Menuju
Pura Mangkunegaran dari arah Pasar Pon, Anda akan menjumpai tanah milik PT. PLN
(Persero) yang berada di pojokan perempatan depan Pura Mangkunegaran. Di atas
lahan tersebut terdapat sebuah bangunan lawas
berbentuk empat persegi panjang dengan paduan warna hitam putih. Bangunan kuno
tersebut adalah Gardu Listrik Ngarsopuro.
Gardu listrik ini terletak di Jalan Diponegoro No. 50 Kelurahan Keprabon,
Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi gardu ini berada
di sebelah utara SMP Negeri 5 Surakarta, atau di sebelah timur Pasar
Ngarsopuro.
Keberadaan
gardu listrik ini berkaitan erat dengan adanya pembangunan jaringan listrik
oleh Solosche Electriciteits Maatschappij
(SEM) di Surakarta, atau yang lebih dikenal dengan Kota Solo pada tahun 1902. Sri
Susuhunan Pakubuwono X bersama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegoro
VI dan kaum pemodal (para saudagar) mendirikan sebuah unit genzet pembangkit
tenaga listrik berkapasitas dan bertegangan tinggi dengan tenaga diesel.
Pembangkit listrik ditempatkan di dekat Stasiun Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) di Purwosari,
atau yang akrab dengan Stasiun Purwosari.
Menurut catatan RM Sayid (1984), dana pengadaan mesin genzet ditanggung mereka atau hasil patungan pemerintah Kasunanan Surakarta, Praja Mangkunegaran, para saudagar dan hartawan, sedangkan pengelolaan listrik ditangani oleh SEM sekaligus bertindak sebagai pemborong dan pemasangan instalasi listrik, termasuk di antaranya adalah gardu listrik yang berada di Ngarsopuro.
Bangunan yang berada di sebelah barat Hotel Omah Sinten itu merupakan gardu listrik peninggalan kolonial Belanda. Nama aslinya adalah transformatorhuisje atau rumah transformator. Tetapi beberapa orang menyebutnya Gardu SEM. Pasalnya gardu tersebut dibangun dan dikelola oleh Solosche Electriciteits Maatschappij (SEM), sebuah perusahaan listrik swasta yang berpusat di Surabaya dengan wilayah operasi di Solo, Klaten, Sragen, Yogyakarta, Kudus, dan Semarang.
Fungsi bangunan itu adalah untuk melindungi transformator dari hujan dan panas. Selain itu, juga mencegah benda yang mengandung muatan listrik tinggi itu disentuh orang, karena jika disentuh orang tersebut langsung tewas akibat aliran listrik bertegangan tinggi. Sedangkan, transformator itu adalah salah satu komponen elektro yang bekerja untuk menaikkan maupun menurunkan tegangan dengan prinsip kerja gandengan elektromagnetik. Dalam sistem distribusi tenaga listrik, transformator bisa menghasilkan tegangan yang diinginkan.
Dulu,
di bagian dinding bangunan diberi tulisan berisi peringatan akan bahaya
bangunan ini, seperti Gevaar, Hoog
Spanning atau Awas Tenggangan Tinggi. Selain itu, juga dipasang peringatan
berbentuk cahaya petir. Sekarang, tulisan maupun tanda peringatan itu sudah
tidak ada lagi. Hal ini dikarenakan bangungan itu sudah tidak digunakan lagi
sebagai rumah transformator. Bangunan tersebut kini dimanfaatkan sebagai media
sosialisasi hemat listrik oleh PLN, dan telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota
Surakarta melalui Keputusan Kepala Dinas Nomor 646/40/I/2014 tentang Penetapan
Bangunan-Bangunan Yang Dianggap Telah Memenuhi Kriteria Sebagai Cagar Budaya
Sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomoe 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya. *** [040416]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar