Kartasura atau yang biasa disebut “Kartosuro” oleh warga setempat, merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kabupaten Sukoharjo, letaknya di sebelah barat Kota Surakarta (Solo). Letaknya sangat strategis di mana pertigaan di jalan arteri yang ada di Kartasura merupakan penghubung tiga kota besar antara Surakarta-Yogyakarta-Semarang, sehingga sehari semalam tidak pernah sepi dari aktivitas warga masyarakat. Sebagai sebuah kota kecamatan, perkembangannya lebih pesat ketimbang ibu kota kabupatennya yang berada di Sukoharjo.
Posisi Kartasura pada perbatasan wilayah Kabupaten/Kota menjadikan perkembangannya sangat dipengaruhi oleh perkembangan Kabupaten/Kota sekitar. Kedekatan lokasi dan historis antara Kartasura dengan Surakarta menyebabkan karakteristik perkembangan Kartasura memiliki tipologi yang hampir sama dengan Kota Surakarta, sebagai kota perdagangan yang berakar pada kultur budaya Jawa.
Salah satu bukti akan ‘kejayaan’ Kartasura yang masih bisa kita saksikan adalah situs Pabrik Gula (PG) Kartasura, atau dalam literatur Belanda kerap disebut dengan Suikerfabriek Kartasoera bij Poerwosari in de Vorstenlanden (Pabrik Gula Kartasura dekat Purwosari di Vorstenlanden). Vorstenlanden merupakan satu istilah yang dipakai pada sejarah Jawa untuk menyebut daerah-daerah yang berada di bawah otoritas monarki asli Jawa pecahan Dinasti Mataram Islam: Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaran, dan Kadipaten Pakualaman). Sehingga, pengertian Vorstenlanden yang berkenaan dengan PG Kartasura adalah Kota Surakarta (Solo), karena wilayah Kartasura memang berbatasan dengan Solo.
Bekas PG Kartasura |
Situs PG Kartasura terletak di Jalan Permata Raya Dukuh Tegalmulya RT 02 RW 08 Desa Pabelan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi situs ini berada di sebelah utara perempatan lampu merah Gembongan ± 300 m, atau berseberangan jalan dengan Menara One Apartment. Lokasi ini juga tak jauh dari situs PG Colomadu yang sekarang menjadi Destinasi Wisata De Tjolomadoe. Jaraknya sekitar 3,5 kilometer. Kedua bekas pabrik gula ini dalam posisi saling membelakangi. PG Kartasura menghadap ke selatan, dan PG Colomadu menghadap ke utara.
Sejauh penelusuran literatur, penulis tidak menemukan dengan pasti kapan PG Kartasura itu didirikan. Hal ini mungkin disebabkan karena sepanjang perjalanan pabrik gula tersebut, mulai dari berdiri, mencapai puncak kejayaan hingga meredup kerap berpindah tangan atau gonta-ganti pemiliknya.
Diperkirakan berdiri pada masa penerapan cultuurstelsel (sistem tanam paksa) dari tahun 1830 hingga 1870. Meskipun di daerah Vorstelanden tidak diberlakukan cultuurstelsel, namun para penyewa tanah (landhuurder) menyukainya. Selain tanahnya subur, juga adanya jaminan keamanan akan tanah yang yang disewa tersebut mengingat tanah tersebut umumnya milik kraton.
Dalam Koloniaal Verslag 1869 Bijlagen Vel. 67 (hal. 350) disebutkan bahwa pada tahun 1868 ada dua alat pabrik diperkenalkan di PG Kartasura, dan akan diujicoba pada pada tahun 1869. Namun akhirnya kedua alat tersebut tidak jadi digunakan. Tetapi secara umum telah menunjukkan adanya kegiatan yang memuaskan di PG Kartasura tersebut pada tahun 1867 dan 1868.
Bekas PG Kartasura |
Pemilik awal PG Kartasura ini tidak diketahui dengan pasti. Kepemilikan baru diketahui setelah PG Kartasura ini dioperasionalkan oleh Naamloze Vennotschap (NV) Kartasoera Cultuur Maatschappij. Semula Kartasoera Cultuur Maatschappij merupakan bagian dari Samarangsche Cultuur Maatschappij. Kemudian dalam perjalanannya, Samarangsche Cultuur Maatschappij dalam likuidasi (1885-1892). Likuidasi berkaitan erat dengan masalah finansial. Perusahaan yang dilikuidasi umumnya memiliki likuiditas yang rendah. Artinya, perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Sebab itu, perusahaan yang dinyatakan likuidasi cenderung memiliki total kewajiban atau utang yang lebih besar dibandingkan dengan total asetnya. Selain itu, perusahaan yang dilikuidasi juga cenderung tidak mampu menghasilkan aliran kas yang cukup.
Situasi ini mengakibatkan Kartasoera Cultuur Maatschappij diambil alih oleh kreditornya. Lalu oleh kreditornya, Kartasoera Cultuur Maatschappij dikelolanya. Nama perusahaan tetap dipertahankan, tetapi terjadi perubahan anggaran dasar perusahaan. Dalam sertifikat Kartasoera Cultuur Maatschappij diterangkan, bahwa Kartasoera Cultuur Maatschappij didirikan berdasarkan Undang-Undang 3 November 1887 dihadapan Notaris J.C.G. Pollonea di Amsterdam, dan disetujui berdasarkan Koninklijk Besluit 3 Desember 1887 No. 26.
Anggaran dasarnya diubah pada 4 Mei 1892 dihadapan Notaris J.C.G Pollonea di Amsterdam melalui tindakan tertanggal 17 November 1892 No. 56 dan 8 Februari 1893 No. 32 dihadapan Notaris B.V. Houthuysen di Semarang. Tindakan ini disetujui berdasarkan Gouverment Besluit tertanggal 8 Maret 1893 No. 6. Kemudian diubah lagi berdasarkan Gouverment Besluit tertanggal 3 Oktober 1910 No. 13 di depan Notaris J.H.A. van Barneveld.
Dari situ diketahui bahwa Kartasoera Cultuur Maatschappij tidak lagi berpusat di Negeri Belanda tapi pindah ke Semarang, dan semenjak itu perusahaan perkebunan mulai menunjukkan geliat PG Kartasura yang dikelolanya. Pada tahun 1899 bangunan pabrik mengalami perbaikan dari sebelumnya. Perbaikan itu disematkan dalam cerobong asapnya dalam tulisan “Kartasoera 1899”. Dari sinilah kemudian banyak orang mengira kalau PG Kartasura ini dibangun pada tahun tersebut.
Bekas PG Kartasura |
Pada tahun 1915 Kartasoera Cultuur Maatschappij diakusisi oleh Internationale Crediet- en Handelsvereeniging “Rotterdam” (Internasio), sebuah perusahaan besar milik Belanda dalam bidang ekspor-impor. Dalam kepemilikan yang baru ini, PG Kartasura mengalami perkembangan pesat dalam hal produksi dan penjualannya. Sebagai wujud keberhasilannya, Internasio mengganti bangunan lawas pabrik gula dengan bangunan yang lebih modern di zamannya pada tahun 1920. Langgam Art Deco mewarnai bangunan PG Kartasura sejak saat itu, dan sampai sekarang kemegahan bangunan tersebut masih kelihatan pesonanya.
Pada waktu depresi ekonomi melanda dunia pada tahun 1929, hampir semua negara mengalami kehancuran ekonomi. Suatu zaman yang dikenal dengan malaise ini memporakporandakan kehidupan ekonomi negara, tak terkecuali Hindia Belanda. Hindia Belanda yang baru saja mengalami eforia ekonomi berkat perkebunan dan produksi olahannya harus menghadapi kenyataan pahit. Banyak pabrik gula yang gulung tikar pada waktu itu.
PG Kartasura sedikit masih bisa beroperasi pada waktu itu meski mengalami penurunan volume penjualannya, dan sempat bertahan sampai tahun 1935. Itupun Internasio sejak tahun 1933 sudah tidak membagikan dividennya kepada para pemegang saham.
Setelah Indonesia merdeka, PG Kartasoera dinasionalisasi oleh Pemerintah Republik Indonesia, dan pengelolaan maupun asetnya diserahkan ke PTPN (PT Perkebunan Nusantara). Kompleks pabrik itu kemudian dipecah menjadi dua kepemilikan. Sebagian milik PTPN dan sebagian menjadi milik ABRI.
Pada tahun 1968 lahan milik PTPN dijual kepada PT Karep Bojonoegoro. Kemudian pada tahun 1985, bangunan PG Kartasura dijual lagi kepada PT Pandusata Utama. Setelah itu itu bangunan pabrik gula ini beberapa kali pindah tangan. Terakhir dimiliki oleh PT Sinar Grafindo.
Semasa berhenti beroperasi sebagai pabrik gula dan berubah menjadi gudang dari pemiliknya, bangunan PG Kartasura sempat terlihat menyeramkan. Namun sejak 9 Juni 2018, lahirlah destinasi wisata The Heritage Palace yang merupakan hasil revitalisasi dan pengembangan bekas PG Kartasura.
Destinasi wisata The Heritage Palace tak kalah menariknya dengan De Tjolomadoe yang terlebih dahulu direvitalisasi. Di dalam The Heritage Palace, pengunjung bisa menyaksikan Museum Angkutan yang berisi beberapa mobil antik berbagai merek, beberapa bangunan bersejarah, Museum 3 D, dan juga Omah Walik. Banyak spot menarik yang instagramable bagi pengunjung. *** [200715]
Kepustakaan:
https://repository.overheid.nl/frbr/sgd/18691870/0000420199/1/pdf/SGD_18691870_0000398.pdf
http://rri.co.id/surakarta/post/berita/683681/daerah/the_heritage_palace_wahana_wisata_baru_di_kabupaten_sukohaejo.html
https://www.colonialbusinessindonesia.nl/en/database-en/catalog/item/kartasoera-cultuur
http://www.gahetna.nl/archievenoverzicht/pdf/NL-HaNA_2.20.01.ead.pdf
http://www.stockold.com/site2009/sos-dind-0140.JPG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar