The Story of Indonesian Heritage

Rumah Tua Pondok Cina

Saat melewati Jalan Margonda yang begitu padat dari Lenteng Agung menuju ke arah selatan, terlintas bangunan mall yang memiliki menara yang khas. Mall tersebut adalah Mall  Margo City. Mall ini cukup besar, luas dan ramai. Sehingga, mall ini cukup dikenal oleh masyarakat. Tapi siapa sangka kalau bepergian ke kawasan Mall Margo City sesungguhnya tidak sekadar berbelanja saja. Bagi pecinta bangunan kuno, bisa menyaksikan Rumah Tua Pondok China.
Rumah Tua Pondok Cina terletak di Jalan Margonda, Kelurahan Pondok Cina, Kecamatan Beji, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. Lokasi rumah tua ini tepat berada di samping kanan sebelah depan dari Mall Margo City. Rumah tua ini tidak tampak dari Jalan Margonda, sehingga pengunjung yang ingin menyaksikan rumah tua ini harus memarkir kendaraannya ke areal parkir milik Mall Margo City.
Menurut Yano Jonathans dalam bukunya Depok Tempo Doeloe (2011), disebutkan bahwa pada masa penjajahan Belanda, Depok tidak luput dari kedatangan para saudagar Cina yang terkenal ulet dan cerdik dalam memperoleh keuntungan. Hal ini sejak awal telah menimbulkan kekhawatiran pada diri Cornelis Chastelein.


Cornelis Chastelein adalah anak Anthony Chastelein, seorang Hugenoot (Protestan pengikut Calvin) dari Perancis yang melarikan diri ke Belanda akibat pertikaian agama di negerinya. Ia kemudian menikah dengan Maria Cruydenier, putri dari Walikota Dordrecht. Pasangan ini dikaruniai 10 anak, di antaranya adalah Cornelis Chastelein yang lahir pada tanggal 10 Agustus 1657.
Pada umur 17 tahun, Cornelis Chastelein menjadi pegawai di VOC, ditugaskan di Indonesia sebagai tenaga pembukuan. Ia berangkat ke Indonesia pada tanggal 24 Januari 1674 dengan menaiki kapal ‘t Huys Te Cleef dan tiba di Batavia pada tanggal 16 Agustus 1674.
Selama berdinas di VOC, karier Chastelein melesat hingga menjadi Grootwinkelier atau saudagar besar atau kepala pembelian. Pada tahun 1691, jabatannya sudah menjadi Tweede Opperkoopman des Casteel Batavia, atau saudagar senior kelas dua dari benteng Batavia. Namun, pada tahun itu juga ia mengundurkan diri dari jabatannya dengan alasan kesehatan, yang kemungkinan besar sebenarnya karena ketidaksetujuannya dengan kebijakan politik dagang Gubernur Jenderal van Outshoorn. Setelah mengundurkan diri, ia kemudian membuka perkebunan dan pertanian.
Pada tanggal 18 Mei 1696, Chastelein membeli wilayah Depok dari pemerintah Belanda. Kemudian, untuk memperluas tanahnya, ia juga membeli tanah di Depok dari seorang Tionghoa bernama Tio Tong Ko berdasarkan surat pembelian 5 September 1712, dan sebagian dibeli dari seseorang bernama van den Barlisen, seorang kapten Oessien, berdasarkan surat pembelian di bawah tangah tertanggal 5 Agustus 1713.


Pengelolaan tanah-tanah tersebut diserahkan kepada kurang lebih 150 orang budak yang dimilikinya. Semua pekerjaan di perkebunannya di Depok dan di Batavia dilakukan ke-150 budak tersebut. Budak-budak tersebut akhirnya dimerdekakan dengan baptis kekristenan yang pada akhirnya terbagi dalam 12 marga, dan akhrinya membentuk komunitas.
Untuk melindungi masyarakatnya dari “invansi” pedagang Cina, dalam surat wasiatnya Chastelein melarang orang Cina tinggal di Depok. Tujuannya agar orang Depok tidak tergantung pada pedagang Cina sekaligus menghindarkan mereka dari kebiasaan orang Cina yang suka menghisap madat. Sebegitu kerasnya larangan Chastelein sehingga pendatang Cina tidak diperkenankan bermalam di Depok. Sebagai gantinya, mereka hanya diizinkan menempati batas kota yang sekarang dikenal sebagai daerah Pondok Cina, yang berasal dari kata pemondokan orang Cina.
Konon, awalnya rumah Pondok Cina didirikan dan dimiliki oleh seorang arsitek asal Belanda. Pada pertengahan abad ke-19, rumah tersebut dibeli oleh saudagar keturunan Tionghoa yang bernama Lauw Tek Lock. Selanjutnya, rumah Pondok Cina diwariskan kepada puteranya yang menjadi seorang kapiten bernama Kapiten Der Chinezeen Lauw Tjeng Shiang. Pondok Cina pernah mengalami kerusakan akibat gempa Gunung Megamendung tahun 1834, kemudian dibangun kembali pada tahun 1898.
Sekarang, Rumah Tua Pondok Cina telah menjadi bagian dari Mall Margo yang pernah difungsikan sebagai Café Olala. Akan tetapi, kini bangunan kuno penuh sejarah tersebut mangkrak, dan semakin terdesak keberadaannya karena tepat di depannya dibangun sebuah apartemen yang menjulang tinggi. *** [280514]

Kepustakaan:
Rian Timadar, 2008, Persebaran Data Arkeologi di Permukiman Depok Abad 17-19 M: Sebagai Kajian Awal Rekonstruksi Sejarah Permukiman Depok, dalam Skripsi di Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia
Yano Jonathans, 2011, Depok Tempo Doeloe, Jakarta: Penerbit Libri
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami