The Story of Indonesian Heritage

Candi Sari Cepogo

Usai ke Candi Lawang, saya beranjak ke arah barat untuk mengunjungi sebuah bangunan candi yang masih berada satu desa dengannya. Jaraknya sekitar 1,5 kilometer dari Candi Lawang, dan berada di lereng timur Gunung Merapi. Letak candi ini lebih tinggi dari letak Candi Lawang, karena berada di atas bukit kecil dengan ketinggian 991 meter di atas permukaan air laut.
Sesuai dengan papan nama yang ada di dalam lingkungan candi tersebut, tertulis Candi Sari. Namun untuk membedakan dengan candi yang berada di daerah Kalasan, Kabupaten Sleman, yakni Candi Sari, dalam tulisan ini nama candi tersebut ditambahi dengan nama wilayah yang sudah cukup di kenal, yaitu Cepogo. Sehingga, menjadi Candi Sari Cepogo.


Candi ini terletak di Dusun Candisari RT 07 RW 02 Desa Gedangan, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi candi ini berada di sebelah barat Mushola Al Barokah, atau berada di antara Kali Musuk (75 meter ke selatan) dan Kali Gandul (100 meter ke utara).
Candi Sari Cepogo sekarang hanya tersisa pondasinya serta beberapa peninggalan purbakala lainnya. Di atas pondasi candi  terdapat empat buah batu andesit berbentuk seperti ratna di setiap sudutnya serta satu buah lingga semu di atasnya seperti lapik arca yang diletakkan di tengah pondasi.


Bangunan Candi Sari berdenah bujur sangkar dan memiliki ukuran 4,62 x 4,62 meter. Ketinggian candi sekitar 7 sentimeter. Candi Sari ini dibangun pada periode klasik, sekitar abad 9, dan bercorak agama Hindu. Hal ini didasarkan adanya temuan arca Panteon Hindu, yaitu Durga, Ganesa, dan  Agastya. Selain itu juga ada yoni dan arca Nandi yang merupakan tunggangan Dewa Siwa.
Dalam penelitiannya yang bertitel “Kajian Arsitektur Percandian Petirtaan di Jawa (identifikasi)”, Rahadhian Prajudi Herwindo dan Fery Wibawa C. (2015: 51) menjelaskan, bahwa kompleks Candi Sari ini masih satu rangkaian dengan Candi Lawang dan Candi Petirtaan Cabean Kunti. Ketiganya dibangun pada masa pemerintahan Sri Maharaja Rakai Sumba Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga, raja terakhir Kerajaan Mataram Kuno atau Medang periode Jawa Tengah, yang memerintah dari tahun 924-929.


Tuanya umur candi ini, tak mengherankan bila kondisi sosial budaya di sekitar candi banyak bersliweran ceritera mistis maupun mitos. Menurut juru pelihara Sutrisno, diperkirakan bahwa bentuk candi ini sebenarnya cukup besar. Namun di kalangan masyarakat muncul mitos yang masih diyakini hingga sekarang, bahwa siapa saja yang menggali bukit tempat berdirinya candi tersebut, kelak akan menimbulkan sebuah banjir besar. Dari situlah para arkeolog memutuskan tidak melakukan penggalian lagi. Bukit di tempat candi berada dipercaya sebagai sumber mata air penduduk setempat.
Terlepas dari mitos-mitos yang berkembang, mengunjungi Candi Sari selain melihat langsung batu-batu peninggalan purbakala, Anda akan dimanjakan oleh panorama pegunungan yang indah. Berlatar belakang Gunung Merapi dan Merbabu, pengunjung dapat menikmati pemandangan lembah yang berada di lereng kedua gunung tersebut dengan diiringi sejuknya udara pegunungan. *** [080220]

Kepustakaan:
Herwindo, R. P. (2015). Kajian Arsitektur Percandian Petirtaan di Jawa (identifikasi). Research Report-Engineering Science, 1. Diunduh dari http://journal.unpar.ac.id/index.php/rekayasa/article/view/1358
https://www.solopos.com/pesona-candi-lawang-dan-candi-sari-boyolali-929951
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami