Baluwarti
merupakan permukiman di dalam benteng Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat,
yang oleh orang Solo disebut njeron mbèténg.
Sebutan ini, bagi orang Solo, memberikan sasmita
bahwa wilayahnya masih berbau keningratan. Dalam kenyataan, jejak-jejak
keningratan masih bisa terlihat dari bangunan-bangunan yang berada di
lingkungan Baluwarti tersebut. Salah satunya adalah Sekolah Pamardi Putri. Sekolah
ini terletak di Jalan Mangkubumen RT. 04 RW. 01 Kelurahan Baluwarti, Kecamatan
Pasar Kliwon, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi sekolah ini berada
di belakang Dalem Purwohamijayan, atau sebelah tenggara Dalem Mangkubumen.
Di
dalam Opgave Van Openbare
Onderwisriehtingen in Het Gewest Soerakarta (dalam Husein Haikal, 2012)
disebutkan, bahwa di Vorstenlanden (
istilah yang mencakup wilayah Kraton Kasunanan Surakarta, Kesultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaran, dan Kadipaten Pakualaman) terdapat
bermacam-macam sekolah model Barat. Menurut data yang dikeluarkan oleh lembaga
pendidikan di wilayah Surakarta tahun 1930, sekolah-sekolah tersebut adalah
sekolah-sekolah negeri berbahasa daerah, sekolah-sekolah neutral berbahasa Belanda, sekolah-sekolah yang dikelolah oleh Zending, sekolah-sekolah yang dikelola
oleh Missi, sekolah-sekolah yang
dikelola oleh Muhammadiyah, sekolah-sekolah yang dikelola oleh Budi Utomo, dan
sekolah-sekolah yang dikelola oleh pihak kerajaan.
Sekolah-sekolah yang dikelola oleh kerajaan, di antaranya adalah Sekolah Pamardi Putri yang berada di wilayah Kraton Kasunanan Surakarta. Perkembangan pendidikan di Kasunanan tidak terlepas dari peran Sri Susuhunan Paku Buwono (PB) X, karena semenjak PB X memegang pemerintahan di Kasunanan Surakarta (1839-1939), pendidikan mulai mendapat perhatian besar. Awalnya, PB X mengirimkan putra-putrinya serta para sentono dalem (kerabat dekat Kraton) ke sekolah-sekolah Barat namun kemudian beliau memberikan dorongan yang kuat kepada para abdi dalem untuk ikut serta menuntut ilmu melalui bangku pendidikan.
Perhatian
PB X terhadap dunia pendidikan model Barat diwujudkan dengan mengusahakan
sekolah sendiri. Pada 1 November 1910, PB X mendirikan Hollandsch Inlandsch School (HIS) Kasatriyan, yang kemudian disusul
dengan pendirian Froberschool (Taman
Kanak-Kanak) Pamardi Siwi pada 26 Agustus 1926. Terakhir adalah pendirian HIS
Pamardi Putri pada 1 Juli 1927. Tujuan mendirikan HIS Pamardi Putri ini adalah
untuk menyediakan tempat belajar bagi putri dalem
PB X yang bernama Gusti Raden Ajeng Sekar Kedhaton Koestiyah, yang setelah
dewasa berganti nama menjadi Gusti Kanjeng Ratu Pembayun. Putri Sekar Kedhaton
memang merupakan putri kinasih
(kesayangan) PB X karena ia adalah seorang anak pertama dari seorang
permaisuri. Pasalnya, PB X dengan permaisuri pertama yang bergelar Gusti Kanjeng
Ratu Paku Buwono tidak memiliki keturunan, dan dengan permaisuri kedua yang
bergelar Gusti Kanjeng Ratu Emas diberi keturunan bernama Gusti Raden Ajeng
Sekar Kedhaton Koestiyah.
Pendidikan yang berlangsung di Sekolah Pamardi Putri pada waktu itu mengadopsi pendidkan model Barat dengan pola penerapan pendidikan karakter pada masyarakat Jawa yang mempunyai karakteristik yang unik. Hal ini selaras dengan penamaan sekolah tersebut, yaitu Pamardi Putri, yang berasal dari kata pamardi dan putri. Pamardi, artinya tempat mendidik, sedangkan putri berarti anak perempuan. Jadi Pamardi Putri adalah tempat mendidik yang memiliki strategis dan jangkauan masa depan serta menitikberatkan upaya yang sungguh-sungguh dari orangtua agar anak perempuannya menjadi orang yang baik dan bisa mendhem jero lan mikul dhuwur.
Saat
itu, setelah tiga tahun masuk sekolah di Pamardi Putri mendapat pendidikan yang
lebih teratur, bisa menulis huruf Jawa, bahasa lebih halus, menari sudah bisa
dipentaskan, dengan saudara-saudara lainnya. Meskipun Pamardi Putri merupakan
sekolah khusus keluarga dan putri-putri sentono
dalem yang gurunya juga abdi dalem (seperti PNS), tetapi pemimpin sekolah
dan wakilnya adalah nyonya Belanda, seperti
Juffrouw Domis dan Juffrouw Reuneker.
Sekolah
Pamardi Putri yang memiliki luas bangunan 1000 m² ini adalah sekolah tempo doeloe yang masih tetap
memperlihatkan keaslian bangunan sekolahnya. Fasad gedung sekolahnya masih
seperti dulu. Sekolah ini juga masih mempunyai bangku-bangku sekolah zaman
dulu, wastafal yang antik, dan sebuah lukisan Gusti Raden Ajeng Sekar Kedhaton
Koestiyah yang terpampang di ruang guru.
Kini,
Sekolah Pamardi Putri telah menjadi inventaris cagar budaya yang ada di Kota
Solo dengan nomor 08-20/C/Pk/2012 yang ditetapkan melalui Keputusan Wali
Kotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 646/116/I/1997. *** [310714]
Kepustakaan:
Haikal, Husain, Prof. Dr., Djumarwan, Drs., Dewi, Ita
Mutiara., Astuti, Desyari Widi., & S., Hemawan Dwi. (2012). Pendidikan dan
Perubahan Sosial di Vorstenlanden. Laporan
Penelitian Payung di FIS UNY
Sularto, St. (Editor). (2010). Guru-Guru Keluhuran. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara
Ulya, L.L., A’yun, Q., Septifani, R., &
Moordiningsih. (2013). Pergeseran Orientasi Pendidikan Karakter Pada Masyarakat
Jawa. Prosiding Seminar Nasional
Parenting
Tidak ada komentar:
Posting Komentar