Rumah
Sakit Umum (RSU) Lavalette merupakan sebuah rumah sakit peninggalan era Hindia
Belanda yang masih tetap beraktivitas hingga saat ini. Hal ini barangkali
disebabkan oleh adanya upaya yang terus-menerus dari pihak rumah sakit tersebut
dalam mengusahakan Penjaminan Mutu Pelayanan Rumah Sakit tanpa mengabaikan
pengadaan program-program terbaru dari pemerintah dalam menunjang penyediaan
fasilitas kesehatannya. Rumah sakit ini terletak di Jalan WR Supratman No. 10
Kelurahan Rampal Celaket, Kecamatan Klojen, Kota Malang, Provinsi Jawa Timur.
Lokasi rumah sakit ini berada di depan Pertokoan WR Supratman, dan tidak jauh
dari bundaran Patung Kota.
Keberadaan
rumah sakit ini tidak terlepas dari sejarah perkembangan Malang sebagai daerah perkebunan
yang cukup maju pada waktu itu. Malang memiliki posisi yang bagus di antara
berbagai kawasan lain untuk mengembangkan perkebunan. Tempat ini bukanlah
tempat yang penting sebelumnya masuknya ekonomi perkebunan. Kebijakan di bidang
ekonomi dari Pemerintah Hindia Belanda pada abad ke-19 telah membuat wilayah
ini maju pesat.
Ekonomi
perkebunan telah menjadikan Malang sebagai kabupaten yang menarik perhatian
Pemerintah Hindia Belanda. Keberhasilan kemajuan ekonomi perkebunan telah
memberikan dampak berantai berupa pembukaan jalur kereta api dari
Surabaya-Malang melalui Bangil pada tahun 1879, pembangunan jalur trem
Malang-Tumpang melalui Blimbing dan Malang-Dampit juga melalui percabangan
Blimbing, munculnya perusahaan dagang, lembaga riset perkebunan, pertokoan,
sekolah maupun rumah sakit. Salah satu rumah sakit yang dibangun adalah yang
sekarang dikenal dengan RSU Lavalette.
Perhatian Pemerintah Hindia Belanda terhadap kepentingan usaha perkebunan dibuktikan dengan pembangunan klinik khusus untuk buruh perkebunan dan industri gula. Semula klinik ini menempati sebuah bangunan di daerah Kasin, Malang. Kemudian, pihak pengelola (manajemen) berusaha membeli tanah berupa sawah seluas 19.535 m² dan tanah pekarangan seluas 7.870 m² di daerah Celaket Malang pada tahun 1914 dan tahun 1917. Lalu, di atas tanah tersebut dibangunlah gedung yang memakan waktu kurang lebih satu tahun, dan soft launcing pada 9 Desember 1918. Klinik yang berkapasitas 25 tempat tidur tersebut sudah mulai digunakan untuk melayani pasien meskipun sebenarnya belum dibuka secara resmi. Baru pada 17 Januari 1919, klinik ini dibuka secara resmi, dan kala itu namanya masih Malangsche Ziekenverpleging. Kemudian pada 1922 klinik itu berubah namanya menjadi Lavalette (De Lavalette Kliniek). Nama ini mengambil dari nama akhir Gerrit Christiaan Renardel de Lavalette. Ia adalah seorang pengusaha perkebunan terkemuka di Malang pada tahun 1912. Selain menjadi pengurus Algemeen Landbouw Syndicaat, ia juga merupakan anggota Gemeenteraad Malang pertama di tahun 1914.
Sepuluh
tahun pertama (1918-1928), Klinik Lavalette belum mengalami perkembangan pesat.
Baru tahun 1929, Klinik Lavalette mulai terlihat perkembangannya dengan adanya
penambahan sarana dan prasarana. Sumbangsih Klinik Lavalette tak hanya
pelayanan kesehatan saja tetapi juga memberikan pelayanan pendidikan dan
pelayanan asuhan keperawatan, yang fungsinya adalah penyusunan rencana
kebutuhan tenaga keperawatan, melaksanakan pelayanan rujukan bagi klinik lain,
yaitu Klinik Sumber Arum, Klinik Glusing dan Klinik Sumber Telogo.
Pada
waktu Jepang menduduki Malang, Klinik Lavalette ini diambil alih oleh pasukan
Jepang dan dijadikan sebagai markasnya untuk keperluan perang Asia Timur Raya.
Kondisi menjadikan Klinik Lavalette absen tidak bisa memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat setempat. Baru setelah Indonesia merdeka, klinik
ini kembali dibuka. Namun, dalam perjalanannya klinik ini terseok-seok hingga
mengalami defisit terus-menerus dalam neraca keuangannya. Pada 1948, beberapa
anggota Yayasan Stichting Malangsche Ziekenpleging
yang menaungi klinik tersebut, mengusulkan agar Klinik Lavalette dilikuidasi
saja. Akan tetapi, usul likuidasi tersebut akhirnya dibatalkan dengan disertai
berbagai usaha yayasan untuk menambah pemasukan keuangan, antara lain dengan
jalan menjadikan sebagian Klinik Lavalette untuk Sanatorium Penyakit Paru-Paru,
dan menyewakan ruangan-ruangan atau kamar-kamar dari Klinik Lavalette kepada
pihak ketiga lainnya.
Dengan
adanya nasionalisasi oleh Pemerintah RI terhadap perusahaan-perusahaan dan
perkebunan milik Belanda, Klinik Lavalette diambil alih oleh Pusat Perkebunan
Negara pada Mei 1958. Pada 7 Januari 1961, Klinik Lavalette diserahkan oleh
Ketua Yayasan Stichting Malangsche Ziekenpleging
kepada Pusat Perkebunan Negara (Baru) Cabang jawa Timur dan selanjutnya
dinamakan Rumah Sakit (RS) Lavalette. Selanjutnya, pada 26 April 1962
pengelolaan RS Lavalette diserahkan oleh BPU PPN Perwakilan Jawa Timur kepada
PPN Kesatuan Jawa Timur III, yang kemudian menjadi BPU PPN Gula Inspeksi Daerah
VII.
Pada
1968, berdasarkan Surat Keputusan Panitia Likwidasi BPU PPN Gula dan PN Karung
Goni Nomor XX-00050/68.005/L tanggal 19 Juni 1968, RS Lavalette diserahkan
kepada PNP XXIV dengan nama RS PNP XXIV Malang, yang pengelolaan dan pembiayaan
RS dilakukan oleh Kantor Direksi PNP XXIV di Surabaya. Pembiayaan tersebut dirasakan
sebagai beban yang berat oleh karena adanya defisit yang terus-menerus pada
neraca keuangannya. Apalagi peran RS PNP XXIV Malang tidak dirasakan langsung
untuk pelayanan kesehatan karyawan pabrik-pabrik gula dalam wilayah PNP XXIV,
karena letak pabrik-pabrik gula tersebut yang terlalu jauh dari Malang.
Berdasarkan
situasi yang pelik seperti itu, Direksi PNP XXIV pernah merencanakan untuk
menjual atau mengoperkan RS PNP XXIV Malang kepada pihak ketiga untuk
dipergunakan sebagai rumah sakit juga. Tetapi rencana tersebut tidak terlaksana
karena pihak ketiga tidak ada yang sanggup menanggung pembiayaan RS tersebut,
dan Direktur Jenderal Perkebunan Negara di Jakarta tidak mengizinkan penjualan
atau pengoperan tersebut. Akhirnya, Direksi PNP XXIV bertekad untuk tetap
melakukan pengelolaan RS PNP XXIV Malang serta menanggung pembiayaannya.
Untuk
lebih menangkatkan pengelolaannya, jajaran direksi pada tahun 1975 mengangkat
seorang dokter tetap sebagai dokter yang merawat penderita karyawan PNP XXIV
merangkap sebagai pemimpin rumah sakit tersebut. Pada tahun yang sama, PNP XXIV
bergabung dengan PNP XXV menjadi PT Perkebunan XXIV-XXV (Persero). Konsekuensi
ini juga mempengaruhi penamaan rumah sakit tersebut. Oleh karena nama Lavalette
lebih dikenal oleh masyarakat Malang, maka nama Lavalette digunakan kembali
secara resmi sehingga nama rumah sakit tersebut menjadi PT Perkebunan XXIV-XXV
(Persero) RS Lavalette Malang.
Usaha
untuk mengurangi atau meminimalisir defisit dalam pembiayaan rumah sakit,
ditempuh dengan meningkatkan sarana pelayanan dan peralatan rumah sakit,
seperti bangunan, peralatan atau perlengkapan dan mutu pelayanan, sehingga
rumah sakit tersebut bisa berfungsi juga sebagai rumah sakit rujukan (Referral Hospital) bagi rumah-rumah
sakit dan poliklinik-poliklinik pabrik gula dalam lingkungan PT Perkebunan
XXIV-XXV (Persero).
Usaha
tersebut dalam 3 tahun terakhir tampak menunjukkan hasilnya dengan berkurangnya
defisit, bertambahnya jumlah penderita dari luar PT Perkebunan XXIV-XXV dan
adanya perhatian atau partisipasi dari luar PT Perkebunan XXIV-XXV serta adanya
perhatian atau partisipasi dari luar PT Perkebunan XXIV-XXV untuk ikut merombak
RS Lavalette.
Pada
1991 nama RS Lavalette disempurnakan menjadi Rumah Sakit Umum (RSU) Lavalette
sampai sekarang. Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 tanggal 11
Maret 1996, PT Perkebunan XXIV-XXV (Persero) dibubarkan. Lalu, dibentuk badan
usaha baru dengan nama PT Perkebunan Nusantara XI (Persero) atau dikenal
sebagai PTPN XI (Persero) yang merupakan gabungan dari PT Perkebunan XXIV-XXV
(Persero) dengan PT Perkebunan XX (Persero).
Pada
1 Januari 2014 RSU Lavalette menjadi unit usaha di bawah PT Nusantara Sebelas
Medika yang merupakan anak perusahaan dari PTPN XI (Persero) yang memiliki core bussiness dalam perumahsakitan, dan
sekarang RSU Lavalette menjadi rumah sakit yang ramai di Kota Malang. Hal ini
tidak terlepas dari konsistensi rumah sakit tersebut yang sejak berdirinya
sampai sekarang tetap memegang pesan dari para pendiri RSU Lavalette agar tetap
dipergunakan untuk rumah sakit serta pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. *** [180516]
Kepustakaan:
Indun Retnowati, Klinik
Lavalette 1918-1942: Perkembangan dan Kontribusi terhadap Pelayanan Kesehatan
di Malang, dalam http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/sejarah/article/view/26638
Reza Hudiyanto, Kopi
dan Gula: Perkebunan di Kawasan Regentschap Malang, 1832-1942, dalam Jurnal
SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kesembilan, Nomor 1, Juni 2015
http://www.lavalettehospital.com/history/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar