Stasiun
Kereta Api Purworejo terletak di Jalan Mayjen Sutoyo Purworejo, atau tepatnya
di sebelah selatan Pasar Suronegaran.
Stasiun
ini termasuk stasiun kecil yang berada di tengah kota, namun stasiun tersebut
memiliki sejarah yang panjang.
Stasiun
ini dibangun oleh Perusahaan Kereta Api Negara Staatsspoorwagen (SS). Stasiun
Purworejo adalah merupakan warisan peninggalan kolonial Belanda yang dibangun
pada tahun 1887. Pemerintah Kolonial Belanda saat itu sengaja membangun rel kereta
api sepanjang 12 KM dari Stasiun Besar Kutoarjo ke arah Stasiun Purworejo,
diperkirakan awalnya hanya dibangun rel saja namun seiring perkembangannya,
jalur itu semakin ramai sehingga pada tanggal 20 Juli 1887 dibangunlah Stasiun
Purworejo, dengan struktur bangunan berupa bahan beton
setinggi delapan meter dan luas keseluruhan sekitar 848 meter persegi.
Pembangunan kereta api didorong oleh
dua kepentingan, kepentingan pertahanan ekonomi dan militer. Kepentingan
ekonomi yang terkait dengan kebutuhan transportasi kota hasil perkebunan
Purworejo untuk didistribusikan ke daerah lain
atau bahkan ke Belanda melalui Pelabuhan Cilacap, yang kala itu sebagai salah satu gerbang ekspor ke
Eropa. Sedangkan, kepentingan militer berhubungan dengan posisi
Purworejo kala itu sebagai kota militer, yang ditandai dengan banyaknya
pembangunan gedung militer (tangsi)
pasca Perang Diponegoro (1830). Keberadaan tangsi
militer Belanda ini sebagai penyedia cadangan militer yang sewaktu-waktu
diperlukan untuk menjaga keamanan di Jawa Tengah.
Sejak
tahun 1901 jalur kereta api Purworejo-Kutoarjo itu pun semakin dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat kala itu. Terdapat beberapa halte antara Stasiun
Kutoarjo dan Stasiun Purworejo, yaitu dimulai dari Stasiun Kutoarjo – Halte
Batoh – Halte Grantung – Halte Kenteng – Stasiun Purworejo, dan saat ini
keseluruhan halte sudah tidak berfungsi lagi.
Stasiun
Purworejo berada pada ketinggian +63 m dpl. Sistem persinyalan masih memakai
sistem sinyal mekanik Alkmar, dan uniknya tidak ada sinyal muka ataupun sinyal
masuk, hanya ada sinyal keluar menuju arah Stasiun Kutoarjo. Di stasiun ini
juga mempunyai 2 spoor,yang dahulunya
mempunyai 1 spoor cabang menuju ke
Balai Yasa (Werkplaants) milik Staats
Spoorwegen (SS).
Balai
Yasa tersebut sekarang sudah tidak ada lagi dan sudah berubah fungsi sebagai
pemukiman bagi prajurit TNI AD. Stasiun Purworejo sempat ditutup selama 3 kali,
yaitu pada masa kependudukan tentara Jepang, dan sekitar tahun 1952-1955. Saat
peralihan menjadi Djawatan Kereta Api (DKA) petak jalur tersebut kembali
diaktifkan. Setelah itu pada tahun 1977, petak jalur Kutoarjo – Purworejo
kembali ditutup dan tidak beroperasi lagi. Dekade 1990-an diaktifkan kembali
pada masa kepemimpinan Bupati Purworejo, Goernito dan Haryanto Dhanutirto, Menteri
Perhubungan saat itu.
Sarana
yang melayani lintas Kutoarjo - Purworejo ini pada zaman dahulu dilayani dengan
lokomotif uap dengan membawa rangkaian campuran antara kereta penumpang dan
kereta barang, dengan susunan sebagai berikut lokomotif uap – Kereta Kayu CR –
Kereta Kayu CR – Gerbong Barang GW – Gerbong Barang GW.
Untuk
lokomotif uap, jalur ini dilayani dengan seri C dan D,diantaranya seri C 27
(dengan susuran roda 4-6-4) buatan Pabrik Werkspoor pada tahun 1920 dan seri D
51 (dengan susunan roda 2-8-2) buatan Pabrik Hartmann pada tahun 1920.
Pada
periode 1990, setelah jalur ini diaktifkan kembali oleh pemerintah saat itu,
sarana yang melintas di jalur ini tidaklah dilayani kembali dengan lokomotif
uap dan kereta kayu CR dan kereta barang GW, tetapi sudah berganti dilayani
dengan lokomotif diesel hidrolik dan dengan membawa 1 atau 2 kereta penumpang
kelas 3 atau biasa disebut K3 dengan susunan Lokomotif Diesel Hidrolik D 301/D
300 – K3.
Lokomotif
yang melayani jalur ini ialah seri D 300 (Krupp M350D) dan seri D 301 (Krupp
M350D), kedua lokomotif tersebut buatan Pabrik Fried Krupp dan mulai dinas pada
tahun 1962 – 1968 (D 301) dan tahun 1968 (D 300).
Mulai
periode tahun 2000, lokomotif yang melayani jalur ini berganti dari lokomotif D
300 & D 301 ke lokomotif BB 300 (Krupp M700BB), lokomotif ini (BB 300)
mempunyai tenaga lebih besar dari lokomotif D 301 dan juga lokomotif tersebut
masih 1 pabrik, yaitu Fried Krupp.
Lokomotif BB 300 yang melayani jalur Kutoarjo – Purworejo ini merupakan lokomotif diesel hidrolik pertama buatan pabrik Fried Krupp Jerman, yang pertama kali didinaskan pada tahun 1958 sebanyak 17 buah dan pada tahun 1959 sebanyak 13 buah. Lokomotif dengan daya mesin 680 HP dari Mercedes Benz dan transmisi hidrolik dari Krupp ini, dapat dioperasikan untuk dinas langsir atau menarik kereta penumpang jarak pendek seperti feeder Purworejo ini, dan dengan kecepatan maksimum 75 Km/jam. Lokomotif ini juga merupakan lokomotif ber type BB atau Bo-Bo yang artinya lokomotif yang mempunyai dua bogie dan masing-masing bogie mempunyai dua poros penggerak yang digerakkan oleh motor sendiri.
Lokomotif BB 300 yang melayani jalur Kutoarjo – Purworejo ini merupakan lokomotif diesel hidrolik pertama buatan pabrik Fried Krupp Jerman, yang pertama kali didinaskan pada tahun 1958 sebanyak 17 buah dan pada tahun 1959 sebanyak 13 buah. Lokomotif dengan daya mesin 680 HP dari Mercedes Benz dan transmisi hidrolik dari Krupp ini, dapat dioperasikan untuk dinas langsir atau menarik kereta penumpang jarak pendek seperti feeder Purworejo ini, dan dengan kecepatan maksimum 75 Km/jam. Lokomotif ini juga merupakan lokomotif ber type BB atau Bo-Bo yang artinya lokomotif yang mempunyai dua bogie dan masing-masing bogie mempunyai dua poros penggerak yang digerakkan oleh motor sendiri.
BB
300 06 dan BB 300 16 ialah lokomotif yang sering melayani Kereta Feeder
Kutoarjo – Purworejo, lokomotif ini berasal dari Dipo Induk Kutoarjo (Dipo KTA)
dan yang unik dari lokomotif ini ialah livery-nya
yang kembali dicat dengan masa Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) yaitu
dengan livery kuning hijau dan dengan
logo roda terbang khas lokomotif masa PJKA. Semenjak bulan November
2010, kereta api feeder ini sudah
tidak dioperasikan lagi.
Balai
Pelestarian Peninggalan Purbakala (BPPP) Jateng telah memasukkan Stasiun
Purworejo sebagai salah satu cagar budaya di Purworejo, dilindungi oleh negara
dengan nomor inventarisasi 11-06/PWO/TB/36 atau nomor inventarisasi yang dikeluarkan
oleh Pemerintah Kabupaten setempat: 11-06/Pwr/TB/8. Stasiun Purworejo ini saat
ini dikelola oleh PT. Kereta Api Indonesi Persero (KAI), dan berada di Daerah
Operasi 5 Purwokerto.
Saat
ini stasiun ini tengah mengalami renovasi, rencananya sudah tidak difungsikan
sebagai stasiun operasional KA reguler, karena lokasinnya tidak berada di
perlintasan di jalur selatan tetapi akan dikembangkan menjadi obyek wisata
sejarah. Pusat Pelestarian Benda dan Bangunan PT KAI Pusat di Bandung tengah
melakukan sejumlah pemugaran untuk dikembalikan sesuai aslinya.
Pemugaran
tahap pertama sudah dilakukan sejak Desember 2011. Tahap kedua dilaksanakan
pada April 2012. Pengembangan Stasiun Purworejo sebagai stasiun wisata karena
ada beberapa alasan yakni untuk mendukung program Kunjungan Wisata tahun 2013.
Pusat Pelestarian Benda dan Bangunan PT KAI juga akan mendatangkan KA Pustaka, sehingga pengunjung dapat membaca berbagai koleksi buku yang disediakan KA perpustakaan tersebut. *** [220912]
Pusat Pelestarian Benda dan Bangunan PT KAI juga akan mendatangkan KA Pustaka, sehingga pengunjung dapat membaca berbagai koleksi buku yang disediakan KA perpustakaan tersebut. *** [220912]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar