Rumah
Sakit Jiwa (RSJ) Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang merupakan salah satu rumah
sakit khusus yang menangani pasien karena gangguan jiwa. Rumah Sakit Jiwa ini
terletak di Jalan Ahmad Yani No. 1 Desa Sumberporong, Kecamatan Lawang,
Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Lokasi RSJ ini berada di depan
Politeknik Kesehatan Malang.
Rumah-Rumah
Sakit Jiwa di Indonesia (kala itu masih bernama Hindia Belanda) didirikan
berdasarkan Surat Keputusan Kerajaan Belanda (Koninklijkbesluit) Nomor 100 tertanggal 30 Desember 1865, dan
dijabarkan melalui Keputusan Gubernur Jenderal (Gouverneur General) tertanggal 14 Mei 1867, namun pembangunannya
baru dimulai pada tahun 1876 dan peresmian pembukaan dilaksanakan pada 1 Juli
1882, yaitu RSJ Bogor (Krankzinnigengestich
te Buitenzorg) adalah yang pertama dan selanjutnya dibangunlah RSJ-RSJ
lainnya.
RSJ
Malang merupakan RSJ kedua yang dibangun di Hindia Belanda setelah RSJ Bogor
(sekarang RS Dr. H. Marzoeki Mahdi). Pengerjaannya dimulai pada tahun 1884, dan
selesai pada tahun 1902. Setelah turun besluit penerapan tenaga dokter dan
perawat yang ditempatkan di RSJ ini, maka kemudian RSJ ini dibuka secara resmi
pada 23 Juni 1902 dengan nama Krankzinnigengestich
te Lawang oleh Direktur Onderwijs Van
Eeredienst En Nijverheid (sekarang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan), dengan
kapasitas 500 tempat tidur. Sehingga Krankzinnigengestich
te Lawang lebih besar dari Krankzinnigengestich
te Buitenzorg yang hanya berkapasitas 400 tempat tidur. Sebelum RSJ Lawang
dibuka, perawatan pasien mental diserahkan kepada Dinas Kesehatan Tentara (Militaire Gezondheids Dienst).
Dalam rangka memperlancar penyaluran pasien ke masyarakat, Hulshoff Pol mengajukan rencana perluasan RSJ kepada Departemen/Dinas Onderwijs Van Eeredienst En Nijverheid. Di mana pada tahun 1909 jumlah pasien mencapai 1.171 dan usaha-usaha perluasan rumah sakit untuk dapat menampung pasien amat mendesak. Pada waktu itu beratus-ratus pasien mental masih dititipkan di beberapa penjara sebelum dikirim ke RSJ. Dalam kurun waktu 1905-1906 tercatat salah seorang dokter pribumi pertama yang bekerja di RSJ Lawang adalah Dr. KRT. Radjiman Wediodiningrat, yang bersama dengan Dr. Soetomo melancarkan pergerakan bangsa pertama, yaitu Boedi Oetomo. Pada saat itu Dr. KRT. Radjiman Wediodiningrat telah mengembangkan pendekatan terapi alternatif dengan pendekatan “Rassen Psychology.”
Usaha
perluasan mendapat izin, dengan pembangunan annex
(tambahan gedung) di Desa suko, terletak lebih kurang 1 kilometer ke arah timur
di lereng kaki pegunungan Bromo (Tengger). Antara tahun 1929-1935 kedua RSJ
tersebut, RSJ Lawang dan RSJ Annex
Suko ditangani oleh 7 orang dokter dan seorang profesor wanita, dengan
kapasitas tempat tidur masing-masing 1.200 tempat tidur. Pada waktu itu RSJ
Lawang dikembangkan menjadi pusat penelitian otak. Tahun 1940 jumlah pasien
mencapai 3.400 dan pada tahun 1941 meningkat menjadi 4.200 oleh karena harus
menampung pengungsian pasien dari koloni di Jawa Timur. Usaha pengadaan
fasilitas rumah sakit dan rumah perawatan (Doorganghuizen)
merupakan suatu perkembangan yang penting dalam dunia psikiatri. Untuk
meningkatkan pelayanan perawatan pasien di RSJ Lawang, pada waktu itu mulai
diadakan kegiatan terapi kerja dan bermacam-macam persiapan untuk usaha
hiburan.
Dalam upaya memperlancar penyaluran pasien mental ke masyarakat, sejak tahun 1926 RSJ Lawang mengantarkan kembali pasien yang sudah tenang ke desanya. Disusul dengan konsep Doorganghuizen yang diajukan oleh Travaglino. Bagi pasien yang mengalami defek/kronis dan sudah tenang, ditampung pada koloni pertanian (Werkenrichtingen).
Pada
masa pendudukan Jepang, RSJ Lawang ini juga sempat mengalami kekacauan dalam
pengelolaan rumah sakit lantaran banyak petinggi RSJ yang masih orang Belanda
ditangkap dan ditawan oleh pasukan Jepang. Kemudian disusul Indonesia merdeka
dan terus didera berbagai macam pergolakan menyebabkan RSJ Lawang ini tidak
bisa berjalan sebagaimana mestinya. Semua diliputi ketidakmenentuan.
Baru
pada tahun 1978, RSJ Lawang ini mulai berjalan normal. Pada masa ini RSJ Lawang
mulai banyak menerima rujukan pasien dari pelosok negeri, dan terus berbenah
diri melakukan upaya pengembangan pengobatan dan perawatan pasien mental, baik
rawat jalan, rawat inap, Program Kesehatan Jiwa Masyarakat, dan penunjang
medik.
Dalam
perkembangannya mengikuti dinamika kebijakan pemerintah. Tepat berusia seratus
tahun atau 1 abad, RSJ Lawang menyandang nama baru, yaitu RSJ RSJ Dr. Radjiman
Wediodiningrat, yang diresmikan oleh Menteri Kesehatan RI Dr. Achmad Sujudi,
MPA.
Setelah
menyandang nama baru, RSJ ini dalam pelayanan kesehatan tidak hanya menangani
masalah gangguan mental saja, tetapi juga melayani kasus umum sederhana, kasus
narkoba, pemeriksaan psikologi, gigi, laboratorium, radiologi, dan lain-lain.
Pada Januari 2005 RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat berhasil memperoleh
Sertifikat ISO 9001-2000 dalam bidang manajemen, pelayanan dan kesehatan jiwa
masyarakat untuk jangka waktu 3 tahun sampai dengan Desember 2007. Pada 2008
dilakukan sertifikasi ulang, dan pada 8 April 2008 telah diterima Sertifikat
ISO 9001-2000 dari Badan Sertifikasi SGS untuk periode 3 tahun kedua.
Setelah
menjadi UPT, RSJ RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat pada 26 November 2008
ditetapkan sebagai rumah sakit yang telah memenuhi standar rumah sakit dengan
status Akreditasi Penuh dengan Sertifikat Nomor ym.01.01/III/4292/08 oleh
Menteri Kesehatan RI. *** [010815]
Kepustakaan:
Aditya Primahuda dkk., 2014. Sejarah Keperawatan Jiwa. Diperoleh 20 Mei 2016 dari https://www.academia.edu/19918558/Sejarah_keperawatan_jiwa
Brosur Museum Kesehatan Jiwa Dr. Radjiman
Wediodiningrat Lawang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar