Cephas
lahir pada 15 Februari 1844. Ia diangkat anak oleh pasangan Belanda yang
tinggal di Yogyakarta. Pada usia 16 tahun, Kasijan (nama aslinya) masuk Kristen
Protestan dan dibaptis di Purworejo oleh Pendeta Braams. Pendeta inilah yang memberi
nama baptis Cephas, diambil dari bahasa Semit kuno, yang sama artinya dengan
Petrus.
Dalam
dunia fotografi, barangkali hanya sedikit yang mengenal Kasijan Cephas. Padahal
orang Jawa inilah pelopor sekaligus ahli fotografi pertama dari kalangan bumiputera.
Kassian
Cephas (1845-1912), sering juga dituliskan dengan Kasijan Cephas, merupakan
fotografer pribumi Jawa yang cukup fenomenal. Dia menjadi terkenal karena karya
fotografinya menjadi bersifat dokumentatif dan menjadi rujukan banyak orang
terutama yang memiliki perhatian besar pada dunia kesejarahan, seni fotografi,
dan arkeologi. Karya-karya fotografi Cephas menjadi dokumen penting bagi dunia
tersebut.
Meski
masih menggunakan alat-alat yang sederhana, tanpa bidikan kamera Cephas, relief
Karmawibhangga yang terletak di sisi tenggara Candi Borobudur tidak akan pernah
terekam. Pasalnya, 160 panil Karmawibhangga itu terkubur rapat di dalam tanah
karena juga berfungsi sebagai penyangga konstruksi candi.
Cephas
karir pertamanya dimulai dengan menjadi juru foto resmi istana. Ia mulai
membuat foto di atas lempengan kaca sejak 1875, dan sebagian besar
menggambarkan keluarga dan suasana Kraton Kesultanan Yogyakarta. Pada 1885,
Cephas ikut dalam kegiatan dokumentasi peninggalan purbakala yang
diselenggarakan oleh Perhimpunan Ilmu-Ilmu Purbakala, Geografi, Etnografi dan
Bahasa milik Belanda. Pada tahun itulah, ia pernah menemukan relief
Karmawibhangga yang tersembunyi di Borobudur. Dengan kamera tradisional, Cephas
langsung mengabadikan dengan sangat baik dan jelas.
Cephas
meninggal dunia di Yogyakarta di usia 68 tahun dan dimakamkan di pekuburan
Kristen. Ketika dipindahkan pada tahun 1963, jejak kuburan Cephas ikut lenyap. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar