The Story of Indonesian Heritage

Stasiun Kereta Api Jakarta Kota

Stasiun Kereta Api Jakarta Kota (JAKK) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Jakarta Kota, merupakan stasiun ujung (kop station) yang memiliki jumlah jalur terbanyak di Indonesia, yaitu sebanyak 12 jalur. Sehingga, Stasiun Jakarta Kota mempunyai tipe terminus. Artinya, stasiun ini menjadi tempat perjalanan awal maupun akhir dari perjalanan sebuah kereta api karena sudah tidak memiliki jalur lanjutan lagi.
Stasiun Jakarta Kota adalah stasiun kereta api terbesar di Indonesia, yang berada pada ketinggian ± 4 m di atas permukaan laut. Stasiun ini terletak di Jalan Stasiun Kota No. 1 Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Taman Sari, Kota Jakarta Barat, Provinsi DKI Jakarta. Lokasi stasiun ini berada di depan Museum Bank Mandiri, atau di sebelah selatan BNI Jakarta Kota.
Keberadaan stasiun ini tidak terlepas dari adanya pembangunan jalur kereta api dari Batavia (Jakarta) ke Buitenzorg (Bogor), tempat kedudukan Pemerintah Hindia Belanda dan daerah penghasil teh dan kopi. Jalur ini dikerjakan oleh Naamlooze Venootschap Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NV NISM), perusahaan kereta api swasta yang ada di Hindia Belanda, sepanjang 56 km. Pembangunan fisik jalur kereta api ini memakan waktu selama dua tahun, yaitu dimulai dari tahun 1871 dan selesai pada tahun 1873. Kemudian dibangunlah stasiun dengan bangunan yang  masih sederhana sebagai stasiun terminus, dan diberi nama Stasiun Batavia. Stasiun inilah yang kemudian dikenal sebagai Batavia Noord (Batavia Utara) dan letaknya dulu berada di sebelah timur Museum Seni dan Keramik.


Selain jalur Batavia-Buitenzorg, perusahaan Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschappij (BOSM) juga membuka jalur baru yang mengantarkan penduduk dari Batavia ke Bekassie, Caravam (Karawang), bahkan hingga ke Bandung. Stasiun milik BOSM itu kemudian diperkirakan menjadi alasan mengapa nama Beos muncul. Meski ada alasan lain yang mungkin lebih tepat yaitu bahwa jalur ini disebut sebagai jalur yang melayani Batavia en Omstreken – Beos (Batavia dan sekitarnya). Stasiun ini dikenal juga dengan nama Batavia Zuid (Batavia Selatan).
Pada tahun 1898 jalur milik BOSM dijual kepada Pemerintah Hindia Belanda, dan kemudian pengelolaannya diserahkan kepada Staatsspoorwegen (SS), perusahaan kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda. Kemudian disusul jalur Batavia-Buitenzorg juga dijual kepada perusahaan kereta api negara tersebut pada tahun 1913.
Setelah semuanya diambil alih Staatsspoorwegen, terbersit gagasan untuk mengganti Batavia Noord dan Batavia Zuid menjadi stasiun yang besar dan megah. Kemudian dilakukan persiapan untuk mematangkan proyek tersebut, dan dipilihlah Batavia Zuid untuk dilakukan perluasan stasiun menjadi stasiun baru yang lebih luas. Station Batavia Zuid, awalnya dibangun sekitar tahun 1870, kemudian pada tahun 1923, aktivitas stasiun ini dihentikan operasinya untuk persiapan dilakukan pembangunannya.



Desain bangunan stasiun ditangani oleh Ir. Frans Johan Louwrens Ghijsels, yang lahir pada tahun 1882 di Tulungagung. Bersama-sama dengan temannya, yaitu Ir. Hein von Essen dan Ir. F. Stolts, alumnus pendidikan arsitektur di Delft itu mendirikan biro arsitektur AIA (Algemeen Ingenieur en Architectenbureau).
Pada tahun 1926 dimulailah pembangunan stasiun tersebut, dan selesai pada 19 Agustus 1929. Kemudian stasiun ini diresmikan pada 8 Oktober 1929 sebagai stasiun utama dengan nama Stasiun Batavia Benedenstad. Acara peresmiannya dilakukan secara besar-besaran dengan penanaman kepala kerbau oleh Gubernur Jenderal Jhr. A.C.D. de Graeff yang berkuasa pada Hindia Belanda pada 1926-1931. Seiring itu pula, Station Batavia Noord berhenti beroperasi dan kemudian bangunannya dibongkar. Setelah Indonesia merdeka, stasiun ini menjadi Stasiun Jakarta Kota.
Stasiun Jakarta Kota ini memiliki bangunan seluas 8.744 m², dan tercatat sebagai aset PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan nomor register 022/01.11110/JAK/BD. Stasiun karya Ghijsels ini, dulu pernah dikenal dengan ungkapan Het Indische Bouwen yakni perpaduan antara struktur dan teknik modern barat dipadu dengan bentukbentuk tradisional setempat. Dengan balutan Art Deco yang kental, rancangan Ghijsels ini terkesan sederhana meski bercita rasa tinggi.
Stasiun Jakarta Kota ini akhirnya ditetapkan sebagai cagar budaya melalui Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 475 Tahun 1993. Tak hanya itu, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.13/PW.007/MKP/05, stasiun ini juga ditetapkan sebagai cagar budaya pada 25 April 2005. *** [250216]


Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami