Jatinegara
merupakan salah satu kecamatan yang ada di Jakarta Timur, yang menyimpan memori
masa lampau yang sangat kental. Semasa bernama Meester Cornelis, Jatinegara merupakan daerah pinggiran Batavia
yang tergolong berkembang pesat sekitar tahun 1905. Sehingga, tak mengherankan
bila di dalam wilayah tersebut banyak meninggalkan jejak heritage yang masih bisa kita saksikan sampai saat ini. Salah
satunya adalah Gedung Eks KODIM 0505 Jakarta Timur. Gedung ini terletak di
Jalan Bekasi Timur No. 73 Kelurahan Rawa Bunga, Kecamatan Jatinegara, Kota
Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta. Lokasi gedung ini berada di samping Pasar
Akik Eks Makodim, atau berseberangan dengan Stasiun Jatinegara.
Menurut
catatan sejarah yang ada, gedung ini berdiri di atas lahan milik Meester
Cornelis Senen yang mengembangkan daerah tersebut pada mulanya. Makanya, daerah
tersebut dikenal dengan daerah Meester
Cornelis (nama lawas Jatinegara).
Momentum perkembangan Meester Cornelis
menjadi kota perdagangan terjadi pada tahun 1621, ketika seorang guru agama
Kristen yang berasal dari Pulau Lontar, Banda, Maluku, Cornelis Senen, merintis
dan mengusahakan tanah di daerah tersebut atas izin Pemerintah Hindia Belanda.
Tambahan kata Meester untuk Cornelis
Senen merupakan penghargaan masyarakat setempat akan pengadiannya sebagai
pengajar Injil, sehingga nama Cornelis Senen jadi sering dipanggil dengan Meester Cornelis. Di situ, Meester Cornelis juga diangkat sebagai
penguasa setempat di daerah tersebut oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Awalnya,
bangunannya belum semegah ini. Hanya semacam kediaman Cornelis Senen yang
memiliki halaman begitu luas. Sepeninggal Cornelis Senen pada tahun 1661,
riwayat penggunaan bangunan bekas kediaman Cornelis Senen tidak begitu jelas.
Diperkirakan tetap menjadi kediaman penguasa setempat juga.
Namun, sejak Herman Willem Daendels diangkat menjadi Gubernur Jenderal di Hindia Belanda dari 1808 hingga 1811, kediaman bekas milik Cornelis Senen ini dibangun atas perintahnya, menjadi sebuah gedung yang megah seperti sekarang ini. Daendels mengubah rumah landhuizen milik Cornelis Senen ini dengan suatu gaya Empire Style yang berbau Perancis. Gaya tersebut kemudian terkenal dengan sebutan Indische Empire Style, yaitu suatu gaya arsitektur Empire Style yang disesuaikan dengan iklim, teknologi dan bahan bangunan setempat. Setelah selesai, gedung tersebut digunakan tetap diperuntukkan bagi kediaman penguasa setempat atau Wedana.
Pada
14 – 26 Agustus 1811, Meester Cornelis
direbut oleh pasukan Inggris setelah terjadi pertempuran yang sangat dahsyat
antara pasukan Inggris dan Perancis-Belanda. Penyerbuan ini merupakan
perpanjangan dari perseteruan besar antara Inggris dan Perancis yang telah
mengalahkan Kerajaan Belanda sebelumnya. Pada penyerbuan tersebut, gedung ini
pernah digunakan sebagai benteng pertahanan saat terjadi perrtempuran hebat
antara pasukan Inggris dan Perancis-Belanda.
Pada
1887, Bataviasche Ooster Spoorweg
Maatschappij membangun jalur rel kereta api dari Batavia Zuid (Jakarta
Kota) menuju Bekasi sepanjang 27 kilometer. Jalur rel tersebut melintas tepat
di depan gedung ini, yang sekarang berdiri Stasiun Jatinegara (dulu disebut
Stasiun Meester Cornelis). Pembukaan jalur rel ini menjadikan daerah Meester
Cornelis semakin ramai dan berkembang pesat.
Kondisi
inilah yang menyebabkan Pemerintah Hindia Belanda meningkatkan status Meester Cornelis menjadi daerah otonom
yang bernama Regetschap Meester Cornelis
atau Kabupaten Meester Cornelis,
berdasarkan Staatsblad No. 383
tertanggal 14 Agustus 1925, dan peraturan tersebut mulai berlaku pada 1 Januari
1926.
Gedung
yang dulunya merupakan gedung Wedana Meester
Cornelis pun akhirnya juga ditingkatkan menjadi Meester Cornelis Regentschapwoning atau Kediaman Bupati Meester Cornelis. Wilayah Kabupaten Meester Cornelis tersebut meliputi
wilayah Meester Cornelis, Kebayoran, Bekasi, dan Cikarang.
Pada
waktu itu, kediaman penguasa juga digunakan sebagai kantor dan Landraad. Sehingga dalam catatan
sejarah, gedung ini terkadang tertulis dengan nama Meester Cornelis Regentschapwoning, tapi terkadang juga tertulis
dengan nama De Landraad in Meester
Cornelis te Batavia atau Kantor Pengadilan Meester Cornelis. Jadi, tidak perlu bingung dengan literatur
seperti itu, karena landraad (pengadilan)
di masa kolonial berlangsung di kantor dan sekaligus kediaman penguasa. Hal ini
disebabkan, pengadilan kala itu tidak sering terjadi, dan tidak diadakan setiap
hari.
Ketika
Jepang menduduki Batavia, Regentschap
Meester Cornelis diganti menjadi Jatinegara
Ken (Kabupaten Jatinegara) berdasarkan UU No. 30 Tahun 2602, tepatnya pada
1 September 1942. Merujuk pada Maklumat Batavia
Syuu No. 1 Tahun 1942, wilayah Jatinegara
Ken dibagi atas 3 gun (kawedanan), yaitu Cawang Gun, Jatinegara Gun, dan
Bekasi Gun. Kemudian setelah Indonesia merdeka, Kabupaten Jatinegara terdiri
atas empat kawedanan, yaitu Kawedanan Bekasi, Tambun, Cikarang, dan Srengseng.
Kala itu, Kabupaten Jatinegara menjadi bagian dari Karesidenan Jakarta bersama
Kotapraja Jakarta, Kabupaten Jakarta, dan Kabupaten Karawang.
Pada
15 Agustus 1950, Bekasi berpisah dari Kabupaten Jatinegara dan membentuk
kabupaten sendiri, yaitu Kabupaten Bekasi. Lalu, pada 1 Januari 1963, Kabupaten
Jatinegara lebur menjadi bagian dari Kota Jakarta.
Saat
melebur menjadi bagian dari Kota Jakarta, berakhir pula perjalanan sejarah
gedung tersebut sebagai kediaman dan kantor para penguasa, mulai dari Cornelis
Senen, Wedana hingga Bupati. Setelah itu, gedung ini digunakan sebagai Markas
KODIM 0505 Jakarta Timur. Pada waktu ditempati KODIM 0505, gedung ini pernah
menjadi tempat interogasi dan penahanan para tapol, terutama yang berhubungan
G30S/PKI.
Setelah
dilakukan ruislag antara KODIM 0505 dan Pemprov DKI Jakarta, maka kepemilikan
gedung tersebut menjadi milik Pemprov DKI Jakarta. Namun, Pemprov DKI Jakarta
harus membangunkan bangunan baru pengganti gedung yang ada di Jatinegara.
Akhirnya, dibuatkanlah gedung yang baru untuk Markas KODIM 0505 di Sentra
Primer Timur, Penggilingan, Jakarta Timur. Proses tukar guling ini sudah
berlangsung dari 1989 dan baru selesai Maret 2007 dengan menghabiskan biaya
sekitar Rp 12 miliar.
Selang
setahun, tepatnya pada 2008, gedung Eks KODIM Jakarta Timur tersebut direnovasi
oleh Pemprov DKI Jakarta. Hasilnya terlihat baru dan megah kembali. Hanya saja
peruntukkan setelah direnovasi belum terlihat dengan jelas. Apakah akan menjadi
museum atau Pusat Kesenian Betawi? Masih belum ada kabar yang jelas.
Karena
belum jelas penggunaannya, maka di halaman depan gedung tersebut diberi label
Gedung Eks MAKODIM 0505/JTM. Hal ini didasarkan pada pengguna terakhir dari
gedung berwarna putih nan kokoh ini. *** [240416]
Halo, Mas Dju~ boleh diinfo sumber-sumber nyaa makasih sebelumnya. Saya mau baca-baca hehe
BalasHapus