Pulang
dari Surabaya ke Solo mencoba jalur Pantura memang cukup jauh, namun juga
mengasyikkan. Lelah, ya jelas! Tapi lelah itu terobati manakala menemukan
bangunan lawas yang bisa ditulis
untuk mengisi blog. Kali ini pengin ke Lasem.
Pada
waktu memasuki Lasem, suasana Tiongkok memang sudah terasa. Bangunan khas
Tiongkok banyak ditemui di Lasem hingga gang-gang kecil. Pantas bila Lasem
ditetapkan sebagai Kota Pusaka di Kabupaten Rembang karena memiliki kekhasan
bangunan Tiongkok tersebut, dan ada juga yang menyebutnya dengan Le Petit Chinois atau Tiongkok kecil.
Seperti
biasa, bila memasuki kawasan dengan nuansa Tiongkok, saya akan menanyakan
keberadaan klenteng. Di Lasem, klenteng yang pertama kali mudah ketemu adalah
Klenteng Gie Yong Bio karena dari tepi jalan raya arah Rembang (dulu dikenal
sebagai Grotepostweg – Jalan Raya
Pos) terdapat papan penunjuknya. Klenteng ini terletak di Jalan Babagan No. 7
Desa Babagan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi
klenteng ini berada di selatan Showroom
Kampung BNI Batik Tulis Lasem.
Menurut informasi yang diperoleh, Klenteng Gie Yong Bio ini dibangun pada tahun 1780. Awalnya berada di jalan raya, namun kemudian dipindah ke Jalan Babagan ini. Aslinya klenteng ini menghadap ke arah timur. Tapi setelah Jalan Raya Pos atau Jalan Daendels bertambah ramai maka orientasinya dihadapkan ke jalan raya, yaitu ke arah utara. Perpindahan orientasi ini dilakukan bertepatan dengan perbaikan klenteng tersebut yang dilakukan pada tahun 1915.
Klenteng
ini didirikan untuk menghormati 3 serangkai pahlawan Lasem, yaitu Tan Kee Wie, Oey
Ing Kiat dan Raden Panji Margono, yang menghadapi VOC pada tahun 1741-1750. Perang
tersebut terkenal dengan nama Perang Godou Balik. Tan Kee Wie gugur ketika
armada kapalnya ditenggelamkan dengan tembakan meriam VOC di selat antara Ujung
Watu dan Pulau Mandalika. Oey Ing Kiat, seorang Majoor de Chineezen, gugur di Layur, sedangkan Raden Panji Margono
gugur di Karangpace, Narukan.
Untuk
menghargai jasa-jasa kepahlawanan mereka, masyarakat Tionghoa di Lasem
membangun Klenteng Gie Yong Bio sebagai monumen peringatan. Ketiganya dihormati
sebagai Kong Co dan dibuat rupangnya
untuk diletakkan di atas altar. Rupang Tan Kee Wie dan Oey Ing Kiat diletakkan
berdampingan, sementara rupang Raden Panji Margono diletakkan pada altar khusus
terpisah. Sehingga, Klenteng Gie Yong Bio mempunyai patung Kong Co yang tidak dimiliki oleh klenteng yang lain, baik di
wilayah Lasem maupun di tempat yang lain, seperti Juwana, Pati, Kudus dan
Semarang. Berawal dari situlah, Klenteng Gie Yong Bio dikenal sebagai “Klenteng
Pembauran” di mana sosok Raden Panji Margono dijuluki sebagai “Kong Co Jawa”, Kong Co pribumi satu-satunya di Indonesia.
Klenteng
ini tidak terlalu besar, akan tetapi mempunyai halaman yang cukup luas dan
berpagar. Dari halaman tersebut ada gerbang menuju ke bangunan klenteng
berbentuk paduraksa khas Tiongkok
berwarna pink, yang di depannya
terdapat dua patung singa (hanzi)
yang menoleh ke kiri dan ke kanan. Selepas melewati gerbang paduraksa, pengunjung sudah berada di
halaman bangunan utama klenteng. Tepat di depan pintu utama masuk klenteng
terdapat hiolo (tempat menancapkan hio) yang terbuat dari kuningan.
Kemudian masuk bangunan utama klenteng, pengunjung akan menjumpai sejumlah
altar untuk persembahyangan.
Klenteng
Gie Yong Bio merupakan tempat ibadah penganut Tri Dharma, sehingga klenteng ini
berfungsi integratif sebagai tempat ibadah penganut Buddha, Tao dan Konfusius. Selain
ketiga Kong Co yang sudah disebutkan di atas, masih ada altar sejumlah dewa
yang dimuliakan di klenteng tersebut, seperti Dewa Bumi Hok Tek Ceng Sin, Konfusius,
Lao Tzu maupun Dewi Kemurahan (Kuan Yin). *** [131215]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar