The Story of Indonesian Heritage

Makam Sultan Syarif Kasim II

Berhubung letak Makam Sultan Syarif Kasim II berdampingan dengan Masjid Syahabuddin, saya sekalian menyempatkan diri untuk mengunjungi makam tersebut, yang beralamat di Jalan Sultan Ismail No. 14 Kelurahan Kampung Dalam, Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Provinsi Riau.
Tengku Sulung Sayyed Kasim yang kelak popular dengan sebutan Sultan Syariff Kasim II (1915-1946) merupakan putra Sultan Siak XI Sultan Asyyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin dengan permaisurinya yang bernama Tengku Jok (Syarifah Aminah). Beliau dilahirkan di Siak Sri Indrapura pada 11 Jumadilawal 1310 H atau 1 Desember 1892. Sayyed Kasim memiliki saudara satu ayah tetapi lain ibu yang bernama Tengku Long Putih (bermukim di Singapura).
Pada tahun 1908 Sultan Hasyim wafat dan digantikan oleh Sayyed Kasim yang pada waktu itu berumur 16 tahun. Untuk sementara yang menjalankan roda pemerintahan diangkatlah dua orang pejabat yang mewakili raja, yaitu Tengku Besar Sayyed Syarif Syagaf dan Datuk Lima Puluh menteri kerajaan.


Selama tujuh tahun lamanya pemerintahan Siak Sri Indrapura dijalankan oleh dua wakil raja tersebut, karena Sultan Syarif Kasim masih menimba pengetahuannya di Batavia. Di Batavia (sekarang Jakarta), Sayyed Kasim melanjutkan pendidikan tentang hukum Islam dan berguru kepada Sayed Husein Al-Habsyi yang merupakan ulama besar dan juga termasuk orang pergerakan nasional (pada tahun 1908 pergerakan nasional mulai berkembang di Batavia). Selain belajar mengenai hukum Islam, Sayyed Kasim juga menuntut ilmu hukum dan ketatanegaraan dari Prof. Snouck Hurgronje dari Institute Beck en Volten di Batavia.
Barulah pada tanggal 3 Maret 1915 dalam usia 23 tahun dan memiliki kematangan usia serta wawasan ilmu pengetahuan, siap mental dan fisik, Sayyed Kasim dinobatkan menjadi Sultan Kerajaan Siak Sri Indrapura yang kedua belas dengan gelar Sultan Assyaidis Syarif Kasim Tsani Abdul Jalil Syaifuddin, dan terkenal dengan nama Sultan Syarif Kasim II.


Beliau menolak anggapan Kerajaan Siak adalah milik Belanda yang dipinjamkan kepada raja-raja Siak. Hal ini menimbulkan konflik antara Belanda dan sultan. Untuk meningkatkan kercerdasaan rakyat, beliau mndirikan sekolah berbahasa Belanda di samping sekolah berbahasa Melayu. Sesudah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, beliau menyatakan bahwa Kerajaan Siak adalah bagian dari wilayah Republik Indonesia. Bahkan, beliau membantu pemerintah Republik Indonesia dengan menyumbangkan kekayaan pribadi sebesar tiga belas juta gulden. Saat Belanda melancarkan Agresi Militer I dan II yang dilanjutkan dengan membentuk negara-negara boneka, Sultan Syarif Kasim memerintahkan rakyat Siak untuk tetap setia kepada Pemerintah Republik Indonesia dan menolak pembentukan Dewan Siak oleh Belanda. Setelah kedaulatan Indonesia diakui, Sultan Syarif Kasim menjadi penasihat Presiden Soekarno (Tim Media Pusindo, 2008: 123).
Beliau dihormati orang bukan hanya karena kedudukan sebagai raja, tetapi lebih-lebih karena satunya kata dan perbuatan. Dia mendukung negara Republik Indonesia tidak hanya dengan maklumat atau pernyataan politik, tetapi juga dengan menyumbangkan harta miliknya dalam jumlah besar kepada negara. Ia tidak menyayangi rakyatnya dengan kata dan ungkapan, tetapi dengan mencerdaskannya lewat penyediaan sekolah. Dia mendukung perjuangan tidak hanya lewat seruan dari istana, tetapi hadir dalam kancah perjuangan dengan bantuan yang konkrit.


Di usia 74 tahun, Sultan Syarif Kasim II tutup  usia di Rumbai, Pekanbaru, pada tanggal 23 April 1968 tanpa meninggalkan keturunan dari dua orang permaisurinya. Beliau digelari Marhum Rumbai (Marhum yang mangkat di Rumbai). Kala itu ribuan rakyat Siak melepas kepergian beliau dengan dukacita. Beliau dimakamkan di belakang Masjid Syahabuddin, dekat Istana Siak Sri Indrapura.
Pengorbanan Sultan Syarif Kasim II untuk NKRI sangatlah besar. Pada 6 November 1998 Sultan diberi gelar Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 109/TK/1998. Selain itu, nama beliau juga ditabalkan untuk nama bandara di Provinsi Riau di Pekanbaru, yaitu Bandara Udara Sultan Syarif Kasim II melalui Keputusan Presiden Nomor 473/OM.00/1998-AP II dan diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia K.H. Abdurrahman Wahid pada tanggal 29 April 2000.
Kompleks makam Sultan Syraif Kasim II beserta keluarganya dinaungi bangunan berarsitektur menyerupai bangunan masjid. Jirat atau kijing makam sultan berbentuk 4 undak dari tegel dan marmer berukuran panjang 305 cm, lebar 153 cm, dan tinggi 110 cm. Nisannya dari kayu berukir motif suluran-suluran. Bentuknya bulat silinder bersudut 8 dengan diameter 26 cm dan kelopak bunga teratai.
Di dalam kompleks makam itu juga terdapat makam permaisuri Tengku Agung Sultanah Latifah (mangkat 1929) dan Tengku Maharatu Syarifah Fadlun (mangkat 1987) serta panglima Sultan Tengku Mansoer bin Chalid (mangkat 1991) yang selalu diziarahi oleh masyarakat. *** [191218]

Kepustakaan:
Khairiah. (2014). Menelusuri Jejak Arkeologi di Siak. Jurnal Sosial Budaya Vol. 11, No. 1. Diunduh dari http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/SosialBudaya/article/view/825
Soedarmanta, J.B. (2007). Jejak-jejak pahlawan: perekat kesatuan bangsa Indonesia. Jakarta: Grasindo
Tim Media Pusindo. (2008). Pahlawan Indonesia. Penyunting oleh Bima. Jakarta: Media Pusindo
http://repository.uin-suska.ac.id/18504/7/7.%20BAB%20II__2018552ES.pdf
http://repository.upi.edu/36657/
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami