Museum
Negeri Provinsi Sulawesi Tengah mulai dibangun pada tahun anggaran 1977/1978.
Museum ini dibangun di atas tanah seluas 1,8 Ha di Jalan Kemiri No. 23 Palu.
Dari awal pembangunannya, Museum Negeri Provinsi Sulawesi Tengah terus
mengalami perkembangan yang pada akhirnya resmi dinyatakan sebagai Unit
Pelaksana Teknis berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor: 0754/0/1987 tanggal 2 Desember 1987. Museum ini
bertujuan menyelamatkan warisan peninggalan sejarah dan budaya nasional dan
turut ambil bagian dalam pembinaan kebudayaan bangsa. Di samping itu, museum
ini juga berusaha meningkatkan apresiasi masyarakat terutama generasi pelanjut
terhadap nilai-nilai kebudayaan dan nilai-nilai sejarah sehingga generasi muda
bangsa Indonesia tidak kehilangan jati dirinya.
Museum Negeri Provinsi Sulawesi Tengah sejak berdirinya hingga saat ini sudah mengalami satu kali renovasi tata pameran, penyempurnaan dan penambahan sarana yang kesemuanya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan masyarakat.
Sarana dan Fasilitas Museum
Taman
Taman Lore
Taman
Lore terletak di bagian depan museum seluas kurang lebih 2.500 m². Lore adalah
nama daerah atau etnis yang mendiami jantung pulau Sulawesi. Di daerah inilah
ditemukan banyak sekali peninggalan purbakala yang sangat menakjubkan dan
hingga kini belum sepenuhnya dapat ditemukan. Patung-patung yang terdapat dalam
taman ini adalah replika atau tiruan salah satu dari sejumlah patung serupa dan
khas peninggalan zaman prasejarah yang terdapat di Lore, Kabupaten Poso,
seperti: patung batu Tadulako, kalamba
dan arca Palindo (patung sepe).
Taman Tuva
Taman
Tuva terletak di bagian timur museum dengan luas sekitar 300 m². Nama taman ini
diambil dari nama sebuah desa yaitu Tuva di Kabupaten Sigi yang terletak kurang
lebih 50 km sebelah selatan Kota Palu, dan dari desa inilah lumpang-lumpang
batu kuno yang ditata sebanyak 6 buah dalam taman ini ditemukan terpendam dalam
tanah selama ratusan tahun. Lumpang batu ini terbuat dari batu Mollase. Bagian
permukaan rata dan halus dan ditengah-tengah terdapat lubang. Penduduk
menamakannya “Vatu Nonju” (Lumpang
Batu).
Taman Gawalise
Taman
Gawalise diambil dari nama sebuah gunung yang tertinggi di sebelah barat Kota
Palu. Suasana taman ini menggambarkan alam pegunungan daerah Pakava yang
sebagiannya terletak di lereng-lereng gunung Gawalise dengan bentuk rumah
penduduknya yang khas.
Taman Pekurehua
Taman
ini adalah taman megalit yang letaknya berada di antara Banua Oge dan Auditorium Museum. Beberapa arca menhir yang ditata
dalam taman ini merupakan pencerminan arwah leluhur di daerah lembah Napu
ribuan tahun yang lalu.
Gedung dan Ruangan
Gedung Administrasi
Tahun
anggaran 1977/1978 telah dilaksanakan pembangunan tahap I gedung administrasi
seluas 200 m². Gedung tersebut menggunakan gaya arsitektur tradisional Pakava
dengan menstelir dalam bentuk modern khususnya atap. Pada tahap II tahun
anggaran 1978/1979 telah diadakan perluasan pembangunannya seluas 205 m².
Dengan demikian secara keseluruhan gedung administrasi tersebut mempunyai luas
405 m².
Lobo
Gedung
yang luasnya 1.000 m² ini dibangun dengan gaya arsitektur Lobo, yaitu rumah adat di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala.
Gedung ini digunakan sebagai tempat pameran tetap.
Gedung Auditorium
Gedung
Auditorium Museum digunakan sebagai tempat pelaksanaan kegiatan seperti pameran
pertemuan dan kegiatan-kegiatan lain yang mendukung kelestarian budaya daerah
ini. Gedung yang luasnya 500 m² ini dibangun dengan bentuk arsitektur Tambi,
yaitu rumah tinggal masyarakat wilayah Kecamatan Lore, Kabupaten Poso. Pondasi
rumah ini dirancang khusus sehingga tahan terhadap gempa. Demikian pula, dapurnya
ditempatkan pada bagian tengah rumah sehingga dapat memberikan kehangatan bagi
penghuninya.
Banua Oge
Bentuk
bangunan ini menyerupai rumah atau istana raja di Kabupaten Donggala. Luasnya
500 m² dan sekarang digunakan sebagai tempat pameran tetap.
Gedung Koleksi (storage)
Gedung
yang dibangun pada tahun 1993 ini berkapasitas 150 meter bujur sangkar. Selain
digunakan sebagai gudang koleksi juga dilengkapi dengan ruangan tempat para
petugas atau kurator di museum ini melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan
dengan pengelolaan koleksi. Konstruksi bangunan ini mengambil gaya arsitektur baruga yaitu suatu tempat melaksanakan
pertemuan dan rapat-rapat penting.
Gedung Konservasi dan Preparasi
Gedung
ini merupakan pusat kegiatan konservasi dan preparasi Museum Negeri Provinsi
Sulawesi Tengah. Gedung yang luasnya 400 m² ini dibangun dengan gaya arsitektur
baruga yaitu tempat melaksanakan
pertemuan atau rapat-rapat penting.
Ruang Perpustakaan
Perpustakaan
Museum adalah perpustakaan yang khusus diperuntukkan bagi karyawan dan
karyawati museum. Perpustakaan ini didirikan pada tahun 1992 dan hingga
sekarang koleksinya sudah mencapai 3.238 buah dan 1.267 judul dengan berbagai
disiplin ilmu.
Ruang Audiovisual
Ruang
ini berkapasitas 40 orang, digunakan sebagai tempat bimbingan edukatif kultural
yang diperlengkapi dengan sarana penunjang seperti proyektor slide dan beberapa
paket bimbingan. Ruang ini diperuntukkan bagi siswa, pengunjung rombongan,
tamu-tamu resmi yang berkunjung ke museum ini.
Ruang Koperasi
Koperasi
“Gawalise” Museum Negeri Provinsi Sulawesi Tengah didirikan pada tanggal 3 Juni
1992. Koperasi ini beranggotakan karyawan dan karyawati Museum Negeri Provinsi
Sulawesi Tengah yang jumlahnya 70 orang. Ruang Koperasi “Gawalise” berada pada
sebuah bangunan kecil berukuran 7 x 4 m. Rumah ini dibangun dengan arsitektur
Tambi yaitu bentuk rumah tinggal masyarakat daerah pegunungan di Kabupaten
Poso.
Ruang Pameran
Ruang
Pameran yang dimiliki oleh Museum Negeri Provinsi Sulawesi Tengah ada 2
bangunan, yaitu Ruang Pameran Tetap I yang ditempatkan pada sebuah gedung
dengan mengambil arsitektur Lobo –
sebuah rumah adat di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala dan Kecamatan Lore,
Kabupaten Poso – dan Ruang Pameran Tetap II yang ditempatkan pada sebuah gedung
yang disebut Banua Oge yaitu bentuk
Istana Raja di daerah Lembah Palu pada masa dahulu.
Ruang
Pameran Tetap I memamerkan koleksi yang ditata secara sistematis sebagai
berikut:
Ruang
ini memamerkan keadaan alam dan lingkungan Sulawesi Tengah seperti kekayaan
hutan flora dan fauna khas yang tidak dijumpai di daerah lain.
Ruang Etnik (Ethnic Room)
Ruang
ini menggambarkan keragaman budaya dan system kekerabatan yang dimiliki oleh
masyarakat Sulawesi Tengah, tercermin dari bentuk dan model pakaian tradisional
yang biasa digunakan oleh kelompok etnis yang mendiami wilayah daerah Sulawesi
Tengah yaitu: suku Kaili, suku Pamona, suku Tomini, suku Tolitoli, suku Buol,
suku Kulawi, suku Lore, suku Mori, suku Bungku, suku Saluan, suku Balantak dan
suku Banggai.
Ruang Peralatan Dapur dan Peralatan Seni
(Kitchen and Art Equipment Room)
Ruang
ini memamerkan peralatan dapur dan peralatan seni masyarakat daerah Sulawesi
Tengah zaman dulu.
Ruang Pola Pemukiman, Sistem Mata
Pencaharian dan Alat Transportasi (Settlement
Pattern, Occupation System and Transportation Tool Room)
Ruang
ini memamerkan bentuk-bentuk rumah, sistem mata pencaharian dan alat
transportasi yang ada di wilayah Sulawesi Tengah kala itu.
Ruang Teknologi Tradisional (Traditional Technology Room)
Ruang
ini memamerkan beberapa perangkat alat
tradisional yang dipergunakan masyarakat Sulawesi Tengah dalam kehidupannya
untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari dengan mempergunakan cara-cara yang
telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Ruang Daur Hidup (The Life Cycle Room)
Ruang
ini memamerkan beberapa upacara adat yang berhubungan dengan kelahiran,
meningkat dewasa, perkawinan dan upacara kematian. Upacara-upacara adat ini
masih berlaku dalam masyarakat, karena erat hubungannya dengan kepercayaan dan
hokum adat setempat, misalnya tidak mentaati aturan-aturan atau
ketentuan-ketentuan yang berlaku akan mendapat kutukan sesuai dengan
kepercayaan masyarakat tersebut.
Ruang
Pameran Tetap II memamerkan koleksi yang ditata secara sistematis sebagai
berikut:
Koleksi Arkeologika (Archaeological Collection)
Koleksi
ini merupakan hasil budaya manusia masa lampau yang menjadi obyek penelitian
arkeologi, seperti arkeologi prasejarah, arkeologi klasik (pengaruh Hindu/Budha)
dan arkeologi Islam.
Koleksi Historika (Historical Collection)
Koleksi
ini merupakan salah satu bukti perlawanan rakyat daerah terhadap bangsa
penjajah, seperti baju, tombak dan guma
kalama milik Raja Intiovalangi, Toma Itorengke, pada tahun 1904 – 1908.
Koleksi
Etnografika (Ethnographical Collection)
Jenis
koleksi ini merupakan yang terbanyak jumlahnya di Museum Negeri Provinsi
Sulawesi Tengah, seperti kulit kayu dan guma.
Koleksi
Numismatika/Heraldika (Numismatical
Collection)
Museum
Negeri Provinsi Sulawesi Tengah memiliki sejumlah koleksi mata uang logam
maupun kertas. Koleksi mata uang ini terdiri dari uang Dollar, Gulden dan
Rupiah yang bertanda tahun 1940 hingga 1950-an.
Koleksi Filologika (Philological Collection)
Koleksi
ini terbatas jumlahnya, berupa naskah kuno yang ditulis tangan yang menguraikan
sesuatu hal atau peristiwa, seperti naskah Bugis (Lontara) yang menceritakan
tentang mitos dan legenda masa silam. Ada juga di antaranya yang ditulis di
atas kulit kayu yang merupakan almanak atau petunjuk hari-hari baik yang dapat
memberikan keberuntungan bagi seseorang yang memulai perjalanannya pada hari
baik yang ditunjukkan oleh almanak itu.
Koleksi
Keramologika (Ceramical Collection)
Museun
Negeri Provinsi Sulawesi Tengah mempunyai sejumlah besar keramik yang terdiri
dari keramik local dan keramik asing. Keramik lokal diduga sudah ada sejak
zaman prasejarah yang digunakan sebagai wadah untuk penguburan kedua. Sedangkan
keramik asing dikelompokkan menurut usia atau dinastinya, seperti keramik Cina
(Dinasti Sung abad 13, Dinasti Yuan abad 14, Dinasti Ming abad 16 dan Dinasti
Ching abad 16/17), keramik Vietnam abad 14, keramik Thailand abad 15/16 dan
keramik Eropa abad 17-20.*** [180412]
Kepustakaan:
- Suriaman, Drs., dkk., 1996, Pedoman Berkunjung di Museum Negeri Provinsi Sulawesi Tengah, Palu: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Sulawesi Tengah
terima kasih atas infonya mengenai museum sulawesi tengah.
BalasHapusVisit my link to st3telkom.ac.id
Terima Mas Trio telah berkenan membaca sejarah anak negeri ini.
BalasHapusSaya juga sudah buka website Anda. Bagus!