Stasiun Kereta Api Wonosobo (WS) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Wonosobo, merupakan salah satu stasiun kereta api kelas III/kecilyang berada di bawah manajemen PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 5 Purwokerto yang berada pada ketinggian +772 m di atas permukaan laut. Stasiun ini terletak di Jalan Raden Kolonel Karjono No. 66 RT 07 RW 04 Dusun Kliwonan, Desa Wonosobo Barat, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi stasiun ini berada di sebelah barat daya Kantor Kelurahan Wonosobo Barat ± 200 m, atau sebelah utara RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo ± 350 m.
Pembangunan Stasiun Wonosobo bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api Banjarnegara-Selokromo-Wonosobo sejauh 33 kilometer. Pengerjaan jalur rel dan stasiun itu dilakukan oleh Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS) mulai dari tahun 1916 sampai dengan tahun 1917.
SDS membangun jalur kereta api dan beroperasi di wilayah Banyumas. Jalur SDS dimulai dari Maos, menuju utara melewati Purwokerto (jalur Maos-Purwokerto tidak menyatu dengan jalur milik Staatsspoorwegen). Dari Purwokerto, jalur SDS berlanjut ke Purbalingga, Banjarnegara, dan berakhir di Wonosobo.
Station SDS te Wonosobo (Sumber: http://www.old-indische.com/) |
Sehingga, Stasiun Wonosobo ini merupakan salah satu stasiun terminus dari sejumlah stasiun yang dibangun oleh SDS. Pengertian stasiun terminus adalah stasiun yang berada di ujung jalur kereta api. Dalam bahasa Jawa, diistilahkan dengan mêntok, yang artinya tidak dapat terus atau buntu. Jadi, begitu masuk Stasiun Wonosobo, lokomotif akan dilepas, dan dipindah ke depan gerbong yang mengarah ke Banjarnegara lagi.
Jalur rel Banjarnegara-Selokromo-Wonosobo merupakan jalur yang berada di pegunungan, medannya berkelok-kelok dan terdapat banyak tanjakan. Pembangunan jalur rel ini merupakan tahap ketiga dari konsesi yang diberikan oleh Pemerintah Hndia Belanda kepada SDS, dan dalam implementasi di lapangan, pembangunan jalur Banjarnegara-Selokromo-Wonosobo sesuai dengan Government Besluit 22 Juni 1912 No. 12 dibagi dalam dua pengerjaan. Pertama, pengerjaan jalur rel Banjarnegara-Selokromo sepanjang 19 kilometer, dan diresmikan pada 1 Mei 1916. Kedua, pengerjaan lanjutannya dari Selokromo menuju Wonosobo sepanjang 14 kilometer, yang diresmikan pada 7 Juni 1917. Biaya konstruksi sekitar f 88,000 per kilometer (De Inginieur edisi 10 Agustus 1918).
Stasiun Wonosobo memiliki 5 jalur (track) dengan jalur 2 sebagai sepur lurus arah selatan ke Halte Penawangan. Sedangkan, yang arah utara cukup sampai di stasiun ini saja. Jalur 1 digunakan untuk persilangan yang terjadi di stasiun bila ada kereta yang mau memasuki stasiun. Jalur 3 digunakan untuk persiapan kereta api yang akan berangkat dari Stasiun Wonosobo. Jalur 4 digunakan untuk menuju ke depo lokomotif, dan jalur 5 digunakan untuk menuju ke gudang penyimpanan barang.
Dulu, Stasiun Wonosobo tergolong cukup ramai untuk mengangkut dan menyuplai barang kebutuhan dari dan keluar Wonosobo. Selain juga aktivitas penumpang yang akan bepergian dari stasiun ini, dan sebaliknya. Semula, lokomotif yang digunakan menggunakan tenaga uap sehingga bahan untuk menggerakannya menggunakan kayu bakar atau batubara. Seiring semakin berkurangnya atau sulitnya menyediakan kayu atau batubara untuk bahan bakar, maka sekitar tahun 1962 mulai memakai lokomotif berbahan bakar diesel.
Pada tahun 1976, Stasiun Wonosobo sudah tidak melayani penumpang namun tetap operasional untuk angkutan barang sampai dengan tahun 1982. Pada tahun 1982 layanan stasiun ini ditutup total. Hal ini disebabkan dengan semakin usangnya prasarana perkeretaapian yang ada di jalur tersebut. Perjalanan kereta api sering terlambat karena seringnya terjadi kerusakan pada lokomotif, sehingga orang banyak berpindah dengan mengunakan jalan raya.
Kendati stasiun ini menjadi terbengkelai, namun masih beruntung dengan masih adanya wujud bangunan stasiun tersebut, yang menjadi aset PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan nomor register 305/53361/WS/PWT. *** [100420]
Kepustakaan:
Basundoro, P. (2019). Arkeologi Transportasi Perspektif Ekonomi dan Kewilayahan Keresidenan Banyumas 1830-1940an. Airlangga University Press.
Oegema, J.J.G. (1982). De Stoomtractie op Java en Sumatra. Deventer-Antwerpen: Kluwer Technische Boeken
Prayogo, Yoga Bagus., dkk. (2017). Kereta Api di Indonesia: Sejarah Lokomotif Uap. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher
Tidak ada komentar:
Posting Komentar