The Story of Indonesian Heritage

Stasiun Kereta Api Bondowoso

Stasiun Kereta Api Bondowoso (BO) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Bondowoso, merupakan salah satu stasiun kereta api kelas I yang berada di bawah manajemen PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 9 Jember dengan ketinggian +253 m di atas permukaan laut. Stasiun ini terletak di Jalan Imam Bonjol No. 13 Kelurahan Kademangan, Kecamatan Bondowoso, Kabupaten bondowoso, Provinsi Jawa Timur. Lokasi stasiun ini berada di sebelah barat daya Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Bondowoso, dan tak jauh dari Terminal Bondowoso.
Pembangunan stasiun ini bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api Kalisat-Situbondo-Panarukan. Jalur tersebut dibuka untuk umum pada tanggal 1 Oktober 1897, dan sekaligus Stasiun Bondowoso diresmikan penggunaannya. Pembangunannya dilakukan oleh perusahaan kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda, Staatsspoorwegen (SS), sebagai bagian dari proyek jalur kereta api untuk jalur timur yang kelas 2 (Oosterlijnen-2).

Emplasemen Stasiun Bondowoso (Foto: Fachrul Rozi)

Jalur rel Kalisat-Situbondo-Panarukan ini inisiatif dari George Bernie, pemilik Naamloze Vennootschap Landbouw Maatschappij Oud Djember (NV LMOD). Pada waktu itu Karesiden Besuki banyak bermunculan industri dan perkebunan tembakau, kopi, tebu, indigo maupun beras di sepanjang jalur tersebut.
Tujuan pembangunan stasiun kereta api kala itu sebagai alat transportasi yang cukup penting untuk mengangkut hasil perkebunan menuju ke Penarukan guna dikapalkan menuju ke Belanda dan daratan Eropa lainnya, serta digunakan untuk angkutan penumpang karyawan perkebunan-perkebunan milik orang Belanda yang ada di Karesidenan Besuki.

Gerbong Maut (Foto: Fachrul Rozi)

Selain itu, Stasiun Bondowoso juga difungsikan untuk mengembangkan infrastruktur Kota Bondowoso saat itu sebagai ibu kota kabupaten. Oleh karena itu, pada jalur Kalisat-Situbondo-Penarukan, Stasiun Bondowoso dibangun dengan megah ketimbang stasiun-stasiun lainnya.
Bangunan stasiun ini merupakan produk arsitektur kolonial Belanda. Dilihat dari fasadnya, Stasiun Bondowoso memiliki langgam Indische Empire Style. Untuk gaya Indische Empire Style pada bangunan stasiun ini telah disesuaikan dengan iklim, teknologi dan bahan bangunan setempat. Langgam tersebut juga telah mengalami perubahan karena pada abad ke-19 Kota Bondowoso makin padat, sehingga gaya Indische Empire Style yang memerlukan lahan yang luas tersebut terpaksa harus menyesuaikan dengan keadaan. Detail-detail elemen arsitekturnya pun mengalami perubahan sesuai dengan kemajuan zaman, seperti tidak adanya pilar-pilar pada beranda depannya, dan penggunaan seng gelombang yang didatangkan dari Belanda (pada waktu itu) untuk melindungi jendela-jendela.

Jalur rel di Stasiun Bondowoso (Foto: Fachrul Rozi)

Pada awal dibangun, stasiun ini memiliki 5 jalur. Akan tetapi sekarang terlihat tinggal dua jalur saja, di mana jalur 2 sebagai sepur lurus dan jalur 1 digunakan apabila ada persilangan atau persusulan antarkereta api. Arah utara menuju ke Stasiun Tangsil dan arah selatan menuju ke Stasiun Nangkaan.
Stasiun Bondowoso dinonaktifkan pada tahun 2004 karena semakin usangnya prasarana perkeretapian yang ada. Hal ini mengakibatkan kalah bersaing dengan moda angkutan darat lainnya pada saat itu..
Pada 17 Agustus 2016, bangunan Stasiun Bondowoso difungsikan sebagai museum kereta api (Bondowoso Rail & Train Museum). Salah satu koleksi yang cukup melegenda adalah sebuah gerbong yang dikenal dengan sebutan gerbong maut Bondowoso.
Peristiwa gerbong maut merupakan peristiwa kemanusiaan yang terjadi di Bondowoso pada saat pemindahan tahanan dari penjara Bondowoso menuju penjara Surabaya dengan menggunakan sarana kereta api (gerbong kereta barang yang atapnya terbuat dari plat besi dan tidak berventilasi) sehingga memakan banyak korban. *** [270320]

Kepustakaan:
Oegema, J.J.G. (1982). De Stoomtractie op Java en Sumatra. Deventer-Antwerpen: Kluwer Technische Boeken
Surojo, Ardiansyah & Antariksa, Noviani & Suryasari,. (2011). PELESTARIAN BANGUNAN STASIUN BONDOWOSO. arsitektur e-Journal. 4. 106-122.
Yusmita, R., Sugiyanto, S., & Budiyono, B. (2013). SEJARAH PERISTIWA GERBONG MAUT DI BONDOWOSO TAHUN 1947 DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN. Pancaran Pendidikan, 2(4), 187-195. Retrieved from https://jurnal.unej.ac.id/index.php/pancaran/article/view/795

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami