemerintahan telah berpindah 5 kali namun tetap berada di sepanjang aliran Sungai Siak dan kejayaan Siak mencapai puncak dimulai dari Sultan Siak ke III (Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin) hingga ke VIII (Sultan Syarif Ali Abdul Jalil Saifuddin) dengan wilayah kekuasaan mencapai Tamiang Aceh dan Sambas. Setelah Sultan ke VIII wafat kerajaan ini banyak kehilangan wilayah kekuasaannya akibat politik adu domba penjajah kolonial Belanda dan konflik internal kerajaan. Namun di masa Sultan ke XI (Sultan Syarif Hasyim) secara ekonomi dan hubungan diplomasi internasional (Perancis, Belanda, Inggris dan Turki) kejayaan Siak mencapai puncaknya (Sutomo & Surya, 2018: 204).
Bangunan Istana Siak yang kita saksikan sekarang ini merupakan bangunan peninggalan kerajaan Melayu Islam terbesar di Riau, dan bangunan tersebut merupakan yang terakhir dari 5 kali perpindahan tersebut (Buantan, Mempura, Senapelan, Mempura, dan Siak Sri Indrapura). Sebenarnya, istana ini bernama Istana Assiyaratul Hasyimiah, tetapi lebih terkenal dengan sebutan Istana Siak Sri Indrapura. Julukan lain untuk istana ini adalah Istana Matahari Timur.
Berdasarkan sejarahnya, Istana Siak Sri Indrapura dibangun oleh Sultan Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin pada tahun 1889, dan selesai pada tahun 1893. Rancangan istananya dipercayakan kepada seorang arsitek berkebangsaan Perancis Van De Worde.
Arsitektur Istana Siak merupakan perpaduan antara arsitektur Melayu, Arab, dan Eropa. Jika dilihat dari depan, istana ini memiliki banyak jendela besar dan tiang-tiang yang besar. Bentuknya juga simetris antara kiri dan kanan dengan pintu yang berada di tengah.
Bangunan istana ini berbentuk persegi dan terdiri dari dua lantai. Lantai pertama atau bawah, terdapat enam ruangan dengan berbagai macam fungsi. Keenam ruangan tersebut adalah ruang tunggu para tamu, ruang tamu kehormatan, ruang tamu laki-laki, ruang tamu perempuan, satu ruang di samping kanan adalah ruang sidang kerajaan, juga digunakan untuk ruang pesta. Lantai dua atau atas, terbagi menjadi sembilan ruangan yang digunakan oleh sultan dan tamu kerajaan.
Tiap ruangan di dalam Istana Siak dihiasi dengan ornamen yang mewah. Benda-benda di dalamnya kebanyakan dibawa dari Eropa. Pengunjung juga dapat menyaksikan singgasana raja yang disepuh dengan emas.
Di puncak bangunan Istana Siak terdapat enam patung burung elang sebagai lambang keberanian istana. Dulu, kedua atap pada lantai satu dan atap pada lantai kedua (teratas) pada Istana Siak ini berbentuk kubah masjid atau model bawang, tapi sekarang bentuknya tinggal datar saja. Foto lawas koleksi digital milik Universiteit Leiden, bertitel Paleis van sultan Sjarif Kasim Abdul Djalil Saifoedin van Siak Sri Indrapoera (Istana Sultan Syarif Kasim Abdul Djalil Saifudin dari Siak Sri Indrapura) kira-kira tahun 1905, memperlihatkan bahwa atap Istana Siak masih memakai bentuk kubah masjid.
Kompleks Istana Siak ini terbilang luas. Luas lahannya sekitar 32.000 m². Selain bangunan utama Istana Siak yang memiliki luas 1.000 m². di dalam lahan kompleks istana tersebut terdapat beberapa bangunan fasilitas penunjang, di antaranya Istana Baru, Istana Panjang, Istana Limas, gardu lama, dapur, kolam istana, dan taman yang cukup luas.
Semenjak Indonesia merdeka, pemerintahan Kesultanan Siak yang kala itu dipegang oleh Sultan Syarif Kasim menyatakan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan berkenan menyerahkan mahkota kerajaan serta uang sebesar 10 ribu gulden kepada Presiden Soekarno. Praksis kala itu pemerintahan Kesultanan Siak berakhir. Kini, kompleks Istana Siak Sri Indrapura menjadi tempat wisata unggulan di Kota Siak Sri Indrapura.
Mengunjungi istana ini terasa berlabuh ke masa lampau yang penuh histori: kebesaran, kemegahan dan kejayaan Kesultanan Siak Sri Indrapura di Tanah Melayu Riau. *** [191218]
Kepustakaan:
Poerwaningtyas, I. & Suwarto, N.K. (2018). Ayo Mengenal Istana Kerajaan di Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Satria, Hengki. (2018) Semiotika Bentuk dan Makna Istana Asserayah Al-Hasymiah. S2 thesis, Universitas Pndidikan Indoneisa. Diunduh dari http://repository.upi.edu/36657/
Sutomo, I.T. & Surya, A. (2018). Cultural Significance: Kawasan Bersejarah Kota Siak Sri Indrapura. Diunduh dari https://www.trijurnal.lemlit.trisakti.ac.id/lslivas/article/view/2763/2389
Sutomo, I.T. & Surya, A. (2018). Cultural Significance: Kawasan Bersejarah Kota Siak Sri Indrapura. Diunduh dari https://www.trijurnal.lemlit.trisakti.ac.id/lslivas/article/view/2763/2389
https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/view/item/771804?solr_nav%5Bid%5D=5c23497f6e629bbcd5fc&solr_nav%5Bpage%5D=0&solr_nav%5Boffset%5D=0
Tidak ada komentar:
Posting Komentar