Pada
waktu mengambil libur pada bulan September 2017 terasa memiliki nuansa
tersendiri. Pasalnya, ketika berada di Solo bertepatan dengan adanya Gelar
Potensi Wisata Kampung Kota yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata
(Disparta) Surakarta bersama Laku Lampah, Solo Creative City, dan Bening Art
Management, Sabtu-Minggu (2-3/9).
Saya
pun berkesempatan mengikuti gelaran tersebut. Tur wisata sejarah kampung yang
pertama, yaitu memperkenalkan Kampung Kemlayan, yang digelar pada 2 September
2017. Kampung Kemlayan di Kecamatan Serengan ternyata memiliki sejarah panjang
mengenai perkembangan seni tari dan musik tradisional (karawitan) Kota Solo.
Salah satu dari sekian kunjungan di Kampung Kemlayan adalah Rumah Gan Kam.
Rumah ini terletak di Jalan Empu Barada RT. 02 RW. 01 Kelurahan Kemlayan,
Kecamatan Serengan, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi rumah ini
berada di sebelah timur Gudeg Bu Mari.
Sesuai namanya rumah ini dulunya dibangun oleh Gan Kam. Gan Kam adalah salah satu putra dari Gan King San. Gan King San adalah orang yang pernah berjasa kepada Sri Paduka Mangkunegoro III. Keluarga Gan, berawal dari Gan Ban Soe, yang diperkirakan sudah berada di Jawa sebelum tahun 1800. Ia menikah dengan perempuan Jawa, dan menurunkan dua anak laki-laki, yakni Gan King San dan Gan Dhiam Seng. Kedua orang ini dianggap berjasa oleh Pura Mangkunegaran ketika pecah Perang Jawa (1825-1830). Atas jasa mereka, maka pada tahun 1845 Mangkunegoro III memberi penghargaan kepada kedua pemuda Tionghoa tersebut. Yang satu diangkat menjadi Tumenggung, dan yang lain diberi sebidang tanah di Desa Pajang. Tanah di Pajang itulah yang kemudian dijadikan tempat pemakaman keluarga Gan yang muslim.
Rumah Gan Kam menjadi penting untuk dikunjungi dalam Gelar Potensi Wisata Kampung Kota di Kemlayan, lantaran sang pemilik rumah itu dikenal memiliki andil yang cukup besar dalam melestarikan kesenian wayang orang. Wayang orang (wayang wong) merupakan salah satu jenis wayang yang mempergelarkan ceritera yang diperankan orang dengan syarat para pemainnya dapat menari, karena semua gerakannya harus mengikuti pokok-pokok aturan seni tari.
Wayang
orang panggung yang pertama diciptakan oleh Gan Kam pada tahun 1895, yang
merupakan kesinambungan dari wayang wong
Pura Mangkunegaran yang mati suri kala itu lantaran terjadinya krisis keuangan
pada masa pemerintahaan Mangkunegoro V. Kondisi keuangan sedang krisis dan istana
menanggung utang yang banyak kepada Pemerintah Hindia Belanda.
Sepeninggal Mangkunegoro V, penyelamatan tradisi seni wayang orang dilakukan oleh Gan Kam, seorang pengusaha Tionghoa yang atas izin Mangkunagoro VI untuk membawa keluar kesenian wayang orang keluar tembok istana. Karena perkembangan wayang orang sampai pada tahun 1895 tidak pernah sekalipun ditampilkan di luar istana, namun pada tahun itu pula untuk pertama kalinya oleh Gan Kam didirikan rombongan wayang orang komersial. Sejak itu, apa yang telah dirintis oleh Gan Kam dikenal dengan wayang orang panggung (WOP), dan dari tindakan Gan Kam inilah Wayang Orang Sriwedari terbentuk dengan adanya beberapa anggota wayang orang panggung, yang telah memiliki jam terbang yang cukup dalam pementasan keliling di kota-kota besar di Indonesia.
Meskipun
rumah Gan Kam terletak di jalan yang tidak terlalu lebar, namun keberadaannya
yang berada di Kampung Kemlayan menyebabkan ia dapat berinteraksi secara intim
dengan para seniman penabuh gamelan maupun penari. Lingkungan yang seperti
itulah, akhirnya yang membantu proses transformasi sosial-budaya pada diri Gan
Kam. Hingga akhirnya ia sebagai seorang keturunan Tionghoa, mampu memberikan
kontribusi dalam hidupnya melalui kebudayaan Jawa yang berasal dari lingkungan
Kampung Kemlayan. *** [020917]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar